16. Kemunculan Blaze

938 110 11
                                    

Boboiboy membaca isi kertas yang dibawa Taufan, dengan raut wajah penasaran, dia bertanya, “Itu misi yang akan kau ambil?”

Taufan mengangguk. “Iya, ada beberapa dokter dan pekerja di rumah sakit yang disandera oleh penjajah.”

“Tega sekali mereka berbuat begitu,” kata Boboiboy, sudut bibirnya melengkung ke bawah, dia sedih karena pasti tidak ada yang merawat pasien di rumah sakit.

“Mereka kan penjajah, mereka akan melakukan apa saja yang membuat mereka unggul dalam peperangan ini,” kata Taufan.

Setelah memberikan selimut pada Duri, Halilintar menghampiri mereka. “Jadi mereka mengambil alih rumah sakit di kota?” tanyanya.

Fang membawakan air minum untuk mereka semua. “Benar,” katanya.

“Lalu bagaimana dengan kita? Kalau kita terluka, siapa yang akan mengobati kita kalau rumah sakit saja sudah direbut?” Boboiboy bertanya dengan panik.

“Tenang saja, kita punya tenaga medis yang pernah diselamatkan Taufan beberapa bulan yang lalu,” kata para tentara bayaran yang lewat dan mendengar pertanyaan Boboiboy.

Boboiboy segera menghela napas lega, dia ingin melarang Taufan melakukan misi penyelamatan karena khawatir. Namun, dia tidak memiliki hak untuk melarang Taufan.

Boboiboy menepuk pundak Taufan. “B-berjuanglah, kembalilah dengan selamat.”

“Iya ... Jangan membuntuti kami seperti waktu itu!” Taufan memperingatkan.

Boboiboy terkekeh, dia mengangguk, tentu saja dia harus tetap menjaga Duri di desa ini karena Halilintar tidak segan-segan akan menghajar Boboiboy kalau Duri terluka, meskipun Taufan mengatakan kalau Boboiboy juga kembaran mereka.

Halilintar masih belum percaya sepenuhnya, tetapi Halilintar memang benar sih. Boboiboy memang bukan kembaran mereka, bahkan seharusnya dalam dimensi itu tidak ada Boboiboy.

Taufan menarik Halilintar berjalan menjauh dari Boboiboy. “Hei, berhentilah bersikap kasar pada Boboiboy,” tegurnya.

Fang hanya tersenyum pada Boboiboy lalu berlari menyusul rekan-rekannya.

Di bawah sinar rembulan yang redup, Solar bergerak di antara barisan tenda-tenda penjajah. Dengan langkah kaki yang senyap dan gerakan yang lincah, dia berhasil melewati penjaga demi penjaga tanpa ketahuan.

Solar adalah seorang pencuri ulung, dan malam ini dia memiliki target yang dia inginkan, yaitu gudang senjata para penjajah. Senjata-senjata itu yang penjajah  gunakan untuk menindas rakyat, dan Solar bertekad untuk merebutnya.

Satu demi satu, Solar melumpuhkan para penjaga dengan pisau yang dilumuri racun buatannya. Racun itu bekerja dengan cepat dan mematikan, hanya perlu sedikit goresan untuk membuat mereka tergeletak tak berdaya.

Setelah berhasil melumpuhkan semua penjaga, Solar masuk ke dalam gudang senjata. Di sana, dia menemukan tumpukan senapan, pistol, dan granat di dalam peti penyimpanan. Solar tersenyum sinis, senjata-senjata ini tidak akan lagi mencelakai rakyat.

Solar mulai memasukkan senjata-senjata itu ke dalam tas ranselnya. Dia harus bekerja dengan cepat sebelum ada yang menyadari keberadaannya.

Tiba-tiba, dia mendengar suara langkah kaki di luar gudang. Solar langsung bersembunyi di balik tumpukan peti. Jantungnya berdegup kencang di dadanya.

Pintu gudang terbuka, dan dua orang penjajah masuk ke dalam. Mereka sedang mencari sesuatu. Solar menahan napas, berharap mereka tidak menemukannya. Dia bisa mendengar suara mereka yang kasar saat mereka menggeledah gudang.

Untungnya, setelah beberapa saat, para penjajah itu tidak menemukan apa-apa dan pergi meninggalkan gudang. Solar menghela napas lega. Dia bisa melanjutkan aksinya.

Setelah berhasil memasukkan semua senjata ke dalam tas ranselnya, Solar keluar dari gudang dan kembali ke tempat persembunyiannya. Di sana, dia bertemu dengan Ice yang sudah menunggunya dengan cemas.

“Bagaimana?” tanya Ice dengan suara dinginnya.

“Lancar,” jawab Solar

Ice menarik tangan Solar dan berkata, “Ayo pergi! Kembaran kita yang satu itu sangat cerewet, aku pusing mendengarnya seperti bapak-bapak yang takut anaknya kenapa-kenapa.”

Solar menahan senyumannya, wajar saja Ice mengatakan hal seperti itu karena Gempa benar-benar mengkhawatirkan mereka.

Tujuh kembar yang terpisah selama 5 tahun, bertemu lagi sebagai tentara bayaran, ini sebuah takdir yang membuat mereka sedikit lega meskipun was-was takut nyawa mereka melayang.

“Oh kalian sudah kembali, kalian membuatku khawatir,” kata Gempa, dia berdiri sejak dua jam yang lalu di depan pintu, padahal kaki kanan Gempa kemarin terkena tembakan dari para penjajah.

Setelah itu Gempa memarahi mereka yang nekat mencuri senjata para penjajah. Sedangkan Solar dan Ice hanya bisa menutup telinga mereka selama Gempa marah.

“Menyesal aku kemarin menyelamatkannya dari daerah lain setelah lima tahun terpisah,” gumam Ice dengan ekspresi tertekan.

Terlihat Taufan bersembunyi sambil membawa senapan lalu menembaki para penjajah yang berjaga di depan rumah sakit. Meskipun dalam keadaan gelap karena sudah malam, dia masih bisa menembak tepat sasaran.

Taufan memberi kode pada Fang dan Halilintar untuk membantunya melumpuhkan para penjajah yang menyandera semua orang yang bekerja di rumah sakit.

Fang dan Halilintar bergerak cepat mengikuti kode Taufan. Mereka menyerang para penjajah di berbagai sudut rumah sakit, melumpuhkan mereka satu per satu. Taufan berhasil menghabisi beberapa penjajah dari jarak jauh.

Pertempuran sengit berlangsung selama beberapa menit, hingga akhirnya semua penjajah di luar rumah sakit berhasil dilumpuhkan. Taufan, Fang, dan Halilintar pun bergegas masuk ke dalam, siap untuk menyelamatkan para sandera. Namun, sesampainya di dalam, mereka dihadapkan pada pemandangan yang mengejutkan. Semua penjajah di dalam rumah sakit telah tewas, tergeletak di lantai. Rasa bingung menyelimuti mereka.

Tiba-tiba, dari balik bayangan, muncullah sosok yang membuat Taufan, Fang, dan Halilintar ternganga tak percaya. Sosok itu tak lain adalah Blaze.

Blaze tampak lelah dan berlumuran darah karena pertempuran sengit yang baru saja dia lalui. Dia melihat Taufan dan Halilintar dengan tatapan yang sulit diartikan, sebelum berbalik pergi.

“B-blaze,” gumam Halilintar dan Taufan secara bersamaan.

Taufan, Fang dan Halilintar terdiam mematung, masih terpaku pada sosok Blaze yang menghilang di balik bayangan. Pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk di benak mereka. Bagaimana Blaze bisa ada di sini? Bagaimana dia bisa mengalahkan semua penjajah di dalam rumah sakit sendirian? Dan mengapa dia pergi begitu saja saat melihat mereka?

Fang memecah keheningan. “Apa yang baru saja terjadi?” tanyanya dengan suara bergetar.

Halilintar menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu,” jawabnya. “Tapi satu hal yang pasti, Blaze telah membantu kita.”

Mereka pun bergegas memeriksa para sandera. Para sandera, yang terdiri dari dokter, perawat, dan pasien rumah sakit, semuanya dalam keadaan selamat. Hanya ada beberapa yang terluka akibat tembakan dan benturan.

Taufan segera membantu para korban yang terluka, sementara Fang dan Halilintar membantu para sandera yang lain untuk keluar dari rumah sakit.

Meskipun isi pikiran Taufan dan Halilintar dipenuhi oleh pertanyaan tentang Blaze yang tiba-tiba memunculkan diri.

Di sisi lainnya, napas Blaze tersengal-sengal, dia jatuh terduduk di dekat pohon.

“Sai, bawa aku pergi dari sini sebelum kembaranku menemukanku! Aku tadi ceroboh, tidak kusangka aku akan bertemu dengan mereka tadi,” kata Blaze sambil menekan lukanya yang terus mengeluarkan darah.

Sai yang menunggu Blaze di hutan segera menggendong Blaze dan pergi ke tempat persembunyian mereka.

Bersambung.

Lanjut?

Boboiboy di dunia lain (Boboiboy Fanfiksi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang