III. Kisah Kita

695 92 3
                                    

"Kalian boleh, kok bercerita kapan saja ke Kakak. Malahan, Kakak bakalan seneng kalau kalian mau berbagi dengan kakak...."

Semuanya masih hening. Kak Jisya belum membuka mulutnya lagi karena ia sangat amat menunggu salah satu dari mereka untuk berbicara.

Semuanya menunduk kecuali Rami dan Cikki. Kak Jisya makin yakin, mereka yang menunduk adalah anak anak dengan kisah menyedihkan dibaliknya.

"Aru anak terakhir dengan kakak yang semuanya laki-laki. Ibu Aru meninggal karena jadi korban kekerasan rumah tangga oleh Ayah..."

Suara Aruka menjadi lebih berat, dan ia semakin menunduk. "Dari umur lima belas, Aru kehilangan Ibu. Ayah semakin arogan dan sering mabuk, kadang Ayah juga bawa cewek sembarangan ke rumah. Kakak pertama Aru jadi pecandu narkoba. Kakak selalu marah kalau Aru tidak memberikan uang sekolah Aru ke kakak. Kakak kedua Aru menjadi mitra penjual orang. Aru tau itu waktu umur Aru tujuh belas dan untungnya Aru selalu memiliki kesempatan untuk lari dari rumah."

Kali ini, tangisannya benar benar tidak bisa ditahan, Aruka menangis. Sebelumnya, ia tidak pernah ingin menangis di depan banyak orang. "Akhirnya, Aru memberanikan diri buat pergi dari rumah dan Aru menemukan kost-an kakak..." Suaranya benar benar bergetar. Aruka menangis seakan-akan dia meluapkan semuanya.

Semua yang ada di sana sangat terkejut, banyak yang mengira Aruka melarikan diri dari rumah karena memang kesalahannya, tapi ternyata banyak hal yang ia tanggung sendiri.

Dengan sigap, Kak Jisya membawa Aruka ke pelukannya. Kak Jisya mengusap rambut Aruka dengan lembut. "Aruka, sekarang Aruka adalah adik kakak. Kalian semua adalah adik kakak. Kakak menyuruh kalian untuk bercerita bukan berarti kakak mau kalian mengenang masa lalu yang menyakitkan seperti yang dialami oleh Aru. Tapi agar kalian lebih terbuka dengan kakak, dan kakak bisa memahami kalian..."

"Kak Jisya... Adhanna juga sama." Ucapnya, Jisya belum mengerti bagian "sama" nya itu di sebelah mana. kemudian ia menatap Adhanna.

"Ayah dan Ibu sering memperjualbelikan anak dibawah umur kepada om om. Adhanna adalah mantan calon yang diperjualbelikan. Ayah dan Ibu terobsesi dengan uang. Padahal, Adhanna sudah diterima menjadi model untuk salah satu brand lokal. Tapi Ibu Adhanna dengan sengaja memutuskan kontraknya secara sepihak, kata Ibu, Adhanna akan lebih bahagia kalau Adhanna bersama om om. Kak, demi apapun, sebelum di buang oleh mereka pun, Adhanna lebih baik kabur dari rumah daripada harus menjadi korbannya." Ucap Adhanna.

Sekali lagi, Kak Jisya terkejut. Sungguh, bagaimana bisa ada orangtua yang tega menjual anaknya? "Adhanna, Aruka, kalian anak hebat. Kalian berani memilih jalan yang bertentangan dengan keinginan keluarga kalian. Kedepannya, Kak Jisya akan bantu kalian semua supaya kalian bisa menjadi sukses ya?" Adhanna tersenyum, sebenarnya hatinya sakit, tapi Adhanna benar benar tidak bisa menangis.

Aruka sudah mulai berhenti dari isakannya. Matanya menjadi agak sembab, namun setidaknya ia bisa membagi kisahnya dengan orang yang baik.

"Kalau Asya? Kak Jisya lihat, Asya sangat pendiam, kenapa?" Tanyanya.

"Asya lahir dari keluarga yang cukup berada, kak. Makanya Asya bisa berteman baik sama Aritha. Tapi waktu Ibu meninggal, terus Ayah menikah lagi, hidup Asya benar benar berubah. Asya yang tadinya ceria, sekarang tidak bisa se ceria dulu. Asya selau merasa lelah, Kak. Hidup Asya yang tadinya seperti seorang Putri seperti Aritha, tiba tiba berubah. Asya dijadikan pembantu oleh ibu tiri Asya sejak ayah meninggal. Kadang, Asya sampai tidak sekolah hanya untuk menjaga rumah karena Ibu dan kakak tiri Asya akan pergi." Ucapannya terhenti.

Aritha yang ada di samping Asya pun mengusap tangannya, kemudian Asya tersenyum dan melanjutkan ceritanya.

"Asya capek, karena Asya bukan pembantu ibu tiri Asya. Asya sempat menyerah, tapi untungnya masih ada Aritha yang bisa menenangkan Asya." Kemudian Asya memeluk Aritha, dan Aritha pun tersenyum.

"Asya, I will always with you." Ucap Aritha kemudian Asya tersenyum.

"Asya, Kakak kira cerita begitu hanya ada di dongeng lhoo. Asya juga hebat, Asya berani membuat keputusan yang sebenarnya agak sulit."

"Kak, I juga mau cerita, boleh?" Aritha menatap Kak Jisya, takutnya ia tidak bisa bercerita hanya karena Aritha tidak terlihat se sedih mereka.

Kak Jisya mengangguk, Aritha berterimakasih kemudian dia mulai menceritakan kehidupannya.

"Kak Jisya, maybe you liat I kayak anak-anak manja yang dari kecil gak bisa apa-apa. Meskipun itu bener, tapi itu karena I gak pernah dapet didikan langsung dari Mami atau Papi I. Dari kecil I hidup sama lima art, dan tiga bodyguard. I tau mereka semua sayang sama I, buktinya mereka udah pasang poster kehilangan sama posting foto I di berbagai media sosial. But, it's because Mami sama Papi gak pernah punya waktu buat I! I juga pengen kayak orang-orang kalau ada acara yang datang itu Mami atau gak Papi. Tapi nihil. Mereka gak pernah ada, mereka gila kerja, Kak. Selama sekolah, I kemana-mana sama ART dan Bodyguard. I juga pengen kayak yang lain, yang punya waktu weekend buat family time. Tapi kayaknya Mami and Papi gak bisa ngasih itu buat I. I sakit hati, terus I inisiatif ajak Asya pergi, ternyata Asya juga sama, lagi capek sama kehidupannya. Dan berakhirlah kita disini..." Ucapnya, suaranya bergetar, Aritha sepertinya akan menangis tetapi Asya dengan sigap memeluknya.

"Kakak bangga sama kalian, meskipun kakak juga belum bisa memberikan keputusan apakah tindakan kalian ini benar atau salah. Tapi, selama kalian menjadi anggota Gendisha Kost, kakak akan tetap menjadi kakak sekaligus orangtua kedua untuk kalian." Kak Jisya mengatakannya sembari tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.

Ia tidak pernah mengatakan hal ini kepada siapapun sebelumnya, ia juga tidak bisa merasakan bagaimana mempunyai adik karena ia adalah anak bungsu dari keluarga Hussain.

Namun, sebisa mungkin ia akan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya ini.

Kali ini Aurora. Ia sudah mengangkat kepalanya seakan ia memberi kode kalau ia akan berbicara.

"Aku Aurora Evangeline. Kalian pasti gak asing kan sama nama itu? Aku emang Aurora si aktris pendatang yang dikabarkan "meninggal". Tapi buktinya, sampai sekarang aku masih hidup. Aku masih berdiri disini, aku juga masih bisa kalian lihat. Aku jadi korban temenku sendiri, Grace Hye. Sebelumnya, aku di sandera selama seminggu, dengan tiga orang sebagai penjaga. Semakin kesini, Grace semakin pengen aku meninggal. Sampai akhirnya kemarin kemarin aku akan dibvnvh oleh mereka. Tapi aku berhasil kabur. Tapi bagaimanapun, tetap saja Grace memalsukan kematian aku dan membuat orang-orang percaya kalau aku memang sudah meninggal." Ucapnya. Semuanya terkejut, terlebih lagi Adhanna. Dugaannya tentang Aurora adalah Aktris itu benar.

"Aurora, gue kira tadi sore lo bercanda soal lo adalah Aurora. Gue minta maaf!" Ucap Adhanna kepada Aurora, sedangkan Aurora hanya tersenyum.

"Gapapa, Kak. Gue yakin kok banyak orang yang gak percaya kalau gue masih hidup." Ucapnya, ia tidak mempermasalahkan itu semua, kok.

"Jadi, gue mau berusaha membangun kembali citra gue tanpa bantuan dari siapapun."

"Aurora, mulai sekarang kamu harus mulai audisi akting lagi. Sayang banget kalau kamu menyianyiakan bakat emas kamu." Ucap Jisya, tentu saja Aurora mengangguk.

"Makasih kak dukungannya."

"Kalau Rami... Rami berasal dari panti asuhan. Rami di buang oleh ibu kandung Rami, tapi tuhan ternyata sangat sayang kepada Rami. Buktinya, Rami mendapatkan keluarga yang sangat baik di Panti." Rami mulai bercerita, ia tidak memiliki kisah sedih seperti semua yang ada di sini, tapi meskipun begitu, Rami tetap mencari tahu kok siapa orangtua Rami yang sebenarnya.

"Kalo aku... Aku kesini cuma buat SMA disini, aku keponakan dari temennya Kak Jisya." Ucap Cikki.

Kak Jisya tersenyum. "Kakak bahagia, rencana yang kakak susun ternyata berjalan dengan baik. Kakak berencana untuk mendekatkan kalian satu sama lain, tapi kakak bingung harus bagaimana. Hingga akhirnya, kakak inget kalau dari sharing-sharing kita semua bisa menjadi deket."

"Kakak harap, kalian bisa berteman baik satu sama lain ya? Dan kakak harap, kalian semua jangan merasa sendiri karena sekarang kakak adalah keluarga kalian."

Semuanya tersenyum, suasana kembali menghangat dan mereka semua melanjutkan bercerita. Mulai dari Rami yang bertanya bagaimana Kak Jisya saat masih kecil sampai kenapa kak Jisya memiliki usaha kost untuk usahanya.









[warning : hampir 1200 kata. hope u like it!]

Going Home 🏡 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang