"Kalo nggak ada yang dibicarakan selain membicarakan istri saya, silahkan pergi."
Afif kembali menutup pintunya dan kembali ke kamar. Saat itu juga Maureen berdecak kesal.
"Ganteng-ganteng milihnya cewe murahan yang udah hamil sama orang lain." ucapnya yang terus pergi.
Saat memasuki kamar dan melihat istrinya tengah menangis, ia menghampiri. "Bub, kamu kenapa?"
Afifah tak menjawab, ia hanya menangis.
"Bub?"
"A', sesakit ini kah menjadi perempuan yang pernah kotor? Ini bukan keinginan aku, bukan keinginan aku hamil diluar nikah."
Afif terdiam, ia merasa bahwa Afifah mendengar percakapan ia dan Maureen tadi sampai-sampai bisa seperti ini.
"Dulu aku memang mengagumi Aa', tapi tidak dengan cara seperti ini. Ini bukan keinginan aku menikah dengan Aa' dengan cara seperti ini."
"Aku tau ini takdir, tapi nggak baik." ucap Afifah dengan isak tangisnya. "Kalo Aa' mau, kita pisah saja setelah anak ini lahir, aku bisa kembali ke rumah Paman atau Ibu."
"Apaan sih, Aa' nggak mau." Afif menggeleng.
"Pasti dikampus Aa' selalu diomongin sama orang-orang karna nikah sama perempuan kotor kaya aku."
"Dari awal kita menikah, Aa' nggak ada niat sama sekali untuk berpisah setelah anak ini lahir. Aa' anggap ini anak Aa', Aa' sama Aksa sampai detik ini masih belum bisa baikan karna anak ini, untuk apa Aa' pisah kalau dari awal Aa' ingin tanggung jawab?"
"Supaya Aa' bisa fokus kuliah tanpa menghiraukan aku sama anak ini nantinya."
"Nggak mau. Kalo emang mau pisah, dari awal Aa' nggak akan nikah sama kamu. Perempuan tadi ucapannya emang seperti itu, jangan didengar apalagi dimasukan kedalam hati, nggak ada gunanya. Siapa mereka memangnya mengurus hidup kita, hidup mereka saja ribet."
"Kita kan mau bangun keluarga kecil yang bahagia, masa gara-gara ucapan perempuan itu kamu tumbang?"
"Aa' nggak merasakan apa yang aku rasakan, makanya Aa' ngomong kaya gitu. Aa' nggak tau gimana rasanya jadi perempuan yang hina, kotor bahkan korban hamil diluar nikah."
"Aa' tau, Bub."
"Apa yang Aa' tau?!" Afifah berdiri sembari menatap suaminya. "Aku mencoba untuk tidak memikirkan itu, tapi nggak bisa. Aku nggak bisa menjaga diri, aku sudah melakukan apa yang Allah larang, yang Allah haramkan."
Afif hanya terdiam mendengar ucapan istrinya. Ia tak kesal atau marah, ia hanya mengertikan istrinya yang sedang mengeluarkan unek-uneknya.
"Udah?" tanya Afif disaat istrinya tak mengucapkan apapun, hanya menangis.
Afif tersenyum dan berdiri kemudian memeluk istrinya. "Aa' ngerti kamu lagi sensitif, bawaan bayi. Salah kalo Aa' marahin kamu, harusnya Aa' cukup mendengarkan apa yang kamu ucapkan dan menuruti apa mau kamu."
"Hiks.... Hiks.... Hiks...."
"Maafin Aa' yang masih belum bisa bikin kamu bahagia," Afif mengecup kening sang istri.
•••••••••••••
"Aksa! Tunggu!" teriak perempuan ini berlari menghampiri.
Laki-laki itu menghela nafasnya dan memasang wajah tak suka. "Penting banget lo manggil gue?" ucapnya sembari berjalan disaat Maureen berada disampingnya.
"Banget, Sa. Kata lo Afif sama istrinya mau cerai setelah anak lo lahir, tadi gue tanya ke Afif kok katanya nggak?"
Aksa membulatkan matanya dan berhenti melangkah sembari menoleh. "Gue bilang? Kapan gue bilang gitu, ada kah gue cerita kalo itu anak gue? Dapet info dari mana?"

KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH KITA
רוחניSequel "Suami Rahasia" Seorang cucu pemilik pondok pesantren yang menikahi seorang santri yang mengaguminya secara diam-diam karena dilecehkan oleh laki-laki tak bertanggung jawab. Yang ternyata, teman dekatnya lah yang melecehkan istrinya. "Satu-s...