11. PERNIKAHAN

1.5K 132 13
                                    

“Mungkin, ini adalah jalan yang terbaik dan skenario Allah agar aku bisa menikah denganmu.”

—Afifah As-syifa

.
.
.
.

Hari ini, semua orang sibuk dengan kesibukannya masing-masing diacara pernikahan Afif dan Afifah. Iya, hari ini mereka melangsungkan pernikahannya didalam pondok pesantren At-taqqi.

Acaranya elegan, tidak berlebihan dan juga tidak terlalu sederhana. Kyai Farhan mengundang para ulama-ulama yang akan menjadi saksi pernikahan sang cucu.

Laki-laki dengan jas putih dan peci berwarna hitam dikepala itu tampak terlihat tampan dari biasanya. Laki-laki yang duduk dihadapan wali, penghulu dan para santri-santri bahkan ulama ini benar-benar merasa gugup saat acara akan dimulai.

Sampai akhirnya ia menggenggam tangan Zen yang mana menjadi wali Afifah.

"Qabiltu nikahaha wa tajwijaha alal mahril madzkur haalan."

Suara yang menggema disetiap sudut tempat itu berhasil membuat para saksi menghela nafasnya lega, bahkan para santri-santri itu baper.

Siapa sangka, laki-laki yang selalu Afifah langitkan setiap malam itu kini sudah sah menjadi miliknya.

Setelah ijab qabul dilaksanakan, Afif berpindah ke pelaminan untuk menunggu Afifah yang masih ada didalam.

Tak lama kemudian, perempuan dengan baju gaun berwarna serba putih datang dengan digandeng oleh Tante dan temannya, ia dituntun untuk menghampiri pada Afif.

Posisi, Afif menghadap ke belakang sebelum mempelai wanita datang. Sampai akhirnya ia membalikan tubuhnya menghadap pada Afifah yang sudah berada disana.

Kedua mata Afif benar-benar tidak bisa berbohong, tatapan kagum dengan penampilan perempuan yang sudah menjadi istrinya ini membuat dirinya lupa akan segala hal.

"Perempuan cantik seperti kamu benar-benar tidak pantas untuk dibuang begitu saja." batin Afif.

Afifah meraih tangan Afif, lalu mencium punggung tangannya, disela-sela itu, Afif memegang ubun-ubun Afifah dan membacakan do'a. Setelah itu keduanya saling bertukaran cincin.

•••••••••••

"Selamat ya anak Bunda, semoga pernikahan kalian diridhoi Allah." ucap Alea setelah acaranya akan selesai, ia menghampiri kedua mempelai yang berada diatas pelaminan itu.

Alea tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, lalu ia memeluk sang putra. "Jadi anak yang bertanggung jawab ya, Sayang."

"Iya, Bunda."

Keduanya melepaskan pelukannya, giliran Alif yang memeluk putranya itu. "Selamat, Nak. Tanggung jawab kamu saat ini besar, bimbing istri kamu, dan jadilah kepala keluarga yang bertanggung jawab dan pekerja keras."

"Terima kasih, Abba."

Alea tersenyum, lalu memeluk perempuan yang berada disamping Afif ini, siapa jika bukan menantu barunya itu. "Selamat ya, Sayang. Jadi istri yang baik, jadi istri yanh ta'at pada suami."

"Terima kasih, Ning."

Alea melepaskan pelukannya. "Jangan panggil Ning lagi, ya. Bunda aja, karna Bunda sudah menjadi Bunda kamu juga."

Afifah tersenyum. "Iya, Bunda."

Ternyata, begini rasanya mempunyai Bunda, ia juga kembali merasakan pelukan hangat dari seorang Ibu setelah sekian lamanya ia tak memeluk Ibu kandungnya sendiri.

KISAH KITA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang