Bagian 22

1K 75 16
                                    

Rasanya bagai petir yang menyambar di siang hari. Dunia Bintang seolah runtuh lalu hancur tak berbentuk. Rasanya ia ingin berteriak sekencang mungkin dan menyalahkan takdir yang begitu kejam padanya.

Jika bisa mengulang waktu, rasanya Bintang lebih memilih tak mengetahui apapun dari pada mengetahui sebuah fakta menyakitkan yang membuatnya seolah kehilangan segala harapannya.

"Bintang, berdasarkan hasil pemeriksaan, ada kanker yang bersarang di lambung kamu. Kanker itu cukup ganas dan bisa berkembang cepat. Sepertinya ini di akibatkan oleh maag kronis yang kamu derita yang bermutasi menjadi sel kanker itu. Masih ada harapan sembuh dengan operasi atau kemotherapi. Om minta kamu mendiskusikan pengobatan lanjutan dengan keluarga kamu, Nak. Kamu harus cepat operasi supaya penyakit kamu gak semakin parah."

Rasanya Bintang ingin menjatuhkan diri dari tebing tertinggi saat ini. Semua kalimat yang di ucapkan oleh Doni terus mengganggu pikirannya hingga isi pikirannya seolah begitu berisik saat ini. Berjam-jam Bintang lalui dengan tangisan bahkan ia menjerit seolah menolak kenyataan itu dan mengusir semua orang dari dalam ruangannya.

Bintang seolah jatuh ke dalam jurang terdalam, rasanya menyesakkan hingga untuk bernafas saja rasanya ia tak sanggup.

Pertanyaan seperti, mengapa harus dirinya? apa salahnya hingga harus ia yang mengalami semua hal mengerikan ini? apa dosanya di masa lalu hingga semua ini terjadi padanya? rasanya semua pemikiran itu terus memenuhi kepalanya membuat kepalanya begitu sakit dan seolah akan pecah saat ini.

Bintang memeluk kedua lututnya dan menangis terisak, apa ini jawaban atas doanya pada Tuhan? Bintang memang beberapa kali pernah ingin pergi dari dunia ini namun mengapa harus seperti ini caranya?

Ketiga sahabat Bintang yang sama terpukulnya mendengar kenyataan itu juga tak bisa berbuat apa-apa selain menangis di depan ruangan Bintang yang tadi mengusir mereka. Ketiganya tahu Bintang begitu terpukul mendengar kenyataan itu dan membiarkan Bintang sendirian saat ini mungkin adalah pilihan yang tepat.

"Bintang, lo harus kuat." lirih Anya, gadis itu menangis terisak sedari tadi membuat dua sahabatnya yang lain tak bisa berbuat apa-apa karena mereka juga sama terpukulnya.









"ARRGGHH!! KENAPA HARUS GUE?!"

Suara teriakan histeris dari dalam ruang rawat Bintang membuat ketiga sahabatnya lantas berlari menghampiri Bintang yang nampak begitu kacau saat ini.

Anya mendekati ranjang Bintang dan merengkuh tubuh kurus Bintang dalam pelukannya, menepuk perlahan punggung yang bergetar hebat itu, membiarkan Bintang menangis meluapkan segala lukanya. Kedua sahabat Bintang yang lain pun berdiri di sisi ranjang yang lain dan membiarkan satu-satunya perempuan dalam persahabatan mereka itu yang menenangkan Bintang.

"Bin, jangan gini! lo tenang ya. Gue tahu lo terpukul dengar kenyataan ini tapi lo jangan kayak gini, Bin."

Bintang melepas paksa pelukan Anya dan menatap gadis itu dengan tatapan penuh luka.

"Lo gak ngerti! kalian semua gak ngerti! hidup gue udah berantakan dan kenapa— kenapa Tuhan malah kasih ujian penyakit ini sama gue? gue rasanya udah gak berguna! hidup gue gak ada gunanya lagi!!"

"Nggak, Bin. Lo harus percaya lo pasti bisa sembuh, Om Doni bilang kemungkinan lo sembuh masih ada dengan operasi atau kemotherapi, jadi gue mohon.. gue mohon lakuin pengobatan itu, Bin! kita sayang sama lo. Kita berempat akan jadi sahabat selamanya. Gue gak mau ada salah satu dari kita yang pergi.. jadi gue mohon, lakuin pengobatan, Bin!" ucap Reynand dengan suara lirihnya. Airmatanya mengalir begitu saja padahal Reynand bukanlah tipe lelaki yang mudah menangis namun kali ini ia menangisi kondisi Bintang, salah satu sahabat terbaiknya.

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang