23. Cafe

9.9K 428 5
                                    

Happy Reading!!

Achera sudah bisa beraktivitas seperti biasa. Bersekolah, dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tambahan. Ia akan mengikuti kompetisi memanah satu bulan lagi.

"Achera udah pulang? Udah baikan?"

Wah. Sudah cukup lama Achera tidak melihat Celia. Keduanya saling bertolakbelakang. Achera yang lebih sibuk dengan urusan dunia bawah bersama Veronica. Sebaliknya, Celia lebih fokus untuk pendekatan dengan keluarga William.

Berbagai dorongan dan paksaan dari atasannya membuat Celia merasa tertekan. Keluarga William, teman di sekolah, juga Daniel, semuanya mendekati Celia hanya karena alasan tersendiri, bukan karena benar-benar ingin dekat.

"Seperti yang kau lihat, aku baik," ketus Achera.

Achera tidak tahan berlama-lama menghirup oksigen yang sama dengan Celia, ia bergegas pergi ke kamarnya.

"Kapan aku bisa dapet orang yang sayang sama aku, ya? Aku cuma mau disayang dengan tulus, bukan pura-pura. Haha, mimpi, Cel," batin Celia miris.

"Anak buangan kaya aku emang ga pantes dapet kasih sayang dari siapapun," hembus Celia.

Kepalanya menunduk, menatap organ gerak bawahannya sambil tertawa sendu. "Aku, 'kan cuma pion," lanjutnya.

⊂⁠(⁠◉⁠‿⁠◉⁠)⁠つ

Seorang pemuda tengah duduk bersantai di kantin ketika jam istirahat tiba. Ia dengan seorang gadis di sisinya tampak mesra saat makan.

Keduanya saling menyuapi satu sama lain, ditemani canda tawa dan ocehan tidak bermutu dari sang gadis.

Daniel, pemuda tersebut, tidak pernah bosan menanggapi berbagai kalimat yang terucap dari mulut Celia.

"Terus, kakak tau? Aku di cat calling pas lagi jalan ke minimarket sama mas-mas jamet Facebook. Ih, jijik aku, kak," adu Celia.

Bibir Celia melengkung ke bawah, matanya menyorot melas, menyetak sebuah ekspresi sedih.

Daniel tertegun sejenak melihat ekspresi wajah Celia. Ia teringat akan Achera yang dulu. Achera yang selalu ekspresif pada siapa saja. Achera yang sangat semangat ketika menceritakan sesuatu, meskipun tidak penting.

Andai saja, Daniel tidak menolak Achera. Pasti ia akan bahagia sepanjang hidupnya.

Celia yang menyadari perubahan raut wajah Daniel tersenyum kecut. Bahunya sedikit meluruh, dadanya bak terhimpit batu besar. Sesak, sakit, lengkap sudah.

Nyatanya, Daniel menjadikan Celia pasangan hanya karena wajah Celia sedikit mirip dengan Achera. Sikapnya pun sama. Karena Daniel menyesal menolak Achera, ia memilih Celia sebagai pengganti.

Celia tahu betul akan hal itu. Dia tidak ingin berharap lebih pada siapapun lagi. Namun, hal itu sulit dilakukan.

"Semua aja Achera. Kapan aku bisa kaya Achera? Aku juga mau diperhatiin, dipeduliin, apalagi disayang. Sebenarnya, apa dosaku di kehidupan sebelumnya hingga harus menjalani hari-hari bak narapidana rendahan," keluh Celia.

"Kakak mikirin apa? Kok bengong?" ucap Celia pada akhirnya. Ia tidak ingin terus diam.

"Eh? Engga ada, Cher," celetuk Daniel.

Daniel bahkan tidak sadar telah salah memanggil nama Celia.

"Achera lagi?" batin Celia.

Tak sanggup lagi menahan emosinya, Celia memutuskan kembali ke kelasnya. "Aku ke kelas duluan, ya, kak. Habis ini ada ulangan harian," pamit Celia.

I'm the Antagonist'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang