See you again

86 12 4
                                    


"Apa salah mu?" tanyaku ketus wajahku masih berpaling darinya, "Kau masih bertanya Sirius? Dan maaf jika aku bukan Arabella yang kau inginkan, nyatanya semua orang berubah bahkan kau sendiri berubah bukan Sirius?" kalimat-kalimat itu keluar berdesak-desakan dari mulut ku dan saat ku pandangi kembali wajah Sirius, wajah itu sekarang hampir sama dengan raut wajah ku.

"Apa maksudmu?" tanya nya belum mengerti nyatanya. "Apa maksud ku? Kau tahu betul apa maksud ku Sirius." Aku berdiri hendak beranjak darinya, dari Sirius yang ku kasihi, dari segala rasa pedih atas kecerobohan, kecerobohan atas dasar cinta. Sirius menangkap pergelangan tangan ku dan mengikat kelima jarinya pada pergelangan tangan ku, "Aku belum selesai Arabella." ujarnya sambil bangkit juga.

Aku menatapnya nanar, "Untuk apa aku masih disini? Kau mau aku presentasikan sebab akibat kecerobohan mu?" tanyaku nanar, tak pernah aku bersikap begitu dingin padanya bahkan hal ini membuat ku takut sedikit. "Apa maksudmu?" tanya nya masih belum mengerti atau tidak mau mengerti, "Oh ayolah Sirius, aku begitu muak, sangat, sangat, muak jika kau hanya mengulang pertanyaan mu. Apa semua lelaki begitu? Apa mereka begitu bodoh?" ketus ku tanpa kusadari ritme tarikan nafas ku sudah berganti dan mata ku mulai berair tapi aku mencoba sekuat tenaga untuk menahannya.

"Kau marah karena aku menjadikan mu taruhan dengan Louis?" tanya Sirius suaranya agak berbisik kali ini, "Bingo!" balasku mencoba untuk melepaskan genggaman Sirius tapi tak mencoba sekuat tenaga karena rasanya aku ingin 'dipegang' atau lebih tepatnya disentuh oleh rasa nyaman yang suatu bagian dari Sirius berikan.

"Baiklah, aku minta maaf, itu memang salahku, sepenuhnya. Tapi Arabella, aku sudah membayarnya. Tidakkah kau melihat mataku biru waktu itu? Saat Potter sembelit?" tanya Sirius suaranya terdengar tegas raut wajahnya cemas.

"Aku tidak peduli, bahkan mungkin aku akan berterima kasih pada Louis setelah ini, karena kau Sirius Black, kau memang pria bajingan. Aku tidak paham mengapa aku mencintaimu, cinta pada seorang lelaki yang membuatku sekedar menjadi bahan taruhan, begitu ironis nasib ku." kata per-kata keluar seiringan dengan pisau tajam tak kasat mata menusuk hati malang Sirius, aku tahu itu namun nyatanya aku tetap melontarkannya. Inilah hasil dari apa yang ku pendam, ternyata apa yang di pendam, di kubur, akan tumbuh menjadi sesuatu yang baru.

Sirius hanya menatapku dengan bingung tapi secara berkala aku dapat melihat amarah yang meresap pada matanya, hal yang paling di takuti oleh Sirius sekarang adalah apa yang dia utarakan di awal merupakan kebenaran, bahwa aku bukanlah Arabella yang dia kenal dahulu.

"Oh ya? Aku yakin kau sudah berterima kasih pada Louis setelah dia menghajar ku habis-habisan. Kau kira aku tidak tahu? Kau berduaan dengannya dalam satu gudang itu?" Nada suaranya tinggi, dan meskipun aku masih berdiri di depannya dengan raut wajah marah di dalam hatiku ada sudut dimana rasa takut mulai masuk.

"Sekarang kau mendengar rumor-rumor sampah yang biasanya disebarkan oleh pemuja mu, dan kau bilang aku yang berubah?" aku sudah tidak tahu tentang apa yang ku katakan lagi, aku sudah tidak bisa melihat arah pertengkaran kami, yang ku tahu adalah aku tidak boleh kalah dengan Sirius.

"Bella, kau sadar diri. Memang kau yang berubah kau tanya James, Remus, dan Peter, mereka pasti juga akan setuju. Kecuali kau bertanya pada antek-antek mu itu!" kali ini aku tidak bisa membiarkan Sirius menyerang kawan-kawan ku "Jangan bawa mereka pada perihal ini, Black." balas ku, aku berhasil melepaskan pergelangan tangan ku dari genggamannya.

"Kau tahu, aku maafkan segala kesalahanmu demi kita berdua dan kau hanya memikirkan harga dirimu, Black! Jangan salah kan aku karena kau babak belur akibat Louis, bukannya itu risiko dari keputusan mu sendiri? Dan maaf aku baru bisa mengungkapkannya sekarang tapi mengutarakan ini semua membuat ku lega, dan aku merasa kasihan pada diriku, diriku yang memaafkan mu terus menerus sebab aku kasihan padamu!" nada suara kami semakin meninggi dan aku berharap tiada yang mendengarnya.

"Aku tidak perlu rasa belas kasihan dari mu!" tegas Sirius balik. "Justru aku kasihan, begitu kasihan, pada dirimu si jenius yang tidak diberi pelajaran tentang cinta, dan kepada ku yang kau tinggal dengan mata biru untuk bercumbu dengan kekasih mu!"

"Aku tidak bercumbu dengan siapapun! Jangan kau kira aku seperti mu yang selalu saja berganti wanita seperti ayahmu!"

"Jangan bawa masalah keluarga dalam perihal ini, Bella" katanya berbisik halus memberi peringatan.

"Apa? Memang benar, buah tak jatuh jauh dari pohonnya." mungkin kalimatku terlalu kasar baginya, "Setidaknya aku masih dapat merasakan kehadiran kedua orang tua di rumah ku." ujarnya kini menyerangku. "Rumah apa? Kau 'menginap' di rumah James, menginap untuk selamanya bukan?"

"Aku lebih memilih itu, dibandingkan tumbuh besar dalam rumah besar yang berisi manusia-manusia dengan hati kecil."

Dadanya naik turun begitu berat, mungkin saja sama dengan ku sekarang. Aku bersyukur sedikit karena hening menjenguk kembali antara kami tapi kali ini ruang sudah penuh dengan kobaran api amarah dan cemburu. "Aku benci kau, Black." kata-kata itu terlontar begitu saja saat ku tatap matanya, mungkin itu yang dapat kulihat saat itu, perasaan benci.

"Oh ya?" tanyanya, mulutnya hanya terbuka sedikit saat dia mengatakan dua kata itu sehingga dia lebih tampak seperti bergumam.

"Ya, kau memang laki-laki bajingan yang berkata manis untuk bercumbu dengan wanita yang kau anggap 'menantang' bagimu. Dan aku begitu kasihan padamu, terlalu kasihan sampai tiada lagi perasaan untukmu selain rasa kasihan untukmu."

Dengan itu Sirius mengambil jaketnya yang tadi ditaruhnya di bawah lalu dia melangkah menjauh, "Mau kemana kau?" tanyaku sambil mengincar langkahnya, "Kau mau kemana? Kau lari dari pertengkaran ini?" tanyaku lagi berusaha menyamakan langkah dengannya yang hanya diam dengan wajah tertekuk masam.

"Ya, lari saja, bukannya itu yang selalu kau lakukan? Lari dari permasalahan, lari dari rumah, lari dari konsekuensi yang telah kau perbuat." lagi-lagi dia hanya diam sambil terus berjalan dengan cepat hampir meninggalkan aku dibelakang jika saja aku tidak mengambil langkah dengan cepat. Rasanya menakutkan saat dia tidak mau menjawab, apakah ini kemenangan bagiku? Inikah rasanya kemenangan? Bagaimana dengan kami setelah ini? Apakah aku harus minta maaf nanti?

"Benarkah? Kau akan pergi begitu saja? Baiklah, lari saja dari segalanya Sirius! Sembunyi saja! Bercumbu saja dengan pemuja-pemuja mu itu!"

Aku terkejut saat dia hanya membalas dengan satu kata, satu kata yang menyakiti seribu kata yang ku utarakan kepadanya tadi, kata itu adalah "Enyahlah." dan dengan satu kata itu langkah ku berhenti. Bukan karena kata itu yang membuatku berhenti, tapi nada keseriusan pada pengucapannya. Artinya, Sirius memang menginginkan ku enyah. Dia tidak lari dari pertengkaran kami, dia hanya tidak ingin aku ada di dekatnya. Dia tidak menginginkan ku. Dan ketika para siswa baru pulang dari hogsmeade, aku terdiam di tengah courtyard sambil duduk menatap ujung kaki ku dengan kepalaku yang memutar kejadian tadi terus menerus tanpa henti.

Kami akan baik-baik saja kan? Nantinya dia akan meminta maaf lagi kan? Ini hanya pertengkaran biasa saja kan? Iya kan?

A/N

HALO HALOOO AKU KEPENGEN NGEBUT AJAA SAMA CERITA INI KARENA BENTAR LAGI UJIAAAAAAAAAAAAAAAAAN

Jangan lupa vote+comment+share cerita aku dan singgah ke cerita aku yg lain juga yaa, byeee~

Dead Stars [Sirius Black] complete✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang