XIX. We Are Will Still Together.

388 54 3
                                    

— . ݁₊ ⊹ . ݁˖ . ݁ —

"Arukaaaa!"

Teriakan kak Jisya menggema di selasa pagi. Hampir semua penghuni kost sedang tidak ada pekerjaan bahkan si bungsu pun masih libur karena kakak kelasnya ujian.

"Kak Jisya ih! Gak bisa biarin aku santai deh!" Komentar Aurora, kalau Aurora yang berkomentar, sudah pasti ia merasa terganggu yang padahal Aurora saja tidak mengerjakan apapun.

"Komen mulu, anter kakak aja mending" ucap kak Jisya, sedangkan si gadis hanya mengerutkan keningnya dan ia seolah-olah sedang berpikir.

"Mau gak yaaaa, mau gak yaaaa?" Ucapnya. Namun seperdetik kemudian, gadis itu menyetujuinya.

"Ayo deh! Anter kemana?" Tanya Aurora.

"Toko, udah lama juga belum kesana." Kak Jisya kemudian mengeluarkan motornya dan menghidupkannya.

"Gausah lama tapi, soalnya mau q-time sama Princess Aritha." Ucap Aurora. Ia pun memakai helm yang tersedia dan duduk dibelakang kak Jisya.

"APA KAK JIIII?!" Teriak Aru tak kalah kencang dari balkon atas.

"GAK JADI!" Ucap kak Jisya kemudian ia pergi meninggalkan Aruka yang masih kebingungan disana.

"Mantep ya jadi kak Jisya, udahmah kaya dari lahir, terus mandiri sampe punya kost-an sendiri sama toko baju lagi!" Ucapnya.

"Tapi sayang gak punya adik, kesepian deh!" Sambungnya, sedangkan si pengemudi hanya terkekeh pelan.

"Adik-adik kakak kan kalian."

"Iya sih kak. Tapi kakak nggak kesepian apa kalo pulang ke rumah?" Tanyanya.

"Iya sih. Tapi, sebenernya kakak punya kok adik, cowo. Tapi dia meninggal pas kecelakaan kereta." Ucapnya.

Aurora tidak percaya kemudian ia menepuk pundak kak Jisya kemudian mulai protes.

"Kenapa gak cerita? Pas kecelakaan kereta nya pas umur berapa? Ih kasiannya, ganteng gak? Kalo masih ada kira-kira seumuran siapa?" Aurora terus memberikan pertanyaan kepada kak Jisya.

Sedangkan yang ditanya hanya terdiam dan memikirkan sesuatu untuk dijadikan jawaban.

"Itu udah takdir mungkin. Waktu itu dia masih SMP, yaah kira kira tiga belas tahunan. Dia waktu itu mau ikutan seleksi futsal, dia nekat mau naik kereta katanya gak mau nyusahin ayah. Tapi dia malah gak balik-balik. Hmmmm kalau dia masih ada, umurnya kurang-lebih sama kayak Aru deh." Ucapnya.

Aurora mengangguk, ia baru tahu kalau kak Jisya pernah punya adik. Pantas saja Ayah selalu memanggilnya kakak.

"Pantesan ayah manggilnya Kakak, udah pernah punya adik toh..."

"Iya dong, tapi sampe sekarang juga punya adik kok, tujuh malahan cewek semua lagi!" Jawabnya kemudian tertawa sedangkan yang dibelakang mulai tertawa senada dengan nada bicara kak Jisya.

"Sissy, you sadar gak sih pas kita ngobrol abang you, kak Jisya itu MERAH banget mukanya. Kayaknya kak Jisya suka beneran deh sama abang you!"

Tentu saja, itu Aritha yang sedang bercerita kepada Aruka. Karena mengingat lagi kejadian semalam, wajah kak Jisya benar-benar merah padam karena Aruka.

"Yah, sebenernya oke oke aja kalo kak Jisya mau sama abang gue, tapi lo juga tau kan kalo abang gue tuh tempramental, kejam, agak sinting lagi!—"

"—Tapi gue gak yakin, gue takut kalo mereka jadian terus kak Jisya bikin salah gimana? Yang ada kak Jisya dicekek sama abang gue!" Ucap Aruka.

Going Home 🏡 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang