4. Laboratorium Kebakaran

945 119 10
                                    

Di dalam laboratorium, Solar dan beberapa siswa siswi sedang melakukan percobaan membuat ramuan.

Solar meninggalkan ramuan yang dia buat untuk mengambil tabung lainnya. Saat ia kembali, dia kebingungan melihat ramuannya terlihat berbeda. Tapi Solar tak ingin banyak pikiran saat ini, dia menambahkan cairan lagi pada tabungnya tanpa memikirkan apa yang akan terjadi.

Guru yang melihat ramuan Solar terlambat untuk menghentikan Solar. Ramuan itu tiba-tiba meledak membuat Solar terhempas dan punggungnya membentur meja di belakangnya.

Murid-murid lainnya berlari keluar dari laboratorium karena ledakan itu membuat kebakaran.

Solar meringis menahan sakit dipunggunnya, dia melihat keadaan sekitarnya. Teman sekelasnya lari berhamburan keluar dari laboratorium, mereka meninggalkannya Solar yang batuk-batuk karena menghirup asap.

Guru yang ingin menyelamatkan Solar ditarik keluar oleh murid-murid lainnya karena apinya semakin membesar.

“Solar!” teriak gurunya.

“Bu guru,” gumam Solar, dia tidak bisa melihat jalan keluar karena asap terlalu banyak.

Gurunya mengecek muridnya yang lain. Syukurlah murid-murid lainnya bisa keluar dengan selamat.

“Panggil pemadam kebakaran sekarang!” seru seorang siswa pada teman-temannya.

Salah satu siswi di sana mengangguk lalu menghubungi pemadam kebakaran. Sekarang tinggal menunggu pemadam kebakaran datang.

Boboiboy, Halilintar, Gempa dan Blaze yang baru selesai ikut ekskul bela diri ingin lewat di depan ruang laboratorium. Namun, melihat kerumunan para murid yang terlihat panik di depan laboratorium, membuat mereka merasa perasaan yang tidak enak.

“Solar setiap hari sabtu ada praktik di laboratorium kan?” tanya Blaze tanpa mengalihkan pandangannya dari kerumunan murid-murid itu.

“Solar!” teriak Gempa lalu berlari mencari keberadaan Solar dikerumunan para murid.

Halilintar dan Blaze berlari mengikuti Gempa, mereka juga mencari keberadaa Solar di antara kerumunan para murid.

Boboiboy menggaruk kepalanya, dia bingung mau melakukan apa. Boboiboy hanyalah manusia dari dunia lain yang tersesat di dunia ini, sebenarnya dia merasa tidak perlu ikut campur dengan urusan di dunia ini.

Seharusnya seperti itu, tetapi isi pikirannya berubah. Melihat Halilintar, Taufan, Gempa, Blaze, Ice, Duri dan Solar di dunia ini adalah manusia, dan bukan hanya kekuatan elemental yang ada dalam tubuhnya membuat dia tergerak untuk membantu mereka.

“Solar nggak ada,” ucap Halilintar pada Boboiboy.

Gempa berteriak memanggil-manggil nama Solar. Namun, adik bungsunya itu tak ada di luar laboratorium.

“Gempa, sadar Gempa, istighfar dulu Nak,” ucap guru yang mendampingi praktik di laboratorium.

Pipi Gempa sudah basah karena air mata. “Solar di mana Bu?” tanya Gempa dengan suara bergetar.

“Tenang dulu ya Nak. Solar terjebak di dalam saat kebakaran,”  ucap guru itu sambil mencoba menenangkan kakak dari muridnya.

“A-apa?”

“Solaaaar!” Blaze berteriak, dia mencoba menerobos api. Namun, Halilintar menarik tangan adiknya itu.

“Jangan Blaze! Bahaya!” seru Halilintar, dia mencengkram tangan Blaze dengan kuat.

“Tapi adik kita ada di dalam.”

“Pemadam kebakaran pasti bakal datang, kamu tenang dulu,” ucap Halilintar.

Blaze mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dia melihat Gempa, kakak ketiganya yang menangis sambil memanggil-manggil nama Solar.

Boboiboy yang melihat ini merasa dadanya sesak, padahal dia bukanlah kakak kandung mereka yang asli. Dia hanyalah manusia dengan kekuatan elemental yang tersesat di dunia mereka. Namun, Boboiboy seperti merasakan apa yang akan dirasakan Boboiboy yang asli.

“Aku harus bantu mereka,” gumam Boboiboy, dia akan menggunakan kekuatan elemennya dengan sembunyi-sembunyi.

Boboiboy tidak boleh ketahuan jika dia punya kekuatan elemental. Dia takut ditangkap dan dijadikan objek penelitian oleh manusia yang ada di dunia ini.

Boboiboy nekat berlari masuk ke laboratorium.

“Boboiboy!” teriakan Blaze membuat Gempa dan Halilintar juga seluruh murid yang ada di sana melihat Boboiboy yang nekat menerobos kobaran api.

“Aku harus cepat,” gumam Boboiboy.

“Kuasa elemental, Boboiboy Halilintar.”

Boboiboy menekan jam kuasanya, dia menggunakan elemen petir tahap dua agar bisa melesat mencari Solar. Jaketnya berubah menjadi warna merah hitam dengan gambar lambang petir ditopinya.

Sekarang Boboiboy mirip dengan penampilan Halilintar, semoga saja Solar sudah pingsan dan tidak melihatnya. Beberapa saat kemudian, setelah Boboiboy menggunakan gerakan kilat untuk mencari Solar.

Boboiboy menemukan Solar yang tergeletak tak sadarkan diri dengan luka bakar di tangan kirinya. Boboiboy menggendong Solar lalu melesat mendekati pintu keluar.

Kaki Boboiboy sempat terkena kobaran api, dia meringis kesakitan, rasanya panas sekali. Namun, dia tak boleh berhenti begitu saja. Sebelum mendekat ke pintu, Boboiboy menon-aktifkan elemen petirnya, lalu bajunya kembali seperti biasanya.

Bisa gawat kalau Boboiboy terlihat seoerti Halilintar. Dia takut ditanyai banyak hal, Boboiboy keluar dari laboratorium, bertepatan dengan pemadam kebakaran yang datang.

Para murid yang melihat Boboiboy menggendong Solar keluar berteriak memanggi nama Solar. Sedangkan Halilintar, Gempa dan Blaze menghampiri Boboiboy dan membantunya menjauh dari pintu laboratorium.

“Terima kasih banyak,” ucap Gempa pada Boboiboy.

Gempa menangis sambil memeluk Solar yang pingsan. Suasana saat ini terasa menakutkan bagi para murid yang praktik di laboratorium tadi.

Beberapa jam kemudian.

Saat ini Solar merasa tangan kirinya sangat panas. Dia sudah siuman sejak tadi dan tangannya dicelupkan ke dalam baskom air.

“Kebakaran tadi di laboratorium sekolah karena ramuanmu ya?” tanya Gempa, dia membawa obat untuk adik bungsunya.

Solar tidak menjawabnya, dia menunduk, merasa bersalah karena sudah membuat laboratorium sekolah terbakar.

“Kamu lihat kakinya Boboiboy sampai kena luka bakar demi nolongin kamu,” ucap Gempa dengan telaten dia membantu Boboiboy mengoleskan salep pada luka bakarnya.

“Maaf,” gumam Solar.

Boboiboy merasa kasihan melihat Solar menunduk dari tadi.

“Jangan marahin Solar, ini kan musibah, kalau udah waktunya kena musibah ya nggak ada yang bisa menghindar.”

“Aku nggak marahin Solar kok,” ujar Gempa, dia mengelus kepala Solar setelah membantu mengobati luka Boboiboy dan Solar.

“Makasih.”

Mendengar ucapan Solar itu membuat Boboiboy merasa lega. Dia kira Solar akan marah dan mengatainya ‘ceroboh’ karena menerobos kobaran api untuk menolongnya.

“Sama-sama,” balas Boboiboy, dia tersenyum ramah.

Bersambung.

Lanjut?

Boboiboy di dunia lain (Boboiboy Fanfiksi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang