Bagian 06

495 43 13
                                    

"Bu..."

"Iya, Nak?"

"Kenapa Ibu gak pernah belain Bintang?"

"Karena Ibu takut, Nak.. kalo Ibu bela kamu, semuanya malah berbalik membenci Ibu dan Ibu akan terusir dari rumah ini pada akhirnya."

****

Farah menghela nafas berat, setelah mendapat hukuman Bima beberapa jam lalu Bintang terserang demam tinggi, suhu tubuh anak itu sangat panas namun Bintang nampak menggigil kedinginan, sejak kecil imun tubuh Bintang memang lemah hingga ia akan mudah sakit seperti saat ini.

Farah telah mengompres dahi Bintang dengan plester penurun demam, Bintang juga telah meminum obat penurun panas dan Farah harap demam Bintang akan segera turun setelah ini. Setelah merapikan posisi selimut Bintang, Farah berniat keluar dari kamar putranya namun langkahnya terhenti saat merasakan tangannya di cekal oleh tangan lemah Bintang, Farah lantas berbalik dan mendudukan diri di sisi Bintang.

"Bu.. jangan pergi! temenin Bintang disini" lirih Bintang dengan suara paraunya.

Mendengar itu, Farah lantas mengusap puncak kepala Bintang yang berkeringat dan tersenyum tipis.

"Ibu harus nemenin Papa kamu, kalo Ibu disini nanti takutnya Papa malah makin marah sama kamu dan nganggap kamu anak yang manja."

"Bu... Bintang mohon.. Bintang butuh Ibu, malem ini aja" lirih Bintang

"Bintang, kamu nih udah gede, masa tidur aja mau di temenin, udah ah.. kalo ada apa-apa, Bintang bisa telpon Ibu kok.. nanti Ibu dateng, Ibu juga udah nyiapin obat nya di atas nakas sama air minum juga, jadi kalo kamu haus kamu tinggal minum.. udah ya, Ibu capek.. Ibu mau tidur, udah malem, dari tadi Ibu ngurusin Bintang, Ibu pengen istirahat."

Bintang yang mendengar itu hanya bisa menatap sayu Farah dan setelahnnya Farah benar-benar meninggalkan Bintang sendirian disana.

Bintang menghapus kasar airmatanya, benar.. ia terlalu banyak berharap.

Farah bukan lagi sang ibu yang akan sangat khawatir jika Bintang sakit seperti saat Bintang masih kecil dulu. Farah bukan lagi ibu yang memeluk Bintang saat Bintang bermimpi buruk seperti dulu..

Bintang harus menyadarinya, bahwa kini, ia benar-benat sendirian, tak ada yang bisa ia jadikan sandaran dalam hidupnya saat ini.

"Bu.. Bintang kangen Ibu yang dulu.."

Setelahnya, Bintang merasa tak nyaman dalam tidurnya, ia bergerak gelisah dan beberapa kali terbangun. Meski rasanya tubuhnya tak sepanas beberapa jam yang lalu dan tubuhnya tak lagi menggigil namun Bintang tak bisa untuk kembali tidur nyenyak, kepalanya seolah begitu berisik saat ini.

Pukul 2 dini hari, Bintang lebih memilih berjalan keluar dari kamarnya dan berdiam diri di balkon kamarnya.

Bintang menatap langit malam yang di nampak di penuhi oleh ribuan bintang.

"Nak... tau gak kenapa waktu lahir Ayah namain kamu Bintang?"

"Kenapa, Yah?"

"Karena Ayah pengen kamu seperti nama kamu, Nak. Jadi cahaya dan sumber kebahagiaan untuk orang lain. Kamu adalah sumber kebahagiaan Ayah dan Ibu, kelahiran kamu ke dunia ini adalah anugerah terindah untuk Ayah dan Ibu."

Bintang tersenyum miris saat mengingat kembali perkataan ayahnya saat ia masih kecil dulu, benarkah itu? benarkah ia adalah sumber kebahagiaan untuk kedua orangtuanya? namun mengapa kini perasaan Bintang mengatakan sebaliknya.

Apakah ibunya masih menganggap Bintang sumber kebahagiaan dan anugerah dalam hidupnya seperti saat ia masih kecil dulu, karena kini rasanya Bintang seolah terlupakan. Kehadirannya bahkan seolah tak terlihat di mata Farah.

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang