>07<

51 20 0
                                    

07. Keluarga Besar

Malam minggu adalah malam yang selalu dinantikan banyak orang. Karena esok paginya hari libur. Hari yang setiap orang pasti suka. Di hari itu juga, biasanya digunakan untuk me time atau quality time dengan keluarga. Seperti keluarga besar Ghifari yang sedang berkumpul di rumah keluarga kecil Zaidan, putra sulung keluarga Ghifari.

Ketika adzan maghrib berkumandang, semua aktivitas segera di hentikan. Keluarga besar tersebut segera bersiap untuk melaksanakan sholat maghrib berjamaah.

Para anak remaja, mengajak dan mengarahkan anak-anak untuk ikut sholat berjamaah. "Bia-Aziz, sudah adzan. Kita sholat dulu yuk!" ajak Adira dengan lembut.

"Ayo! Aziz bareng Abang," ajak Aldo.

Dua anak kecil yang baru genap lima tahun itu patuh dan mengikuti perkataan Adira dan Aldo, tanpa membantah.

"Oke!" jawab keduanya dengan kompak.

"Nanti main lagi ya Mas," ucap Rabia pada kakak kembarnya.

"Iya."

Mereka segera mengambil wudhu, karena sholat akan segera di mulai. Sholat kali ini diimami oleh menantu keluarga Ghifari, Haidan ayah dari si kembar Rabia-Aziz dan Rayyan-putra sulung.

Suara merdu Buya Haidan dalam melantunkan setiap ayat dalam Al-Quran menambah kekhusyukan. Selesai sholat, saudara sepupu dengan berbeda usia tersebut membuat lingkaran kecil untuk mengaji bersama. Dari kelima saudara tersebut, Adira adalah cucu perempuan tertua. Karena itu, Adira lah yang bertanggung jawab mengajari si kembar mengaji ketika mereka berkumpul. Sedangkan Aldo dan Rayyan saling menyimak.

"Anak-anak, kalo sudah langsung gabung makan malam!" Suara teriak Amma Jihan mengalihkan perhatian mereka sejenak dari Al-Quran. Karena sudah lapar, mereka dengan kompak mengakhir tadarus malam ini.

Adira yang paling dewasa hanya bisa mengingatkan adik-adiknya yang masih suka bertingkah seperti bocil. Apalagi Aldo yang suka menjahili Rabia. “Aldo!"

"Jangan jail ke Rabia."

"Bia sini sama Kak Dira aja," ajaknya.

Rabia menolak dengan menggelengkan kepala, dia segera berlari menyusul saudara kembarnya yang sudah berlari lebih dulu ke ruang makan. "Abang Aziz! Tungguin Bia," teriak Rabia pada Aziz.

"Pelan-pelan Bia," ucap Adira yang khawatir jika sepupu kecilnya terjatuh.

"Gapapa, Kak. Udah biasa, paling cuman nangis," timbal Rayyan.

"Bener, udah ayo kita makan juga. Gue laper, lo gak laper?" ucap Aldo mengajak keduanya.

Rayyan mengangguk.

Adira hanya bisa menghela napas sabar, "Paling enggak ada yang kalem satu," batin Adira sambil memperhatikan Rayyan yang menuruni sikap kalem Amma Jihan.

Setelah semua anggota keluarga berkumpul di meja makan. Para ibu segera menyiapkan makan untuk anak-anak lebih dulu. Lalu untuk para suami dan terakhir untuk diri mereka sendiri.

Sebelum makan malam di mulai, Kakek Zaaki meminta Aldo untuk memimpin makan malam kali ini. "Abang!"

"Ya, Kek?" jawab Aldo, di dalam keluarga besar Aldo di panggil abang oleh sepupunya yang lain.

"Pimpin doa!" titah Kakek Zaaki.

"Ada Rayyan lo, Kek," tawar Aldo menunjuk Rayyan yang duduk di sampingnya. Sejujurnya, Aldo sedang malas tapi tidak enak jika harus menolak permintaan kakek.

"Kakek maunya Abang yang pimpin," jawab Kakek Zaaki lembut tapi terselip ketegasan di dalamnya.

"Baik, Kek."

Terima Kasih DylanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang