39. Undead 8

172 29 139
                                    

Boboiboy melihat dirinya versi lain dimensi ini membuatnya merasa lega sekaligus takut.

Pandangan Halilintar terpaku pada siluet jin bersayap yang masih tersisa. Secepat kilat, ia melompat, tubuhnya melayang bagai elang yang sedang memburu mangsanya. Pedangnya menyambar, membelah udara, dan dengan satu gerakan, kepala jin itu terpenggal.

"Blaze! Bunuh jin yang satunya!" teriak Halilintar.

Dari balik tembok, muncul sosok pemuda. Netra jingganya kini memancarkan kecemasan. Rompi tanpa lengan yang dikenakannya, lusuh dan penuh bercak debu diterpa angin.

"Tapi, Hali. Aku tak berani," kata Blaze, menggenggam erat senjata cakra di kedua tangannya.

Halilintar berdecak kesal.

"Waktu hidupmu sebagai undead tinggal satu jam lagi, Blaze! Bunuh satu jin gila saja untuk menambahnya! Apa susahnya?" bentaknya, Halilintar mengguncang pundak adik kembarnya.

Blaze tersentak, tak terbiasa dengan nada kasar sang kakak.

Blaze mengangguk, dengan ragu-ragu dia ingin menggunakan senjata cakra nya.

"Blaze, hati-hati!" Halilintar mendorong Blaze ketika jin gila bersayap itu menggunakan satu sayapnya saja untuk menyerang Blaze.

Alhasil, kaki kanan milik undead lainnya yang baru saja seminggu lalu dipasangkan ke tubuh Halilintar terkoyak sedikit karena angin tajam.

"Hali!"

Blaze berteriak ketika melihat darah hitam milik Halilintar mengucur dari bekas jahitan yang terbuka lagi.

"Cepat bunuh jin itu sebelum sisa hidupmu habis!" Halilintar menjaga keseimbangannya dengan susah payah.

Deru napas Blaze semakin cepat, trauma yang dia rasakan ketika menemukan mayat Halilintar dalam keadaan tangan, dan kakinya hilang ditelan jin gila membuat tubuh Blaze kaku seketika.

"Blaze, cepat lakukan! Aku akan mengalihkan perhatiannya," ujar Halilintar, dia membiarkan setengah jahitan yang terlepas begitu saja lalu berlari dan melemparkan bola kilat menuju jin itu.

Blaze terpaku di tempatnya, tubuhnya seolah membeku. Pandangannya masih tertuju pada Halilintar yang tengah melawan jin gila, sementara darah hitam terus mengalir deras dari luka di kaki kakaknya.

"Blaze!" teriak Halilintar sekali lagi, suaranya semakin meninggi. "Jangan sampai kau ingin mati kedua kalinya!"

Setetes air mata meluncur di pipi Blaze. Ia menatap erat senjata cakra di tangannya. Benda itu adalah satu-satunya harapannya untuk menyelamatkan Halilintar. Dengan mengumpulkan seluruh sisa keberaniannya, Blaze mengarahkan cakra itu pada jin gila.

"Untukmu, Hali," gumamnya lirih.

Dengan gerakan cepat, Blaze melemparkan cakra itu. Senjata itu berputar dengan cepat di udara. Jin gila yang lengah seketika menjerit kesakitan saat cakra itu mengenai salah satu sayapnya.

Blaze mengepalkan kedua tangannya, dia mulai mengeluarkan api dari kepalan tangannya.

"Rasakan tinju berapi."

Blaze meninju jin itu dari kejauhan, api besar berbentuk kepalan tangan melesat jauh menuju jin itu, membiarkan jin itu terbakar sampai mati.

"Blaze, lihat jam tanganmu! Nyawamu sudah bertambah belum?" Halilintar berlari tanpa mempedulikan kaki barunya hampir putus lagi.

"Jangan lari!" larang Blaze sambil mengambil senjata cakra miliknya.

"Aduh duh, kaki ini baru kerasa sakitnya," gumam Halilintar, dia terduduk di aspal sambil melepas pedang halilintarnya.

Boboiboy di dunia lain (Boboiboy Fanfiksi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang