“Bagiku, engkau bagaikan mutiara yang selalu indah dipandanganku.”
—Afif Rafasya As-shidiq
.
.
.
.Kerutan tipis nampak terlihat pada kening perempuan yang berada didalam kamar mandi ini. Nafas menggebu-gebu dan tatapan tak percaya setelah melihat benda yang ia pegang. Didalam kamar mandi begitu hening, hanya ada suara percikan sedikit air yang keluar dari keran.
Dengan menutup mulutnya yang tak percaya, perempuan ini tanpa sadar air matanya terjatuh begitu saja mengenai tangannya.
Yah, itu Afifah yang sedang menatap nanar pada tespack yang ia pegang saat ini. Itu tespack! Dua bulan berlalu dan hasilnya benar-benar dua garis merah yang menandakan bahwa dirinya hamil.
Walaupun dirinya tahu jika ini akan terjadi, tapi ia juga terkejut dan tak percaya saat melihat beberapa tespack yang sama hasilnya.
••••••••••••
Suasana pagi ini begitu cerah, matahari yang menyorot dan angin yang sejuk mengenai laki-laki yang tengah duduk dikursi yang berada dibalkon itu tenang sembari melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an yang sedang ia baca.
Sampai akhirnya dirinya mengakhiri bacaannya dan menutup mushafnya, ia beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam untuk menyimpan Al-Qur'an.
"Gus," panggil sang istri yang baru saja keluar dari kamar mandi, membuat sang empu menoleh.
"Iya?" laki-laki ini kemudian menghampiri.
"Gus, aku mau bicara." ucap Afifah yang terus berjalan menuju kasur dan duduk disana. Ia mengelus kasur menyuruh suaminya untuk duduk disana.
Afif menurut. Ia menatap wajah istrinya yang begitu serius. "Kenapa?"
Afifah menunduk merasa bersalah. "Aku hamil, Gus."perempuan ini memberikan tespack pada suaminya.
Afif menerima, dan menatap tespack itu.
"Maaf," ucap Afifah, lagi lagi perempuan ini meneteskan air matanya.
Afif tersenyum. "Alhamdulillah, ini rezeki dari Allah." ucapnya membuat Afifah menatapnya.
"Gus kenapa nggak marah?"
Afif terkekeh. "Untuk apa saya marah? Bukannya dari awal saya sudah mengetahui bahwa anak yang sudah tumbuh diperut kamu itu bukan anak saya? Saya menikahi kamu, supaya kamu bisa kuat."
"Kamu kehilangan orangtua kamu, yang seharusnya ada disisi kamu saat kamu hancur waktu itu. Kalo tidak ada saya, mungkin kamu sudah menyerah malam itu. Saya nggak mau kamu menyerah, makanya saya nikahi kamu."
"Tapi, Gus—"
"Untuk saat ini, kita rawat baik-baik kandungan kamu, sampai anak itu lahir. Begitupun nanti kalo anak itu lahir, kita harus rawat baik-baik. Anak itu nggak salah, yang salah adalah laki-laki brengsek itu."
"Ini bukan anak Gus,"
"Saya akan menerima anak itu dan saya anggap anak itu anak saya karna saya sudah menikahi kamu. Walaupun kita belum pernah berhubungan, tapi anggap saja saya bertanggung jawab dan anggap saya Ayah dari anak itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH KITA
SpiritualSequel "Suami Rahasia" Seorang cucu pemilik pondok pesantren yang menikahi seorang santri yang mengaguminya secara diam-diam karena dilecehkan oleh laki-laki tak bertanggung jawab. Yang ternyata, teman dekatnya lah yang melecehkan istrinya. "Satu-s...