Hari demi hari berlalu, Afif yang sudah membaik kini sudah menjalankan aktivitasnya, bekerja dan kuliah. Begitupun Afifah, saat ini ia sedang bercermin sembari tersenyum menatap dirinya dengan pakaian yang Afif belikan kemarin.
Sungguh, ini akan menjadi baju yang paling ia suka dan sayangi. Sebab, suaminya yang membelikan bahkan sangat butuh perjuangan untuk membelinya.
"Cantik,"
Afif yang baru masuk ke dalam kamar dan melihat sang istri langsung tersenyum dan menghampiri dengan membawa sepiring sarapan.
"MasyaAllah, A'."
"MasyaAllah tabarakallah, cantik sekali." ucap Afif dengan tatapan mata yang terpukau.
"Bajunya?"
"Kamunya." Afif tersenyum.
"Kan ketutup cadar,"
"Kecantikan kamu masih kelihatan walaupun pakai cadar." ucap Afif membuat Afifah tersenyum. "Suka?"
"Suka banget. Ini akan menjadi baju yang sangat aku sayang, karna Aa' yang membelikan."
"Nanti Aa' belikan lagi, ya."
"Nggak usah, mahal harganya. Satu sudah cukup, yang penting punya." ucap Afifah menurunkan cadarnya yang menyatu dengan khimarnya.
Afif mengangguk sembari tersenyum. Ia benar-benar merasa bangga dan senang karna bisa membelikan apa yang istrinya inginkan.
"Suapin," Afif memberikan piringnya pada Afifah yang terus menerimanya.
Keduanya kemudian berjalan dan duduk dipinggiran kasur lalu Afifah mulai menyuapi suaminya.
"Kapan bisa makan sendiri?" tanya Afifah.
"Kalo kamu, Bunda nggak ada dirumah. Tapi, bisa sama Jiddah." ucapnya sembari mengunyah.
"Udah dewasa masih disuapin, nggak gentle banget."
Afif menelan makanannya dan menatap Afifah tajam. "Oh, nggak mau nyuapin? Yaudah kalo nggak mau." Afif memalingkan wajahnya.
"Bukan gitu, Aa' baperan ih..."
"Biarin,"
"Sini makan dulu, nanti kerjanya telat kalo lama."
"Nggak papa,"
"Aa', nih pesawat terbang datang...." Afifah mengayuhkan sendoknya menuju mulut Afif yang masih memalingkan wajahnya.
"Nggak, udah kenyang."
"Baru sedikit,"
"Minta maaf dulu," ucap Afif masih dengan memalingkan wajahnya.
"Minta maaf ya, Aa'. Nih, makan lagi."
"Masa minta maaf kaya gitu?" Afif menatap istrinya yang justru tersenyum dibalik cadarnya sebab gemas. "Istri kalo minta maaf harus cium tangan suami, harus cium pipi suami, harus peluk suami. Mana ada istri minta maaf cuman bilang aja?"
Afifah menghela nafasnya lalu menaruh piring pada meja dan meraih tangan Afif untuk disalimi. "Aku minta maaf ya, suamiku." ucapnya sebelum mencium pipi kanan kiri dan kening Afif.
Saat sudah mencium, ia justru memberikan bibirnya seraya meminta untuk dicium juga. Namun Afifah menggeleng.
"Nggak, peluk aja, ya?"
"Oh, bau?"
Lagi, Afifah menghela nafasnya dan langsung mencium bibir Afif yang seketika langsung tersenyum.
"Nggak perlu dipeluk, udah cukup." ucapnya tersenyum.
•••••••••••••

KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH KITA
SpiritualSequel "Suami Rahasia" Seorang cucu pemilik pondok pesantren yang menikahi seorang santri yang mengaguminya secara diam-diam karena dilecehkan oleh laki-laki tak bertanggung jawab. Yang ternyata, teman dekatnya lah yang melecehkan istrinya. "Satu-s...