XXV. Terkenang Selamanya [END]

730 63 25
                                    

"Saudari Jisya, sudah meninggalkan kita semua."

Waktu seakan berhenti, dunia seakan tidak berwarna, tangisan para Gendisha pecah.

Cikki yang masih mencerna semuanya merasa pusing, hingga akhirnya matanya tertutup.

Semuanya berakhir dengan tangisan, jenazah kak Jisya dibawa ke rumah selaku tempat tinggalnya yang mutlak.

Baik dari kost pemuda pancasila dan dari Gendisha, semuanya sudah berpakaian serba hitam.

Yang terus-terusan menangis adalah Rami. Ia ingin sekali menyalahkan dirinya atas kekhawatirannya, namun apa boleh buat.

Sama halnya dengan Theo yang baru sampai, baru saja ia menitipkan Jisya kepada Aruka dengan iming-iming calon kakak ipar.

Bang Theo duduk tepat disamping wajah kak Jisya. "Princess. Kamu bilang aku harus dapetin restu dari ayah kan? Aku udah dapet! Terus kamu juga bilang aku harus mandiri punya kerjaan sendiri kan? Aku juga udah dapet sayang... Princess kenapa kamu ninggalin aku? Kita, udah punya janji kan?" Ucapnya, mulutnya terus bergetar meningkat hal apa saja yang pernah kak Jisya sampaikan.

"Abang udah.." Aruka menenangkan abangnya. Ia tahu, menjadi Theo pasti sakit.

"Kak, kita semua kumpul, Gendisha with Pemuda Pancasila ada disini. Tadinya mau seru-seruan, eh kakaknya pulang duluan. Kak, kenapa kakak pergi secepat ini?" Aurora menangis. Ia ingat waktu itu bang Bobby pernah bilang kalau bang Bobby akan mengajak Pemuda Pancasila dan Gendisha main bersama.

Namun hasilnya nihil. Bang Bobby terlihat sangat lemas, seperti tidak ada gairah dihidupnya. Sepupu satu-satunya yang tumbuh bersamanya, malah pergi duluan meninggalkannya.

Karena bang Bobby sudah tidak kuat melihatnya, diapun pergi dari ruang tengah menuju balkon.

Disana ayah juga melamun, sungguh malang nasibnya. Sudah ditinggal oleh putranya, sekarang putrinya.

"Om, sabar ya. Aikal pasti kangen Jisya, makanya dia jemput kakaknya." Ucap Bobby sambil menepuk pelan pundak ayah.

"Aikal sama Kakak emang deket, Bob. Gak heran kalo dia kangen kakaknya." Ujar sang ayah.

Sedangkan bunda, bunda masih belum sadarkan diri. Bunda sudah dua kali pingsan karena masih belum bisa menerima kenyataan bahwa kak Jisya sudah tidak bersamanya lagi.

Orang yang mrnemani bunda didalam adalah Rami. Rami terus menerus memegang tangan bunda agar bunda cepat sadar dari pingsannya.

Semuanya menangis, Aritha, Asya, dan Adhanna adalah orang yang paling sibuk membantu menyiapkan semuanya. Dari mulai bunga, air, hingga amplop untuk yang membantu memakamkan jenazah kak Jisya.

Setelah beberapa menit, bunda tersadar dan kemudian ia turun menuju ruang bawah sambil dibantu Rami. Kak Jisya sudah siap untuk dimakamkan.

"Ayah sudah ikhlas, kak. Kakak disana harus jagain adik ya?" Ucap ayah sebelum jenazah kak Jisya dinaikkan ke atas.....

Semuanya sudah selesai. Makam sudah selesai dan orang-orang sudah pergi, hanya terdapat ayah, bunda, bang Bobby dan anak-anak Gendisha.

Sedangkan para Pemuda Pancasila terpaksa harus pulang terlebih dahulu dengan bang Theo.

"Kakak, kakak doain ya semoga adik-adik Gendisha kakak bisa sukses dan jadi orang yang mandiri kayak kakak. Doain juga, semoga Theo bisa dapetin jodoh yang baik ya.." Ucap Bunda sambil mengusap tanah kuburan kak Jisya.

"Kakak, Aru mewakili semuanya izin pamit ya. Makasih banyak kakak udah sayang sama kita, Aru, Ritha, Asya, Hanna, Rami, Aur, maupun Cikki udah ikhlas atas kepergian kakak." Ucap Aruka.

Semuanya pergi dari sana, meninggalkan kuburan yang masih basah dan penuh dengan bunga.

Sesampainya di rumah Ayah dan Bunda, para gadis Gendisha memutuskan untuk menginap sampai tujuh hari. Tentu saja, bunda menyetujuinya.

Ayah juga bilang, kalau setelah tujuh hari, kost-an Gendisha akan resmi dipegang oleh Bunda.

Bunda dan Ayah sudah tidak memilki keturunan untuk meneruskan usaha kost-kostannya.

Kedua buah hatinya sudah pergi, dua-duanya dengan kisah yang sama, yaitu kecelakaan. Bunda selalu mengatakan bahwa semuanya pasti akan ada masa yang indah bahkan dibalik kisah se sedih ini.

Sebenarnya, bunda memiliki satu keponakan lagi, namanya Airen. Kebetulan, Airen ini adalah kakak sepupu dari kak Jisya yang sudah berkeluarga dan mempunyai buah hati. Nama suaminya adalah Septian, dan putri kecilnya, Yessy.

Tadinya, kost-an Gendisha akan diserahkan kepada kak Airen, tapi setelah dipikir-pikir mungkin kak Airen akan mendapatkan kost-an Gendisha setelah satu atau dua tahun setelah kematian kak Jisya.

Semuanya sudah beranjak dari ruang tengah menuju kamar tamu, beruntungnya, kamar tamu di rumah bunda ada dua, yang dimana setiap kamarnya memiliki ruangan yang cukup untuk tiga sampai empat orang.

Di kamar satu, terdapat Cikki, Aritha, dan Aurora. Di kamar lainnya terdapat Aruka, Ramiera, Adhanna, dan Asya.

Mereka semua tidak luput dari kesedihan. Mereka semua selalu berbagi hal-hal yang indah saat mereka bersama kak Jisya.

Setelah ini, mereka berharap semoga kak Jisya selalu tenang dan berbahagia di sana.


"Kak, kita semua sayang sama kakak, dan selalu bakalan menjadi adik kakak."

Ucap mereka di tempat yang berbeda. Semoga dengan ucapan terakhir mereka, mereka bisa membuat kak Jisya tersenyum disana.

— . ݁₊ ⊹ . ݁˖ . ݁ —











END!

Guys! Terimakasih sudah membaca Going Home dari awal sampai akhir. Aku gak nyangka aku bisa sampai di titik ini.

Terimakasih karena selalu mendukung Going Home, rerinwboys, & BabyMonster.

Tolong selalu berikan banyak cinta untuk BABYMONSTER & Akun ini. Aku bukan apa apa tanpa para readers aku.

Jangan lupa follow untuk cerita Baby Monster yang lain ya!

Komen disini untuk memberikan Kesan & Pesan untuk aku dan cerita Going Home →→→

Komen disini untuk mengungkapkan perasaan kalian setelah membaca Going Home →→→

See you soon! Tungguin cerita baru aku yaaa! Jangan lupa follow teman-temanku <3

Going Home, end.
20 Mei 2024.
©® : Rerinwboys.

Big love!

Going Home 🏡 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang