Bagian 09

524 51 19
                                    

"Arkan.."

Arkan yang tengah membaca buku di atas ranjangnya lantas mengalihkan perhatiannya dari buku pada kakaknya yang kini memasuki kamarnya.

Gavin nampak duduk di sisi Arkan, perhatian Gavin tak lepas dari tangan kanan Arkan yang terdapat perban disana.

"Kamu beneran jatoh dari motor?"

"Beneran lah, Kak! emangnya Kakak gak liat nih tangan aku di perban gini!"

Gavin terkekeh mendengarnya, ia lantas mengacak surai Arkan karena gemas.

"Tapi gak papa kan? apa perlu ke rumah sakit, Ar?"

"Gak perlu, Kak. Cuma luka ringan doang.. eum.. Kak, tadi aku ketemu Mama."

Gavin yang mendengarnya lantas terkejut dan kini memandang adiknya.

"Terus gimana, Mama bilang apa?" tanya Gavin penasaran namun Arkan hanya menggeleng pelan sebagai jawaban, Gavin juga bisa melihat wajah Arkan nampak sendu saat ini.

"Mama gak mau ketemu kita lagi, Kak. Mama juga bilang, Mama mau nikah lagi.."

Arkan kemudian menceritakan semuanya, semua obrolannya dengan Tiffany tadi tanpa terkecuali, rahang Gavin nampak mengeras saat mendengar cerita adiknya, ia sangat kecewa pada Tiffany yang sudah tak mempedulikan lagi dirinya dan Arkan, padahal biar bagaimanapun Gavin dan Arkan adalah putra kandungnya, putra yang lahir dari rahim Tiffany.

"Kak.. ucapan Mama Farah emang benar, Mama emang udah ngebuang kita.. Kak, aku udah mutusin buat mulai nerima kehadiran Mama Farah, kalo menurut Kakak gimana?" lirih Arkan

Gavin mengelus lembut puncak kepala Arkan, selama ini Gavin sendiri memang tak begitu membenci Farah maupun Bintang, ia hanya acuh pada sekelilingnya, namun jika Farah maupun Bintang menyakiti Arkan, tentu Gavin akan menjadi garda terdepan untuk melindungi adiknya.

"Kakak juga bakal coba buat nerima Mama Farah maupun Bintang, Ar."

"Makasih, Kak.."











****

Suasana sarapan pagi kali ini terasa tak terlalu canggung dan dingin, Farah yang memulai obrolan di meja makan mulai bisa di tanggapi oleh Arkan maupun Gavin, kedua kakak tiri Bintang itu tak lagi mengacuhkan sang ibu namun entah mengapa kini Bintang yang seolah merasa tersisihkan disana.

Farah begitu memperhatikan Arkan dan Gavin, Farah bahkan mengambilkan mereka lauk dan makanan, bahkan Farah menawarkan ingin menyuapi Arkan yang tangannya memang masih terbalut perban.

"Gak usah, Ma.. tangan aku udah gak terlalu sakit kok." kira-kira begitulah penolakan halus yang di berikan Arkan untuk Farah, Bintang tersenyum tipis melihatnya. Bukankah ini yang ia inginkan? melihat ibunya bahagia dan di terima oleh kedua kakak tirinya, namun entah mengapa ada rasa iri dalam diri Bintang saat ini.

"Oh ya.. Kakak sama Arkan nanti pulang jam berapa?"

"Aku kayaknya agak malem, Ma. Mungkin jam tujuh, Soalnya mau ngerjain tugas di rumah temen aku." ucap Gavin

"Kalo Arkan mungkin agak sorean, mau kumpulan klub fotograpi soalnya."

"Ya udah, nanti Mama masakin makanan kesukaan kalian ya buat makan malam, Papa hari ini juga pulang."

"Iya, Ma."

Bintang yang mendengar obrolan ibu dan kedua kakak tirinya hanya bisa mengulas senyum paksanya, meski ada perasaan perih dalam hatinya karena kehadirannya seolah terlupakan oleh ibu kandungnya sendiri.

Ah.. mungkin kehadiran Bintang memang sudah terlupakan sejak lama, hanya Bintang saja yang baru menyadarinya.

Sementara tanpa Bintang sadari, Arkan diam-diam tersenyum sinis ke arah Bintang saat melihat wajah murung anak itu. Arkan seolah bisa membaca bahwa kini Bintang tengah cemburu pada dirinya dan Gavin karena Farah lebih memperhatikan Arkan dan Gavin, dan sejujurnya Arkan senang, ia bertekad ingin merebut perhatian Farah seutuhnya dari Bintang untuk dirinya dan Gavin, terutama untuk dirinya sendiri karena Arkan juga ingin Bintang merasakan bagaimana rasanya kehilangan kasih sayang seorang ibu yang selama ini ia rasakan.







BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang