PROLOG

456 14 1
                                    

pranggg.....

suara pecahan vas bunga yang awalnya ada diatas meja, kini sudah hancur di atas lantai

ctarrr...

ctarrr...

sebuah ikat pinggang hitam melayang begitu lihainya di badan kurus milik remaja berumur 17 tahun. tubuhnya di dorong kuat hingga membentur dinding

cambukan mulai didapatnya dari tangan seorang laki-laki berjas hitam, dia adalah satria permana seorang ayah sekaligus pengusaha. dengan brutal satria melayangkan pukulannya dengan lihai, menikmati setiap cambukan yang ia berikan dengan hisapan rokok di tangannya

remaja itu hanya diam menikmati setiap luka yang diberikan oleh ayahnya, rakabumi erlangga anak dari satria permana

" sudah tuan hentikan...kasihan den raka..." suara wanita tua yang merupakan art di rumah itu

" jangan pernah ikut campur urusan saya, pergi dan siapkan makan malam PERGIII..."

" ba-baik tuan " dengan tergesa-gesa art tersebut pergi dan menjalankan perintah dari tuannya

satria berjongkok di depan raka yang sudah lemas dan banyak luka di bagian punggung, tangan, dan kaki. raka menatap tajam ayahnya tanpa bersuara

" jaga tatapanmu anak muda, aku ayahmu...kenapa kau menatapku layaknya aku musuhmu hmm " memegang dagu raka namun di tepis begitu kasar membuat tangannya sedikit terhempas kesamping

" kurang ajar "

plakk

bugh

dengan emosi yang mulai menaik, ia menampar kemudian menendang perut raka dengan keras hingga membuat raka tersungkur ke belakang

raka berusaha bangun namun kalah cepat dengan satria yang sudah ada di depannya, bogeman ia dapatkan dari satria membuatnya menoleh ke samping dan tersungkur kebelakang dengan tendangan yang ia dapatkan tepat di dadanya

" uhuk...uhuk...." darah segar mengalir dari mulut dan hidung raka, namun itu tidak membuat satria berhenti. menarik rambut raka dengan kasar dan membenturkan kepalanya ke lantai yang ada pecahan vas bunga tadi

raka mencoba memberontak namun badannya sudah lemas membuatnya tidak bertenaga lagi, hanya bisa pasrah dengan apa yang dilakukan oleh satria kepadanya malam itu

" ANAK GAK BERGUNA LO, NGAPAIN LO HIDUP DI DUNIA ANJING..." teriak satria sambil membenturkan kepala raka berkali-kali tepat di atas pecahan vas bunga

" BUKANNYA NURUT SAMA ORANG TUA MALAH NGELAWAN " mengempas tubuh raka dengan keras sampai terpental beberapa meter dari dirinya

setelah melakukan hal tidak wajar itu, satria kemudian pergi begitu saja meninggalkan raka dengan kondisi kepala yang sudah bercucuran darah

raka memejamkan matanya, menikmati setiap siksaan yang ia dapatkan hari ini. kepala sangat pusing, sekedar untuk berjalan saja ia rasanya tidak mampu

" ke-kenapa lo gak lang-sung bunuh gu-gue bang-sat " lirih raka dengan suara yang bergetar, berusaha bangun dan berjalan tertatih-tatih menuju kamarnya

dengan sekuat tenaga yang ada, raka akhirnya sampai di depan pintu kamarnya. belum sempat membuka pintu tiba-tiba ada tangan yang menarik rambutnya membuatnya mendongak ke belakang

" mau kemana lo? kerjain dulu tugas gue " ucap bara yang merupakan anak dari istri kedua ayahnya ( bisa di bilang mereka saudara tiri )

" punya otak di pake, jangan buat pajangan doang " jawab raka menepis tangan bara dan melanjutkan langkahnya menuju kamar

merasa di bantah oleh raka, bara menendang raka dengan kuat sampai membuat raka terhempas dan membentur pintu kamarnya

" berani lo bantah perintah gue? " bara mencengkeram dagu raka

" lihat kondisi lo saat ini gue biarin, awas aja lain waktu lo berani lagi sama gue, abis lo " ucap bara penuh penekanan, bara pergi melewati raka dan dengan sengaja menginjak kaki raka

" AARGGHHH..." erang raka kesakitan saat kakinya di injak oleh bara

raka sudah kehabisan tenaga, ia masuk kedalam kamar dengan cara merangkak tetesan darah terus mengalir dari keningnya mengotori lantai kamarnya

" ya allah den rakaaa..." teriak bi lilis menghampiri raka yang sudah terbaring lemas di lantai kamar, raka masih sadar namun badannya sudah tidak mampu untuk berdiri

" ya allah denn...maafin bibi gak bisa bantu den raka tadi..hiks..hiks.." tangis bi lilis membawa raka kedalam pelukannya

" bibi bawain obat buat den raka, bibi obati luka den raka ya " ucap bi lilis dengan lemah lembut, menyenderkan tubuh raka di samping ranjang

dengan telaten bi lilis membersihkan darah yang ada di wajah raka dan mengolesi salep di lukanya, kemudian menempelkan plaster di kening raka

" ini den minum dulu " bi lilis membantu raka untuk minum

" makasih ya bi, udah mau peduli dengan raka " ucap raka dengan suara serak

" sama-sama den, bibi sama sekali gak keberatan buat selalu peduli sama den raka, den raka orangnya teh baik pisan, tapi kenapa ayah den raka selalu kasar sama aden? padahal kan den raka gak salah apa-apa "

" dia bukan ayahku bi "

" kenapa den raka bilang gitu? "

" karena bagi raka...ayah raka jiwanya udah mati sejak kejadian itu...dia hanya fisik yang sama, tapi tidak dengan jiwanya "

***

hello gays selamat datang dan selamat menikmati cerita yang aku buat ya, semoga terhibur dan bahagia selalu
bantu vote dan komen dong biar semangat akunya ehehe

terima kasih...

RakabumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang