Happy Reading!!
Bantuan datang paling cepat 30 menit, sedangkan pintu toko kini sudah hampir terbuka. Tenaga Damian memang masih tersisa cukup banyak, tetapi dia kalah jumlah.
Hingga, pintu benar-benar terbuka. Para lawannya yang tadi menunggu pun berbondong-bondong masuk mencari keberadaan Damian dan Achera.
Damian membawa Achera bersembunyi di ruangan khusus karyawan. Untung saja pintunya juga terbuat dari baja anti peluru.
Achera terbangun, ia menelisik ke penjuru ruangan.
"Kita di mana?" tanyanya pada Damian.
Damian menempatkan jari telunjuk ke bibirnya sambil mendesis. "Ssssttttt, nanti mereka denger," bisik Damian.
Achera mengangguk.
Sepertinya takdir memang tidak berpihak pada Achera, pintu sudah terbuka dengan mudahnya. Siap atau tidak siap, mereka harus bertarung lagi. Keduanya hanya bisa berharap, semoga bantuan bisa lebih cepat tiba.
"Kita keluar dari toko ini," ucap Damian.
"Ya. Aku lebih dulu, kau menyusul di belakang. Pastikan pelurumu tepat sasaran," jawab Achera.
Achera menarik nafas, kemudian menghembuskannya. Ia menajamkan indera pendengarannya agar bisa mengetahui di mana letak peluru yang menuju ke arahnya.
Tangannya bergerak sigap menepis seluruh peluru sambil berlari sesekali melompati mayat yang tergeletak di lantai.
Di belakang Achera, jari-jari Damian menarik pelatuk dengan cepat, menghalangi lawan yang berada di titik buta Achera.
Achera yang sebenarnya sudah diambang batas kesadarannya, harus tetap sadar dan menghalau ratusan peluru.
Namun, usahanya tidak sia-sia. Keduanya sudah cukup jauh dari orang-orang asing itu. Setidaknya mereka masih bisa menjaga jarak aman.
Langkah Damian sudah bisa mengimbangi Achera, ia menarik tangan Achera membelok ke gang kecil. Damian mengintip sedikit apakah mereka masih jauh.
Memang benar, nasib mereka begitu sial. Di kawasan yang biasanya ramai kini sangat sepi seolah kota yang sudah lama tidak berpenghuni, musuh mereka malah masih bisa menemukan mereka.
Achera tidak kuat jika harus berlari lagi, ia menarik-narik kecil lengan kemeja Damian. "Tunggu di sini saja, aku lelah," ujarnya lemah.
Damian mengangguk. Wajar saja jika gadis itu kelelahan, mereka hampir satu jam menghadapi musuh yang tidak ada habisnya itu. Sudah Achera harus tetap berlari karena senjatanya jarak dekat, ditambah tenaganya yang tidak begitu banyak.
"Mau aku gendong?" tanya Damian.
Achera menatap garang laki-laki di depannya sambil memasang posisi bak akan menebas leher Damian. "Kau bilang apa barusan?" gumamnya dingin.
Damian bergidik, "tidak. Tidak ada," sanggah Damian. Tangannya reflek mengudara seakan tertangkap basah oleh polisi.
Terlalu larut dalam obrolan sampah itu, mereka tidak menyadari seseorang yang telah bersiap menarik pelatuknya ke arah Achera.
Dor!
Achera dan Damian kompak menoleh ke samping, di mana seorang dari mereka tumbang.
"Bagaimana bis—"
Ucapan Achera terpotong.
"KAU BAIK-BAIK SAJA, ACHERA!?" suara menggelegar dengan nada panik menggema di gang kecil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm the Antagonist's
FantasyAngin malam berbisik lembut. Mengalun, membuat daun-daun menari dengan teratur. Gelap, tetapi indah. Malam ini, malam di mana Sang Malaikat Maut Cantik akan mengambil satu nyawa. Elleonore, auranya bak dewi kegelapan. Rambutnya hitam legam. Mata taj...