Bab 3 : Just an Accident

8.4K 85 0
                                    

Kenza keluar kamar mandi dan mengusap-usap rambutnya yang basah dengan handuk. Mandi disaat tengah malam memang sangat menyegarkan baginya, tapi kali ini Ia mandi lebih awal. Wajahnya masih terlihat sembab mengingat kejadian tadi pagi. Ia memegang pipinya yang terasa nyeri, sepertinya sedikit bengkak. Kenza berjalan di depan cermin. Melihat penampakan dirinya. Ia menangkup kedua pipinya sendiri.

Sialan. Wajah gue bener-bener kacau.

Ah! ini salah gue. Coba gue nggak sok-sok an pergi ke club malam itu. Pasti nggak bakal jadi serumit ini.

Kenza mengambil ponselnya yang remuk akibat ulah Papanya. Ponselnya kini mati, tak bisa menyala. Ia menghela napas pelan, mencoba menerima apa yang telah terjadi. Tiba- tiba Ia teringat wajah seseorang yang nampak dingin menatapnya pagi tadi. Ya. Itu Jeffrey. Bukannya menghentikan dan menolong Kenza ia malah duduk bersantai bak tidak terjadi apa apa.

Kenza tahu bahwa selama ini pria itu memang hanya diam saja ketika melihat Kenza diperlakukan seperti itu. Tatapan matanya yang dingin. Cuek. Terlihat sangat kasar. Bahkan, setelah kejadian yang terjadi malam itu, Ia hanya diam saja melihat Kenza diperlakukan seperti itu oleh Adam. Kenza membanting dirinya ke kasur. Metutup wajahnya dengan bantal dan berteriak sekencang-kencangnya.

"AAAAAAAA SIALL!!!" Teriak Kenza.

Tok tok tok...

"Non Kenza, ini Bi Eli bawain sesuatu. Buka pintunya ya" Ucap Bi Eli di depan pintu kamar Kenza.

Kenza terkejut ketika mendengar suara ketukan pada kamar pintunya. Ia mendengar suara yang Ia kenali disana. Kenza melemparkan bantalnya dan segera beranjak dari kasurnya. Ia membuka pintu kamarnya. Disana Bi Eli berdiri dengan membawa sebuah nampan berisi makanan dan kompres es.

"Ini Bibi bawakan makanan. Bibi lihat Non Kenza belum makan sedari pagi tadi. Oh iya, ini juga ada titipan dari Tuan Jeffrey" Ucap Bi Eli sambil menyodorkan nampannya.

"Ah iya, Bi. Makasih banyak ya" Balas Kenza tersenyum mengambil nampan tersebut.

Disaat Kenza akan menutup pintunya. Bi Eli melontarkan sebuah kalimat lagi kepada Kenza.

"Emm.. Non Kenza baik-baik aja, kan? Kalau Non butuh apa-apa bisa panggil Bi Eli ya, Non" Ucap Bi Eli.

"Iya, Bi. Nggak apa-apa kok. Makasih, Bi Eli" Jawab Kenza sambil tersenyum mengarah ke Bu Eli dan sedikit menundukkan kepalanya sekilas.

Setelah Bi Eli pergi dari depan kamar Kenza, Ia segera menutup pintu kamarnya lalu masuk ke dalam. Ia menaruh nampan yang diberikan Bi Eli tadi diatas mejanya. Tangannya mengambil kompres yang diberikan oleh Jeffrey melalui Bi Eli. Ditatapnya kompres itu.

"Ngapain coba?" Ucap Kenza sambil mendengus. Segera Ia mengompres pipinya yang terasa nyeri. Ia tidak mengerti jalan pikir seorang Jeffrey.

Kenza memang terasa sangat lapar karena semenjak pergi dari rumah Jennifer Ia belum mengisi perutnya dengan apapun. Ia juga khawatir jika Jennifer mengkhawatirkannya karena pergi tanpa pamit. Bahkan beberapa peralatan menggambarnya juga masih tertinggal diatas meja belajar milik Jennifer.

Besok gue jelasin langsung deh ke Jennifer.

Ia berjalan menuju meja belajarnya dan menyalakan laptopnya dan sebuah lagu. Memilih lagu kesukaannya.

The Marías - Ruthless.

Setelah lagunya terputar, Ia mengambil sandwich yang diberikan Bi Eli tadi lalu mencomotnya. Kenza berjalan menuju balkonnya. Mendengarkan lagu, memakan sandwich, dan menatap senja. Matanya menyapu halaman rumahnya. Terlihat mobil ayahnya keluar dari pagar rumah. Dia menghela napas pelan. Tatapannya berhenti pada seekor kucing bewarna putih di depan pagar rumahnya.

My Sex Partner's My Brother in-Law (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang