XV. Where's kak Jisya?

349 51 3
                                    

warn : ada sedikit yang asdfghjkl di part ini!




















— . ݁₊ ⊹ . ݁˖ . ݁ —

"Lepaaaas-in!" Kak Jisya berontak, mereka sudah sampai dikediaman Aruka.

Kak Jisya bisa mengatakannya karena ia melihat sebuah foto keluarga yang menunjukkan Aruka ada disana.

"Yud, ternyata cantik-cantik gini galak ya" ucap Theo, wajahnya memasang senyuman yang mengerikan.

"Biasanya cewek galak gini enak loh!" Ucap Yudha sambil mencolek pipi kak Jisya.

Kemudian mereka berdua tertawa dengan terus membawa kak Jisya kesebuah ruangan.

"Oke, cantik. Ini tempat lo buat sementara, ya? Jangan berisik dan anteng aja disini, oke?" Ucap Theo sambil mengusap bibir kak Jisya. Sementara Yudha yang melihatnya hanya tertawa dan mengusap rambut kak Jisya.

"Nanti kita kesini buat nganterin makan, kalau mau ke kamar mandi, itu kamar mandi dalam ruangan. Jangan kemana-mana ya cantik—" ucap Yudha kemudian kak Jisya mengalihkan pandangannya.

"Gue gak akan biarin Aruka disakitin sama kalian! Gue pastiin Aruka gak akan ke—"

plak!

Satu tamparan mendarat di pipinya. Pipinya yang sudah merah semakin memerah, tangan Theo dan Yudha sangat besar, dan tamparan yang mereka berikan cukup keras.

"Maafin gue ya cantik, gue tampar lo. Soalnya lo berisik!" Ucap Theo kemudian mengusap pipi kak Jisya dan mereka berdua pergi sambil tertawa.

Tidak lupa, sebelum mereka pergi mereka mengikat tangan kak Jisya dengan ikatan yang cukup kencang, kak Jisya berani bertaruh kalau ia buka tali ini pasti tangannya memerah.

Sementara itu, Aruka baru pulang dan ia mendapati suara seseorang yang menangis.

Ia tahu betul ini suara siapa, Aruka pun dengan segera membuka pintu kamar Rami dan Aruka mendapati Adhanna dan Rami sedang menghentikan tangisan Cikki.

Kost-an sangat sepi, dan sekarang Aruka mendapati mereka murung dan menangis. "Hey tenang tenang, Cikki kamu kenapa? Udah jangan nangis, kamu kenapa nangis?" Tanya Aruka kemudian ia memeluk Cikki.

Bukannya berhenti, Cikki malah menangis lebih kencang, ia paling tidak bisa kalau sedang menangid terus ada yang bertanya kenapa.

"Adhanna, Ramiera. Cikki kenapa?" Tanya Aruka, Aruka memang sangat dewasa ia takut ada hal buruk yang terjadi kepada Cikki.

Bukannya berbicara, Adhanna dan Rami malah menunduk. Mereka takut salah berbicara.

"Adhanna, Ramiera, kakak tanya sekali lagi, Cikki kenapa? Kenapa kalian diem aja?!" Tanya Aruka. Nadanya mulai meninggi karena ia sangat khawatir.

"Ramiera, kakak gak pernah pake nada tinggi kayak gini kalo ngomong dan sekarang kakak tanya. Apa yang terjadi, kenapa Cikki nangis dan dimana Kak Jisya."

Mata Rami mulai berkaca-kaca, ia kemudian menghela nafas dan mulai bersuara.

"Kakak, tadi ada tiga orang laki-laki datang. Aku sama yang lain nggak tau gimana kejadian yang sebenarnya karena Kak Jisya nyuruh aku sama yang lain buat ngumpet. Tapi sependengaran kami, mereka mencari kak Aru sambil marah-marah. Mereka juga nampar kak Jisya terus nyeret kak Jisya biar ikut sama mereka." Ucapnya. Rami kemudian mengusap air matanya.

"Mereka cari kakak?" Tanyanya lagi.

"Kak Aru. Mereka nyari lo, mereka ada tiga orang, yang pertama udah agak tua yang kedua mukanya kayak lo tapi versi lebih sangar sama yang ketiga dia lebih kasar. Karena gue liat dari tadi dia yang seret kak Jisya." Sekarang Adhanna yang bersuara.

Going Home 🏡 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang