19. MEMAAFKAN

1.4K 110 2
                                        

H A P P Y  R E A D Y N G

-------

Ketiganya kini sudah berada diruangan tengah, mereka akan berbicara secara baik-baik dan Aksa akan menjelaskan semuanya pada temannya. Ia tidak mau seperti ini terus, apalagi sang Mama belum mengetahui tentang masalah ini, serapat rapatnya menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga baunya, itu yang Aksa takutkan, apalagi sang Mama mempunyai riwayat penyakit jantung yang pastinya akan terkejut dan malah menjadi kambuh.

Mungkin ia harus bicarakan baik-baik agar ia dan temannya tidak bermusuh-musuhan, apalagi kedua orangtua mereka saling mengetahui bahwa mereka berteman baik.

"Sebelumnya, gue minta maaf banyak-banyak sama lo, Fif. Soal kejadian malam itu sebenarnya gue lagi mabuk berat."

"Disitu, gue bener-bener lagi kecewa banget sama Bokap gue yang selingkuhin Nyokap gue, disitu Nyokap gue langsung drop dan sakit-sakitan. Dan gue, nggak bisa lakuin apa-apa selain mencari ketenangan dengan cara mabuk."

"Dan sekarang, gue mohon sama lo maafin gue karna gue udah.. Y-ya begitu lah. Gue harap kalian terima duit dari gue, anggap aja ini adalah tanggung jawab gue buat anak itu. Sebagai manapun, itu anak gue." Aksa menaruh uang berwarna merah satu gepok pada meja.

"Sebelumnya, saya juga minta maaf. Saya nggak bisa menerima uang dari kamu." ucap Afif kembali mendorong uang tersebut.

"Kenapa? Fif, lo temen baik gue. Kita udah temenan lama. Ini bukan bermaksud buat rendahin lo sebagai suami, tapi gue cuman mau tanggung jawab atas anak itu."

"Iya, saya tau. Tapi, saya nggak bisa nerima uang itu, karna saya mau mandiri untuk tanggung jawab istri saya dan anak ini."

"Alhamdulillah, saya sudah mendapatkan pekerjaan baru hari ini yang gajinya pun serius. Dan InsyaAllah, dengan pekerjaan ini saya bisa menabung untuk biaya lahiran anak ini." timpal Afif.

Aksa tersenyum kagum dengan temannya ini, walaupun ia tahu sang teman ini sangat berhati mulia. "Gue kagum sama lo. Mau sekecewa atau semarah apapun lo sama orang, lo pasti akan tetap memaafkan orang itu. Bahkan gue yang udah lecehkan istri lo. Dari dulu, sampai sekarang lo nggak pernah berubah."

"Allah saja maha pemaaf, masa saya nggak?"

"Semoga pernikahan lo sama istri lo awet sampai akhir hayat."

"Aamiin. Terima kasih." ucap Afif tersenyum sembari mengelus lutut istrinya yang berada disampingnya. "Saya mau ingatin sama kamu. Kalo ada masalah atau sedang kecewa, kamu jangan melakukan hal-hal aneh bahkan yang dibenci sama Allah. Lakukan ibadah yang bisa buat kamu tenang. Sholat, dzikir dan sholawat supaya kamu bisa tenang."

"Iya, makasi."

"Dan semoga masalah kamu cepat selesai dan Mama kamu cepat sembuh."

"Aamiin. Kalo gitu, gue pamit." Aksa beranjak dari duduknya. "Kalo lo butuh sesuatu, telfon gue, jangan sungkan."

"Iya."

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam."

Kedua pasutri ini menatap Aksa sampai tak terlihat oleh kedua matanya. Setelah itu, keduanya saling menatap.

"Kita nggak tau setiap masalah orang-orang, termasuk masalah Aksa yang cukup rumit. Pasti rasanya sakit banget kalo jadi anak brokenhome, kaya aku." ucap Afifah.

Afif tersenyum, lalu mengelus ujung kepala sang istri. "Kan ada Aa' yang selalu ada buat kamu." ucapnya tersenyum dan dibalas senyuman oleh Afifah.

"Aa' dapat kerjaan dimana? Dan kerja apa?"

"Aa' dapat pekerjaan disalah satu perusahaan teman Aa', Aa' jadi staff marketing diperusahaannya. Besok sudah mulai kerja."

"Untuk kuliah? Apa masih ada waktu?"

"Tenang saja. Kerjanya kan part time, jadi bisa diatur lah." ucapnya terkekeh. "Jadi, karna Aa' sudah dapat pekerjaan, Aa' mau traktir kamu makan diluar hari ini."

"Beneran?"

"Iya. Kamu boleh beli makanan apapun yang kamu mau, asal jangan banyak-banyak, nanti mubazir."

"Oke-oke."

"Setelah itu, kita susul Bunda ke pondok."

"Let's go!"

•••••••••••

Keduanya bermotoran sembari mencari-cari tempat makan yang Afifah inginkan, kali ini ia ingin pergi ke suatu tempat yang mana disana banyak yang berjualan makanan. Namun, saat sampai disana, ia bukan memilih makanan, melainkan melihat barang yang dimata begitu lucu didalam sana melalui kaca, namun saat melihat harganya, ia mundur.

"Kenapa?" tanya Afif saat istrinya berhenti berjalan dan beberapa detik melihat ke arah kaca yang banyak pajangan baju gamis syar'i set khimar berwarna taupe.

Afif yang paham pun tersenyum, namun saat melihat harganya, ia sedikit terkejut, harganya cukup mahal.

"Kamu mau baju itu?" tanya Afif menunjuk ke arah baju tersebut.

Afifah melipat kedua bibirnya sembari menggeleng. "Nggak jadi,"

"Kenapa?"

"Harganya mahal, mending dipake nabung buat lahiran, kan?" Afifah menaikan kedua halisnya sembari mengelus perutnya.

Rasanya, Afif benar-benar merasa gagal menjadi seorang suami yang membelikan baju keinginan istri saja ia tidak bisa.

"Ayo, A'. Kita cari makanan aja." Afifah menarik tangan Afif yang masih menatap baju itu.

"Semoga pas dapet rezeki, bajunya masih ada." batin Afif.

•••••••••••••

Suasana pondok pesantren At-taqqi kini sibuk, santri putra sibuk membuat tenda kecil-kecilan untuk acara besok yang mana akan ada acara santunan anak yatim piatu. Sedangkan santri putri, sibuk memasak dan membuat kue. Sekitar seribu anak-anak yatim piatu yang akan datang, mulai dari yang berumur 5-15 tahun.

Saat memasuki pesantren, kedua pasutri yang baru saja sampai ini berpencar alias pergi beda tempat. Afif berjalan ke rumah Khusni, sedangkan Afifah berjalan menuju dapur santri setelah ia diberi tahu oleh sang mertua bahwa akan ada acara dan mereka akan membuat makanan.

Sesampainya disana, dapur sangat ramai dipenuhi oleh para santri putri dengan kesibukannya masing-masing. Ada yang masak, membuat kue dan membungkus ke dalam kotak.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam." jawab mereka serentak dan matanya tertuju pada Afifah.

"Dih, dia ngapain sih disini?" batin Khaila dengan mata yang memasang bombastic side eye pada Afifah.

"Eh, menantu Bunda sudah datang. Sini, Sayang." suara itu berasal dari arah Alea yang tengah duduk bersama Khusni dan Azizah sembari memasukan kue pada kotak.

Afifah tersenyum, lalu menghampiri dan menyalimi punggung tangan Khusni, Alea dan Azizah.

"Baru datang, Nak?" tanya Khusni tersenyum.

"Na'am, Jiddah."

"Ayo bantu-bantu, Nak. Supaya cepat selesai." ujar Azizah dan dibalas anggukan oleh Afifah.

"Suami kamu kemana?" tanya Alea.

"Katanya ke rumah Jiddah, Bunda."

KISAH KITA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang