Bagian 13

424 47 17
                                    

Arkan di buat gelisah karena sampai tengah malam Gavin tak pulang juga. Arkan bahkan sampai rela menahan kantuk demi menunggu kakaknya itu. Tak biasanya Gavin belum pulang sampai tengah malam, jika main dengan teman-temannya pun Gavin pasti akan mengabari Arkan dan tak pernah sampai tengah malam begini. Arkan juga beberapa kali menghubungi Gavin dan mengirim pesan namun pesannya tak kunjung di balas, panggilannya pun tak kunjung di angkat juga.

Tak lama perhatian Arkan teralihkan saat mendengar suara dering ponsel dalam saku celananya, saat melihat layar ponselnya rupanya yang menelponnya adalah Gavin, dengan segera Arkan mengangkat telpon dari Gavin.

"Halo, Kak. Kakak kemana sih? kok tengah malem gini belum pulang?"

"Ar.. maafin Kakak, kayaknya malem ini Kakak gak bisa pulang ke rumah, Kakak lagi di rumah sakit, Bintang tadi pingsan terus Kakak bawa ke rumah sakit, kata dokter harus di rawat, tadinya sampai dua hari tapi Bintangnya gak mau, makanya cuma sehari aja. Besok sore Kakak baru bisa pulang, Kakak mau nemenin Bintang selama di rawat, kasihan gak ada yang jaga, Ar."

Mendengar penjelasan kakaknya, Arkan di buat tercengang tak percaya, sejak kapan Gavin begitu memperhatikan Bintang bahkan sampai rela menjaga Bintang di rumah sakit? tentu Arkan tak bisa membiarkan hal ini. Ia tak mau semakin lama Gavin akan semakin menaruh rasa peduli pada Bintang. Arkan tak mau perhatian Gavin di rebut oleh Bintang.

"Kakak apa-apaan sih! sejak kapan Kakak peduli sama tuh anak!! udah deh Kak, gak usah aneh-aneh, ngapain jagain dia?"

"Ar.. kamu jangan kekanakan gitu, lagian Bintang juga adek kita, Ar. Kalo kamu bisa nerima Mama Farah, kamu juga harus belajar nerima Bintang karena bagaimanapun, Bintang adalah anaknya Mama Farah."

"Sampai kapanpun aku gak mau nerima dia, Kak!!"

"Terserah kamu Arkan! Kakak lagi males debat sama kamu."

Dan setelahnya panggilan pun di putus sepihak oleh Gavin membuat Arkan menggeram marah, ia mencengkram kuat ponselnya, emosinya seolah memuncak begitu saja. Ini tak bisa di biarkan. Arkan tak mau Bintang sampai merebut Gavin darinya. Bagi Arkan, sampai kapanpun adik Gavin hanyalah dirinya dan Gavin hanya akan menjadi kakak untuknya dan bukan untuk orang lain sekalipun itu adalah Bintang, adik tirinya.

"Sialan lo, Bintang! gue gak bakalan biarin lo rebut kakak gue!"

****

"Bintang..."

Bintang mengerjapkan kedua matanya dengan pelan saat merasakan tepukan di bahunya, saat kedua matanya telah benar-benar terbuka, ia bisa melihat Gavin yang duduk di tepi ranjangnya. Ternyata Gavin sungguh-sungguh dengan ucapannya, ia benar-benar menjaga dan menemani Bintang bahkan Gavin rela menunggu Bintang yang sejak tadi tertidur karena efek obat.

"Bin, bangun dulu! lo harus makan, dari pagi lo belum makan."

"Sekarang jam berapa, Kak?" tanya Bintang dengan suara seraknya.

"Jam dua siang, lo dari tadi tidur terus, Bin."

"Kakak dari pagi nungguin gue?" tanya Bintang memastikan dan Gavin mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Gue emang nungguin lo, tapi tadi pas gua laper ya gue makan lah di kantin sini." ujar Gavin membuat Bintang tersenyum tipis mendengarnya, rupanya Gavin itu tak sependiam dan sedingin yang selama ini Bintang ketahui, Gavin orang yang cukup hangat dan perhatian pada orang lain.

"Kok malah bengong? ayo makan, Bin! kata dokter Doni perut lo harus di isi biar perutnya gak sakit terus."

"Tapi mual, Kak." tolak Bintang, tak dapat di pungkiri perutnya memang mual meski tak sesakit tadi pagi.

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang