>10<

51 18 0
                                    

10. Nakal Dikit

Seorang gadis kecil terlihat duduk dengan tenang memperhatikan kakak sepupunya yang sedang bersiap kuliah. Gadis itu terus mengikuti ke mana langkah kakak sepupunya. "Kalo besar Bia mau jadi cantik," celetuk Rabia.

Adira yang baru selesai menggunakan pasmina, berbalik dan berjalan mendekat pada Rabia yang duduk di atas tempat tidur. "Kenapa Bia mau jadi cantik?" tanya Adira sambil mengusap rambut panjang Rabia yang sengaja digerai.

"Biar kayak Kakak," tunjuk Rabia pada Adira yang menurutnya sangat cantik hari ini. Gadis kecil itu beranjak turun dengan hati-hati, berjalan ke arah tas gendong miliknya yang dia bawa semalam. Tas itu berisikan barang-barang miliknya selama menginap di rumah paman.

Rabia kembali mendekat ke Adira, kemudian menyerahkan kerudung yang baru saja dia ambil. "Tolong pakaikan Kakak," pinta Rabia.

Adira gemas sendiri dengan tingkah Rabia. Dengan senang hati, Adira membantu gadis kecil itu menggunakan kerudungnya. Lalu mengajak Rabia untuk bercermin. "Nah, sekarang tambah cantik. Auratnya tertutup," ucap Adira.

"Iya Kak."

Tok tok tok ... suara ketukan pintu mengalihkan perhatian keduanya dari cermin.

"Umma! Coba lihat Bia, Bia cantik kan?" tanya Rabia pada Umma Aira.

Umma Aira mengangguk. "Cantik. Secantik Umi Bia," puji Umma Aira.

"Makasih," ucap Rabia yang senang lantaran dipuji cantik seperti ibunya. Wajah gadis kecil itu merona merah, membuat dirinya terlihat imut.

"Ayo! Kita sarapan dulu, sudah ditunggu yang lain," ajak Umma Aira.

"Umma dan Bia duluan, Kakak masih belum selesai," ucap Adira.

"Segera turun Kak," pesan Umma Aira.

Adira mengangguk.

"Ayo!" Umma Aira mengajak Rabia untuk turun lebih dulu.

Adira kembali sibuk dengan tas dan buku miliknya. Setelah selesai Adira segera turun ke bawah. Awalnya dia mengira baba sudah berangkat bersama Aldo, tapi ternyata baba masih sarapan dengan tenang.

"Assalamualaikum. Pagi Baba," sapa Adira.

"Wa'alaikumussalam. Kakak izin saja hari ini," ucap Baba Zaidan membuat Adira terkejut.

"Gak bisa Ba."

"Kenapa? Kakak semalam demam lagi. Izin saja hari ini." Baba Zaidan masih kekeh meminta Adira untuk tidak berangkat kuliah hari ini.

"Maaf, Baba. Tapi Kakak tetap akan berangkat walau Baba melarang," tegas Adira. Gadis itu kembali berdiri dari duduknya dan segera berangkat tanpa sarapan.

"Umma, Adira berangkat ya. Ini Adira bawa bekalnya, terima kasih. Assalamualaikum," pamit Adira hanya pada Umma Aira.

"Wa'alaikumussalam," jawab umma dan baba.

Baba Zaidan hanya diam membiarkan putri sulungnya berangkat kuliah. Wajahnya tidak terlihat marah, hanya ekspresi yang sengaja dibuat datar untuk menutupi wajah khawatirnya.

Umma Aira mendekat dan mengusap pundak Baba Zaidan. "Adira anak yang kuat, Bang. Ai yakin, pasti Adira ada alasan," ucap Umma Aira.

Baba Zaidan tersenyum, dia meraih tangan istrinya lalu mengecup punggung tangan tersebut. "Terima kasih. Abang akan tanyakan nanti malam."

"Nakal dikit gapapa kan?" canda Umma Aira pada Baba Zaidan.

Baba Zaidan mengangguk. "Ya. Nakal sedikit tak apa," lirih Baba Zaidan dengan senyum manis.

****

Ruangan kelas yang awalnya tenang mendadak menjadi ramai setelah semua mahasiswa-mahasiswi sudah mengumpulkan lembar jawaban ujian tengah semester mereka.

Tanpa terasa sudah setengah semester Adira lalui dengan susah payah. Dia merenggangkan otot-otot tangan yang terasa keram karena menulis banyak. Mata kuliah hari ini tentang pendidikan.

"Alhamdulillah, kelar juga UTS nya," ujar Adira senang dan tersenyum manis.

Namun, senyum manis itu hanya bertahan sebentar. Dia teringat sudah membantah ucapan baba, dan mengingat dengan jelas wajah khawatir baba.

"Ya Allah. Maafkan Adira jika sudah melukai hati Baba. Insyaallah, sepulang ngampus nanti Adira minta maaf," batinnya.

Adira segera membereskan barang-barangnya, dia ingin menyusul dua sahabatnya yang sudah lebih dulu di kantin. Kelasnya juga sudah kosong, hanya tersisa dirinya saja. Dia tidak memiliki teman dekat di kelas, teman-temannya selalu menjaga jarak dengannya. Adira sendiri tidak tahu alasannya, tapi dia tetap bersyukur karena setiap tugas kelompok dia dan teman sekolah tetap bekerja sama dengan baik, walau hanya sebatas itu saja.

Ketika keluar kelas dia hampir menabrak orang. "Maaf, tidak sengaja," ucap Adira dengan kepala menunduk.

"Lo sering banget mau tabrak orang ya?" tanya orang yang hampir di tabrak Adira. Refleks Adira melihat orang tersebut, sesaat Adira terdiam lalu kembali menunduk. "Kali ini benaran gak sengaja, Kak."

Dylan tertawa mendengar jawaban Adira. "Ada yang lucu?" heran Adira.

Dylan mengangguk, "Lo."

"Aneh," batin Adira.

"Lo pasti mau ke kantin. Ayo bareng, sekalian aja," ajak Dylan.

"Kak Dylan duluan," pinta Adira.

"Ladies first," ucap Dylan mempersilahkan Adira untuk jalan lebih dulu.

Tapi Adira kembali menolak dengan tegas. "Tidak Kak. Kalo Kakak tidak mau, lebih baik ke kantin masing-masing," tegas Adira yang sudah siap pergi ke kantin.

Dylan menahannya dengan merentangkan tangan kanannya di depan Adira, membuat gadis itu mengambil langkah mundur dari posisi awalnya.

"Berikan alasan yang logis!"

Namun, baru saja Adira ingin memberikan alasannya. Dylan kembali berkata," Oh! Maaf, gue dah tau alasannya. Baru aja, inget."

Kemudian, Dylan berjalan  lebih dulu. Lalu diikuti Adira dibelakangnya dengan jarak beberapa langkah. Tanpa mereka sadari, sikap keduanya menjadi sorotan mahasiswa lain yang menyadari kehadiran mereka.

Ketika tadi Dylan meminta alasan Adira menolak jalan lebih dulu, dia seketika teringat pada Abid. Sejak mengenal Abid, laki-laki itu belum pernah terlihat jalan di belakang perempuan. Karena rasa penasaran Dylan yang tinggi, dia meminta penjelasan. Akhirnya Abid menjelaskan tentang kisah sahabat Rasulullah saw. yang bernama Umar Bin Khattab.

Sahabat Rasulullah ini pernah berkata: "Lebih baik aku berjalan di belakang singa yang kelaparan dari pada berjalan di belakang perempuan."

Ketika itu Dylan tidak mengerti makna dari perkataan Abid. Sampai Abid menjelaskan secara singkat bahwa perempuan dan singa memiliki kesamaan yaitu berbahaya.

Sebagai seorang muslim, Abid selalu berusaha untuk menjadi sebaik-baiknya muslim. Sama juga dengan Adira yang baru Dylan kenal, muslimah yang taat. Seorang muslimah yang pasti memperhatikan setiap langkahnya. Karena itu, Dylan tak mau memaksakan pola pikirnya dan memilih menghargai keputusan gadis itu. Seperti dia dan teman-temannya yang tetap berteman baik walau berbeda keyakinan.

#19Mei2024

Terima Kasih DylanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang