“Laki-laki baik itu bukan yang menjaga sholatnya, melainkan yang bisa menjaga pandangannya dan menghormati wanita.”
—Afif Rafasya As-shidiq
.
.
.
.
.
.Pagi dihari weekend ini, kedua pasutri ini tengah berjogging diarea jalanan, keduanya berpakaian tertutup, istrinya memakai gamis, sedangkan suaminya memakai sarung dan baju koko berwarna putih, tak lupa dengan peci hitamnya yang hanya dipakai setengah, menampakan rambut depannya yang tak tertutup peci.
Awalnya, mereka hanya didepan rumah saja berjalan-jalan, tapi ternyata malah pergi ke sebuah taman. Sedangkan pekerjaan Afif, ia masuk sekitar jam 08:30 an, jadi ia sempat mengajak istrinya berjogging.
"Kamu duduk sebentar dikursi itu, saya mau beli minuman sebentar." ucap Afif sembari menunjuk ke arah kursi disana.
Afifah mengangguk. "Iya, Gus. Hati-hati."
"Iya, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Afif pergi, begitupun dengan Afifah. Ia pergi untuk duduk dikursi sana sembari menunggu suaminya membeli minuman.
Perempuan ini menghirup udara yang cukup segar pagi hari ini. Tapi, saat menghirup udara, ia melihat ke arah laki-laki yang tengah menyuapi putri kecilnya diarah sana, membuat dirinya teringat dengan sang Ayah.
"Anak itu beruntung bisa mendapatkan cinta pertamanya," ucapnya sembari tersenyum.
"Bagaimana keadaan Ayah, ya? Apa Ayah jadi menikah?" gumannya.
Sampai akhirnya perempuan ini dikejutkan oleh suaminya yang tiba-tiba ada dibelakangnya sembari berbisik, "Saya adalah cinta pertama kamu,"
Sontak ia langsung menoleh. "Eh, Gus."
Afif duduk disamping istrinya, lalu membuka tutup botol minuman itu setelahnya memberikan pada Afifah.
"Minum dulu," ucapnya sebelum dirinya pun meminum minumannya.
"Lagi lihatin anak sama laki-laki itu?" tanya Afif setelah dirinya minum, lalu menatap ke arah Ayah dan anak disana.
Afifah mengangguk. "Anak perempuan itu beruntung sekali bisa mendapatkan cinta pertamanya. Nggak kaya aku," ucapnya terkekeh pelan.
"Berarti kamu nggak anggap saya sebagai cinta pertama kamu?" ucap Afif membuat istrinya menoleh.
Ia menaikan kedua halisnya saat Afifah menoleh, membuat Afifah ingin terbang rasanya.
"Saya sama kamu tuh sebenarnya apa?"
"Y-ya suami istri, Gus."
"Terus? Kamu nggak anggap saya sebagai cinta pertama kamu setelah Ayah kamu?"
"Cinta pertama aku tetap Ayah, walaupun Ayah tidak seperti Ayah-Ayah orang lain, tapi aku tetap sayang sama Ayah, aku tetap menjadikan Ayah itu cinta pertama aku."
"Cinta kedua kamu, siapa?"
"Tidak ada yang namanya cinta kedua," ucap Afifah membuat Afif terdiam dan mengangguk kecewa.
"Tapi, ada lagi cinta pertama setelah Ayah aku." ucap Afifah membuat sang suami kembali menatapnya penuh harap, berharap dirinya lah yang menjadi cinta pertamanya.
"Siapa?"
Afifah tersenyum, lalu menatap suaminya. "Suami aku."
Rasanya, seperti ada kupu-kupu pada perut laki-laki yang tengah salah tingkah ini. Disela-sela keduanya tersenyum senyum, Afifah dialihkan pada sosok laki-laki yang tengah duduk dikursi yang berada diujung sana sembari bermain ponsel.

KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH KITA
SpiritüelSequel "Suami Rahasia" Seorang cucu pemilik pondok pesantren yang menikahi seorang santri yang mengaguminya secara diam-diam karena dilecehkan oleh laki-laki tak bertanggung jawab. Yang ternyata, teman dekatnya lah yang melecehkan istrinya. "Satu-s...