26. HADIAH

928 80 4
                                    

H A P P Y R E A D I N G

......

Setelah berbicara bahkan menenangkan dirinya setelah menangis beberapa saat, perempuan ini keluar dari dalam kamar mandi, dan didepan sana sudah ada suaminya yang terus menghampiri. Ia tak bisa ikut masuk, sebab ini toilet perempuan. Jika berbicara diluar, bisa-bisanya Aksa menguping.

"Gimana reaksi Paman?"

Afifah menghela nafasnya pelan dan tersenyum tipis.

"Nangis? Kenapa nangis?" Afif meraih pundak istrinya dan mengelus ujung kepalanya setelah melihat raut wajah istrinya yang akan menangis ini.

"Paman tidak mengizinkan?" tanyanya lagi.

Afifah mengangguk.

"Alasannya apa?"

"Paman nggak mau aku tinggal serumah dengan laki-laki yang sudah menghamili aku. Paman sampai bersumpah tak rela kalo aku tinggal sama Ibu."

Afif tersenyum, lalu mengelus tangan istrinya. "Berarti Paman takut,"

"Takut kenapa?"

"Takut kejadian itu terulang kembali."

"Kan ada Aa' yang jagain aku,"

"Ada Aa' bukan berarti nggak akan terjadi apa-apa. Bisa saja ketika Aa' lagi kerja atau kuliah."

"Intinya, Paman khawatir sama kamu. Paman nggak mau keponakan alias anak perempuannya ini terjadi apa-apa. Kamu bisa bertemu Ibu kapan pun yang kamu mau walaupun pisah rumah."

"Ya sudah," ucap Afifah tersenyum.

...

Keduanya masuk ke dalam ruangan yang mana disana Irish masih terbaring diatas brankar dan Aksa yang tengah duduk diatas kursi yang berada disamping sang Ibu sembari mengajaknya mengobrol.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam."

Irish tersenyum setelah keduanya masuk, beda halnya dengan Aksa yang justru memasang wajah malas.

"Dari mana saja kalian?"

"Dari luar sebentar, Bu." jawab Afifah tersenyum mulai mendekat pada sang Ibu.

"Besok jadi kan kamu pindah ke rumah Ibu? Kata Dokter, besok Ibu sudah boleh pulang." tanya Irish dengan wajah penuh antusias.

Afifah menatap wajah suaminya yang berada disampingnya, lalu kembali menatap Irish. "Maaf, Bu. Aku nggak bisa tinggal bersama Ibu."

Sontak Irish mengubah posisinya menjadi duduk. "Kenapa?"

"Paman Zen tidak mengizinkan aku untuk tinggal bersama Ibu,"

"Memangnya kenapa? Ibu juga berhak atas kamu, Sayang. Kamu anak Ibu, Ibu yang mengandung kamu."

"Iya, Afifah tau. Tapi, sedari bayi Afifah diurus oleh Paman sampai bisa sebesar ini. Afifah harus menurut pada Paman, Paman Zen adalah orangtua kedua setelah Ayah dan Ibu."

"Tapi Ibu juga berhak,"

Tiba-tiba saja Aksa beranjak dari duduknya dan berdecak. "Udah lah, Mah. Ngapain paksa dia? Biarin aja, ngapain juga tinggal bareng dirumah."

"Aksa, Afifah Kakak kamu. Kamu harus menghormatinya, dia sama-sama anak Mama."

"Jelas beda! Aku anak Mama, sedangkan dia anak buangan Mama!" ujar Aksa membuat Afifah dan Afif benar-benar terkejut.

"Aksa!" teriak Irish sebelum akhirnya Aksa keluar dari ruangan tersebut. "Anak ini benar-benar tidak mendengar ucapan orangtua!"

"Sudah, Bu. Lebih baik Ibu istirahat saja, supaya cepat pulih, besok kan Ibu mau pulang." ucap Afifah seraya menyuruh sang Ibu merebahkan tubuhnya.

KISAH KITA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang