𐒨hᥲ⍴𝗍ᥱr 18 "Gᥙᥱ 𐒨ᥱოᑲᥙrᥙ"

7 2 0
                                    

“kalian tenang aja, kenalin dia Marissa anak kelas MIPA-3 pacarnya Azka atau bisa kita sebut dengan Ibu ketua.” Mendengar penjelasan Rafka membuat rasa penasaran anggota Vandalas pun menghilang.

Kini Rafka dan Marissa telah sampai di teras belakang markas Vandalas, Rafka menepuk pelan bahu Marissa sebelum pergi. Tak lupa Marissa mengucapkan terimakasih pada teman kekasihnya itu, Marissa berjalan mendekat ke arah kekasihnya yang sedang membelakanginya.

“Aka,” panggil Marissa.

Namun sayang, Azka tak menjawab bahkan membalikkan tubuhnya pun tidak. Hal itu membuat Marissa semakin bingung, kini ia tepat berada di samping kekasihnya. Marissa menyilangkan tangannya, dan menatap tajam lelaki disampingnya.

“Aka!”

ish, Mahardika Azka Ardiaz!”

“A...”

“pulang, udah sore. Nanti nyokap lo nyariin,” ucap Azka dengan nada dinginnya.

“nggak sebelum lo jelasin apa yang ngebuat lo berubah!”

“pulang, Marissa Nadine Viena.”

“nggak, Azka!”

“Marissa.” Azka menghela nafasnya kasar.

“lo kenapa, Ka? Kenapa lo minta gue berangkat sekolah sendiri? Kenapa lo gak datang ke kantin waktu jam istirahat? Kenapa lo menjauh dari gue, Azka?!”

“Marissa Nadine Viena, lebih baik lo pulang.”

“gue gak tau dimana letak kesalahan gue kalau lo diam dan tiba-tiba menjauh dari gue, Azka.”

“kemarin malam...lo sama siapa di depan rumah lo?” Marissa mengernyitkan dahinya bingung, namun tak lama ia mengerti dengan keadaannya lalu ia tersenyum manis.

“sama Putra,” jawab Marissa.

Azka mendekat ke arah Marissa, membuat Marissa memundurkan langkahnya. Ia menatap takut lelaki yang kini berada di hadapannya itu.

“harus banget ya peluk-pelukan kayak gitu, hm?” tanya Azka.

Entah mengapa ide bodoh dan jahil tiba-tiba terlintas di benak Marissa, ia mencoba mengerjai kekasihnya yang sedang terbakar api cemburu itu.

uhm, emang salah ya? Dia kangen sama gue soalnya,” jawab Marissa.

“Marissa Nadine Viena.” Rasanya Marissa ingin tertawa terbahak-bahak saat ini juga melihat mata Azka yang mulai membendung akan air mata.

Marissa mendekat, ia mengalungkan tangannya di leher kekasihnya. Tentu karena kekasihnya itu lebih tinggi darinya membuat Marissa menjijitkan kakinya, ia terkekeh kecil.

“masa ngelihat ceweknya pelukan sama mantannya sendiri nangis,” canda Marissa.

Marissa mengusap lembut mata Azka, dan sebuah air mata menetes dari manik mata kekasihnya. Marissa mengusap air mata itu, ia tersenyum manis.

“gue cemburu, Marissa Nadine Viena.”

“iyaa, gue tau.”

“kok?! Minimal jelasin, tadi katanya...”

“gue juga gak tau, Ka. Waktu gue udah mau tidur, tiba-tiba gue denger bel rumah. Yaudah mau gak mau gue turun buat lihat siapa yang datang, waktu gue buka pintu tiba-tiba Putra meluk gue. Karena gue ingat gue punya cowok, gue berusaha buat lepas dari pelukan itu. Alasan dia datang ke rumah sih karena mau minta maaf atas pukulan balok kayu itu sama bentak gue, dan dia ucapin selamat atas hubungan kita. Udah deh, dia pergi dan gue masuk lagi ke rumah.” Azka menarik tubuh Marissa lalu ia peluk tubuh yang lebih pendek itu.

𝐌𝐲 𝐕𝐚𝐧𝐝𝐚𝐥𝐚𝐬 𝐋𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang