Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Selamat malam, apa kabar? Kita jumpa lagi di wattpad wkwk
Maafkan yang udah nungguin TKD publis, eh baru publis malam ternyata...
Baru selesai ngetik🗣
Terus juga maghrib baru sampe rumah, jadi ya rehat-rehat dulu... barulah jam segini bisa update.
Jangan lupa buat klik vote... terus juga komen yang banyak, serta share cerita ini ke temen-temen kamu juga...
Tetap jaga kesehatanSelamat membaca
15. Cewek Kucing
Taman kampus hari ini terlihat sepi, hanya satu dua mahasiswa yang lewat. Adira mendudukkan dirinya di gazebo dekat pohon besar.
Dia kembali mengeluarkan laptop miliknya dan mulai mengerjakan tugas yang baru saja diberikan oleh dosen. Sedang fokus mengerjakan Adira merasakan ada sesuatu yang berbulu di dekat kakinya. Karena merasa kegelian, dia menengok ke bawah.
"Ada empus," ucap Adira. Dia langsung mengusap-usap kepala kucing itu. "Dari mana kamu?" tanya Adira pada kucing kecil itu. Dia mengangkatnya dan memangkunya di pangkuan.
"Assalamualaikum," salam Adesya dan Syafa. Dua gadis itu langsung mendudukkan diri di gazebo.
"Wa'alaikumussalam," balas Adira. "Baru selesai kelas?"
Adesya mengangguk. "Udah kelihatan dari muka-muka kalian. Udah makan belum? Atau bawa bekel?"
Syafa mengacungkan kedua jempolnya tanpa mengeluarkan suara. Gadis itu benar-benar terlihat sangat lelah.
"Eh ada kucing baru lagi. Demen banget kucing dekati lo Ra," ucap Adesya yang baru menyadari seekor kucing yang berbeda di pangkuan Adira.
"Entah. Tapi lucu kok, dia juga bersih," tanggap Adira. Setiap gadis itu pergi ke taman, selalu ada kucing yang akan mendekat. Bukan sekali dua kali, tapi sering kali. Dan itu adalah hal wajar bagi kedua sahabatnya.
"Cocok kalo dapat julukan cewek kucing," ceplos Syafa dengan suara lirih.
Adira melihat ke arah Syafa, lalu meletakkan kucing di tempat sampingnya. "Sini dulu ya," titahnya pada kucing tersebut.
"Pada mau gak?" tanya Adira.
"Apa dulu? Kalo camilan gue mau, tapi kalo suruh bantu tugas lo Ra. Gue mundur, rasanya kepala panas banget."
"Coklat." Adira mengeluarkan tiga batang cokelat yang dia beli tadi pagi untuk mengembalikan moodyan.
"Gue mau Ra," minta Syafa.
Adira memberikan sebatang untuk Syafa dan Adesya. "Di makan, biar gak lemes kalian berdua."
"Thank," ucap Syafa.
"Makasih bestie," ucap Adesya.
****
Di taman rumah, sebuah keluarga kecil berkumpul menikmati lukisan jingga yang membentang di langit. Lalu bulan sabit yang samar-samar memunculkan diri dilangit jingga.
"Gak ke masjid?" tanya Adira pada Aldo yang masih sibuk menyusun lego baru. Sedangkan kedua orang tuanya menikmati teh hangat dan camilan yang dibuat oleh Umma Aira.
"Ntar di rumah aja, tenang gue imamnya kok," jawab Aldo.
"Ada maunya pasti?" tebak Adira.
"Enggak Kak, su'udzan terus," sanggah Aldo.
"Ya... kan bisa aja. Soalnya kalo baik pasti ada maunya," ujar Adira.
Aldo hanya mengangguk tanpa berniat menjawab. Dia kembali fokus dengan legonya yang hampir selesai disusunya.
"Do! Ayo ke masjid, sudah mau adzan," ajak Baba Zaidan.
"Sebentar, Ba."
"Sana!" desak Adira pada adiknya. "Kakak yang lanjuti, sana siap-siap!"
"Iya," jawab Aldo.
Dia langsung bergegas masuk untuk berganti pakaian. Lima menit kemudian Aldo kembali dan melihat legonya telah selesai kakaknya susun dengan rapi.
"Cepet bener," heran Aldo.
"Lama kamu soalnya, Do."
"Nanti bantuin lagi ya," pinta Aldo yang senang karena legonya sudah selesai disusun.
"Yee..."
"Ehem!" Baba Zaidan yang sudah menunggu segera melerai anak-anaknya dengan berdehem.
"Ayo!" ajak Baba Zaidan pada Aldo.
Lalu Umma Aira menyalami Baba Zaidan, di ikuti Adira, serta Aldo yang menyalami Umma Aira.
"Kami berangkat dulu," pamit Baba Zaidan.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Adira membantu Umma Aira membereskan karpet yang tadi digelar oleh Aldo. Setelah itu mereka masuk dan adzan maghrib berkumandang.
"Kakak ambil wudhu dulu nanti gantian sama Umma," titah Umma Aira.
"Nggeh Umma."
Adira segera mengambil wudhu, lalu kembali ke mushola rumah dimana Umma Aira sedang menyiapkan sajadah untuk mereka sholat.
"Sudah?" tanya Umma Aira yang menyadari kedatangan Adira.
"Sudah Umma," jawab Adira.
"Umma ambil wudhu dulu." Adira mengangguk, dia segera menggunakan mukena yang sudah disiapkan oleh Umma Aira.
Setelah Umma Aira kembali, mereka segera sholat berjamaah. Selesai sholat, Umma Aira mengajak putrinya untuk tadarus bersama. Mereka melanjutkan bacaan terakhir mereka kemarin. Setiap selesai sholat maghrib, keluarga kecil tersebut selalu menyempatkan untuk tadarus bersama.
Lima belas menit kemudian, Umma Aira dan Adira mengakhir tadarus mereka. Lalu mereka segera merapikan tempat sholat.
"Bantu Umma goreng ayam," pinta Umma Aira.
"Siap Umma."
Selesai melipat mukenanya, Adira segera ke dapur untuk menggoreng ayam. Sedangkan Umma Aira menyiapkan nasi dan sayur yang sudah dimasak tadi sore.
Selesai menggoreng Adira membawa ayam goreng tersebut ke meja makan. Bersamaan dengan Baba Zaidan dan Aldo yang baru pulang.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Umma Aira menyambut dengan hangat kedatangan suami dan putranya. "Ayo duduk kita makan, pasti Baba dan Aldo sudah lapar."
"Bener banget Umma. Aldo emang udah laper banget," jawab Aldo.
"Laper terus satu manusia ini mah," ledek Adira pada sang adik.
"Kayak kakak enggak aja," ucap Aldo yang tidak terima.
"Kenapa jadi pada ribut?"
"Kami ga ribut Umma," jawab Adira dan Aldo kompak.
"Nah, ini baru anak-anak Baba-Umma. Kompak," senang Baba Zaidan. "Ayi kita makan. Baba sudah lapar juga ini," ajak Baba Zaidan.
Umma Aira segera melayani suaminya, lalu anak-anaknya bergantian mengambil makan malam secara mandiri. Mereka makan dengan tenang. Melihat anak-anak serta suaminya menikmati masakannya dengan lahab membuat hati kecilnya merasa senang.
"Aldo! Makan dengan perlahan," nasehat Umma Aira karena putranya makan dengan buru-buru.
"Benar kata Umma. Makan perlahan, Baba gak akan minta makananmu," canda Baba Zaidan.
Makan malam selalu menjadi momen yang membahagiakan. Kegiatan yang terlihat sepele, tapi memiliki sisi untuk mendekatkan anggota keluarga menjadi lebih dekat.
#29Mei2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Terima Kasih Dylan
SpiritualNazima Adira Alifa Al-Ghifari, gadis berusia 18 tahun yang baru masuk ke dunia perkuliahan. Di usia yang baru beranjak dewasa ini merupakan masa pencarian jati diri. Di masa ini pula, dia jatuh cinta. Jatuh cinta adalah fitrahnya manusia, setiap man...