𐒨hᥲ⍴𝗍ᥱr 22 "Lᥙ⍴ᥲ"

6 2 0
                                    

Sudah hampir sebulan Marissa terbaring lemah di rumah sakit, dan Azka tak pernah absen satu hati pun untuk menjenguk kekasihnya itu. Seperti hari ini, Azka menatap teduh Marissa yang masih nyaman menutup matanya.

Azka melangkahkan kakinya mendekat ke arah brankar Marissa, ia duduk di bangku yang berada di samping brankar. Azka meraih tangan kiri Marissa lalu ia genggam lembut.

"masih nyaman ya, Na?" tanya Azka lembut.

"lo pasti gak mau ketemu sama gue dan teman-teman, makanya lo masih tidur." Azka mengulurkan tangannya untuk mengusak lembut rambut panjang milik Marissa. Azka tersenyum getir, air matanya mulai terbendung lagi. Setiap ia menjenguk Marissa, ia tak pernah melewatkan air matanya.

Jari telunjuk Marissa yang berada di genggaman Azka mulai bergerak, Azka segera mengalihkan pandangannya. Ia pun memencet bel panggilan dokter, tak lama kemudian dokter dan perawat pun datang.

Dokter mulai memeriksa Marissa, ia tersenyum kecil melihat Marissa yang mulai membuka matanya. Dokter melihat ke arah Azka yang hanya diam melihat dokter.

"pasien sudah sadar, syukurnya kondisinya mulai stabil." Azka menghampiri Marissa, ia tersenyum lebar.

"maaf, lo siapa?" Senyuman Azka luntur, ia menatap dokter. Lalu dokter mengisyaratkan Azka keluar untuk berbicara dengannya.

"dokter kenapa Marissa tadi..."

"kondisi pasien telah stabil, namun sayang pasien mengalami amnesia anterograde. Pasien akan kesulitan mengingat hal yang terjadi setelah periode tertentu, pasien hanya bisa mengingat hal yang terjadi dalam jangka pendek. Dan syukurlah amnesia pasien hanya bersifat sementara, saya juga tidak tau kapan ingatan pasien akan pulih. Tapi saya minta jangan terlalu memaksa pasien untuk mengembalikan ingatannya, perlahan tapi pasti." Dokter menepuk pelan bahu Azka sebelum ia pergi meninggalkan Azka yang masih mencerna ucapan dokter.

Azka melirik ke arah ruang inap Marissa, ia memutuskan untuk masuk ke dalam. Marissa melihat Azka yang masuk ke ruangannya pun terlihat kebingungan.

"lo siapa ya? Gue gak kenal sama lo," ucap Marissa.

Entah mengapa dada Azka terasa nyeri, namun sebisa mungkin ia menunjukkan senyum manisnya. Azka menghampiri Marissa yang masih terlihat bingung akan keberadaannya.

"gue Mahardika Azka Ardiaz, lo bisa panggil gue Azka."

"uhm, maaf tapi gue udah punya pacar. Gue takut dia salah paham waktu lihat lo disini," ucap Marissa. Azka tersenyum lebar mendengar Marissa yang mengaku memiliki seorang pacar.

"siapa pacar lo?" tanya Azka.

"Putra," jawab Marissa dengan senyum malunya. Namun lain halnya dengan Azka, senyum milik Azka luntur.

"Pu...Putra?" Marissa menganggukkan kepalanya.

"gue bisa minta tolong?" tanya Marissa.

"tolong telepon Putra, kasih tau dia kalau gue udah sadar." Dada Azka semakin sakit mendengar ucapan yang dilontarkan gadis yang kini sedang menatapnya dengan tatapan memohon.

"o...y...iya gue telepon," ucap Azka.

"oh iya! Lo kok kenal gue?" tanya Marissa.

"gu...gue..."

"Ca," panggil seseorang.

Marissa mengalihkan pandangannya pada sosok yang kini berada di depan pintu, ia tersenyum lebar. Sosok itu melangkah mendekat ke arah brankar Marissa.

"Putra!"

Putra-sosok itu mengernyitkan dahinya melihat Marissa yang terlihat bahagia saat ia hadir, ia melirik ke arah Azka yang hanya terdiam.

𝐌𝐲 𝐕𝐚𝐧𝐝𝐚𝐥𝐚𝐬 𝐋𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang