Boboiboy saat ini sudah benar-benar pulih, dia harap tulang pundaknya tidak geser lagi. Dia ingat beberapa bulan yang lalu ketika Taufan dimarahi oleh Gempa karena nekat ikut pertunjukan skateboard di taman.
Boboiboy ingin sekali kembali ke dimensinya, tetapi tidak ada orang dari dimensinya yang menjemput Boboiboy. Boboiboy sarapan sendirian, dia menghela napas pelan karena 8 bulan tinggal di sini itu cukup sulit.
Dia kesusahan untuk menyembunyikan kuasa elementalnya, tentang jam kuasanya dan identitasnya di dunia asalnya.
Rumah ini terasa sunyi, si 7 kembar itu saat ini tidak ada di rumah. Sudah sebulan mereka pergi keluar pulau bersama Amato.
“Boboiboy! Hari ini mereka pulang jemput mereka ke bandara ya!” teriakan dari tetangga sebelah terdengar sampai indra pendengaran Boboiboy.
“Iya!” Boboiboy mencuci piring, lalu pergi ke bandara naik ojek.
Bertepatan dengan itu, sebuah channel di TV menyiarkan berita tentang robot-robot yang terkena virus mulai menembaki manusia yang mereka temukan.
Entah dari mana datangnya robot itu, sudah banyak manusia yang terluka dan banyak yang tewas di tempat.
Di bandara.
Terlihat Solar menyeret kopernya yang besar, dia menoleh pada kembarannya. “Aku mau ke toilet dulu,” katanya sebelum berjalan menjauh.
“Cepat kembali,” kata Gempa, dia membawa tas ransel yang cukup besar.
Halilintar tak menjawab perkataan Solar, dia mengambil tasnya dari kursi.
“Ngapain Solar bawa koper sendirian sih? Kan ribet, lebih gampang bawa tas,” kata Blaze, dia memainkan game di ponsel milik Taufan.
Taufan sedang melihat Blaze main. “Solar kan orangnya suka yang ribet-ribet gitu,” sahutnya.
Sedangkan Duri terlihat memegangi perutnya yang berbunyi. “Aku lapar,” katanya sambil menarik ujung jaket Ice.
Ice melirik kembarannya. “Aku juga,” balasnya.
“Gempaaa, kami mau beli makanan dulu ya?” Duri berkata sambil menarik tangan Ice.
“Iya, hati-hati. Jangan sampai hilang!” Gempa mengatakan itu dengan nada bercanda.
“Siap!” Duri melakukan gerakan hormat, seperti hormat pada bendera saja.
Setelah itu tinggal empat kembar tertua yang ada di sana. Halilintar menghela napas pelan, dia ingin sekali pulang secepatnya.
Gempa sendiri sibuk menasehati Taufan dan Blaze yang bertengkar karena rebutan game.
“Biasanya Blaze nggak main pakai hp mu, kenapa sekarang pakai hp mu Fan?” tanya Gempa sambil menepuk pundak Taufan.
Taufan berdehem pelan. “Hp nya Blaze lupa dicas katanya,” jawabnya lalu rebutan ponselnya lagi dengan Blaze.
“Hentikan!”
Itu suara si kembar yang paling sulung, Halilintar mendorong pundak Taufan dan Blaze agar berhenti.
“Aduh! Kalah kan jadinya ...,” kata Blaze, dia meringis malu lalu mengembalikan ponsel milik Taufan saat ditatap tajam oleh si sulung.
Taufan mangap-mangap ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia urungkan karena Halilintar meliriknya dengan sinis.
“Buset, si Hali kayak bapak-bapak habis telat gajian mukanya, kayak mau marah-marah terus,” bisik Blaze, dia merangkul pundak Taufan agar mendekat.
“Apa kalian bilang?” Suara Halilintar yang berdiri di belakang mereka membuat Taufan dan Blaze merinding.
“Dalam hitungan ketiga kita harus lari,” bisik Taufan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy di dunia lain (Boboiboy Fanfiksi)
FanfictionSetelah tidak sengaja masuk ke portal yang mengirimnya ke dimensi lain, Boboiboy harus berpindah-pindah dimensi untuk menyelesaikan masalah yang ada. Warning! Boboiboy milik monsta, saya hanya meminjam karakternya saja, mohon maaf bila ada kesamaan...