>28<

43 17 0
                                    

Assalamualaikum...
Apa kabar? Jumpa lagi.... hari ini malam suro kan? Ada yang tau suro? Komen sini!

Selamat membaca...

28. Dunia Yang Sempit

"Kakak, masih lama?" tanya Umma Aira dari luar kamar setelah mengetuk pintu. Adira yang mendengar suara umma langsung bergegas bersiap-siap. "Sebentar Umma," sahut Adira.

"Umma tunggu bawah ya," ucap Umma Aira lagi.

"Iya Umma."

 Setelah selesai menggunakan kerudung, Adira kembali bercermin untuk memastikan penampilan.

Sepulang Adira dari kampus tadi, Umma Aira memberi tahu jika mereka akan pergi ke rumah salah satu teman Baba Zaidan sekaligus rekan kerja.

Karena sudah selesai, Adira langsung turun ke bawah. Dia langsung di usili oleh Aldo. "Tuan Putri sudah datang," celetuk Aldo.

"Maaf pada nunggu lama," ucap Adira dengan kepala yang menunduk karena sudah membuat semua orang menunggunya. Dia merasa bersalah, apalagi mendengar celetukkan dari adiknya.

Adira yang awalnya menunduk kepala, kembali menengadah karena merasakan usapan lembut di kepalanya. Dia menatap Baba Zaidan yang sudah berdiri di depannya dengan senyum menenangkan, tidak ada guratan kesal apalagi marah. "Gapapa, sudah siap-kan?" tanya Baba Zaidan.

 Adira menjawab dengan tersenyum manis lalu mengangguk.

"Anak gadis mah beda," celetuk Aldo yang memperhatikan interaksi antara kakak dan baba.

Baba Zaidan yang mendengar sindiran halus dari putranya langsung merangkulnya. "Ayo! Kamu duduk sama Baba," ucap Baba Zaidan.

"Eh! Gak mau. Aldo di belakang aja sama Kakak," tolak Aldo dengan cepat. "Baba sama Umma aja."

"Biar Umma sama Kakakmu," jawab Baba Zaidan.

Karena Baba Zaidan sudah memutuskan hal tersebut, Aldo sebagai anak hanya bisa menurut. Tapi bukan Aldo jika langsung menyerah. Dia langsung menoleh ke belakang berniat meminta bantuan pada Umma Aira agar membujuk Baba Zaidan, "Umma!" panggilnya dengan nada memohon.

"Duduk sama Baba," ucap Umma Aira membuat Aldo kembali menghadap ke depan dengan wajah pasrah.

 Umma Aira juga mendukung Baba Zaidan membuat Aldo benar-benar tidak bisa berkutik, selain duduk dengan tenang di samping Baba Zaidan yang sudah mengemudikan mobil menjauh dari rumah.

Adira yang sedari tadi diam menyimak, tertawa pelan melihat wajah melas dari si bungsu. Aldo yang mendengar tawa pelan kakaknya, semakin mendatarkan ekspresi.

"Kakak," tegur Umma Aira.
 
"Hehehe.... Maaf...."

"Kita mau ke rumah Om Nando ya?" tebak Adira.

"Bukan. Temen Baba yang lain," jawab Umma Aira.

"Kalo bukan Om Nando. Om yang waktu itu di rumah Opa?" tanya Aldo menanggapi jawaban dari Umma Aira.

"Iya."

"Siapa Do?" tanya Adira. Karena saat di rumah Opa Ravin, Adira tidak ikut bergabung di ruang tamu. Dia memilih berdiam diri di kamar milik umma.

"Lupa namanya Kak," jawab Aldo. "Lagi lo kemarin kenapa gak mau keluar coba?"

"Males," gumam Adira.

"Nanti juga inget," sahut Baba Zaidan.

Adik kakak tersebut hanya mengangguk dan kembali diam. Selama perjalanan keduanya sama-sama memperhatikan jalanan yang terasa asing bagi keduanya. Tapi mereka tidak berniat untuk kembali bertanya, karena nanti juga mereka akan tahu jika sudah sampai di lokasi.

Terima Kasih DylanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang