Bagian 23

474 56 17
                                    

Bintang terdiam di atas ranjang dengan pandangan kosongnya. Waktu menunjukan lewat tengah malam namun Bintang seolah tak bisa terpejam walau sesaat. Otaknya seolah penuh dengan berbagai pemikiran yang menyakitkan. Tangan Bintang perlahan terangkat dan menyentuh perutnya, kanker lambung, rasanya Bintang masih belum mempercayai bahwa ada penyakit ganas yang bersarang dalam perutnya saat ini.

"Hidup gue menyedihkan banget ya." gumam Bintang lalu tertawa pelan dengan setetes airmata yang mengalir di sudut matanya namun Bintang segera menghapusnya. Ia tak boleh lemah seperti ini, anak laki-laki harus kuat, itulah yang selalu di katakan almarhum ayahnya dulu.

"Gue harus gimana setelah ini?" lirihnya lalu mendongakan kepalanya ke atas, menatap langit-langit kamarnya demi menghalau airmata yang dengan lancangnya kembali mengalir begitu saja.

"Ayah, Bintang harus gimana?" gumam Bintang lalu kembali menangis terisak dengan kepala yang ia sembunyikan di antara lipatan lututnya.







                          ****

Bersikap seolah tak ada yang terjadi, begitulah yang Bintang coba lakukan saat ini. Ia tak akan memberitahu apapun pada keluarganya, terutama Farrah tentang penyakitnya, ia tak ingin Farrah bersedih karena dirinya, Bintang hanya ingin membahagiakan ibunya saat ini. Ibunya telah mendapatkan apa yang ia inginkan, kasih sayang dari kedua putra sambungnya dan Bintang tak ingin merusak kebahagiaan Farrah. Jika harus merasakan sakit, maka Bintang rela merasakannya seorang diri. Selama ini Bintang terbiasa memendam segala sakitnya seorang diri, jadi, kali inipun tak akan sulit baginya melakukan hal yang sama.

Bintang menatap kosong bayangan dirinya di cermin. Bintang telah rapi dengan seragam sekolahnya saat ini. Beberapa hari ini hubungannya dengan Farrah bisa di katakan cukup baik, ibunya sedikit lebih memperhatikannya dan Bintang merasa bahagia dengan hal itu. Bima pun belakangan ini jarang ada di rumah karena begitu sibuk dengan pekerjaannya dan bahkan kini tengah pergi keluar negeri bersama Farrah karena urusan bisnisnya. Entah mengapa, tiap kali berhadapan dengan papa tirinya itu selalu membuat Bintang ketakutan, apalagi tiap kali mengingat penyiksaan terakhir yang Bima lakukan cukup mengerikan dan membekas dalam ingatan Bintang.

"Cerminnya bisa pecah lo liatin terus dari tadi, Bin."

Lamunan Bintang terhenti saat mendengar suara Gavin dari arah belakangnya. Bintang tersenyum tipis saat melihat Gavin yang mengintip dirinya dari celah pintu kamar yang terbuka itu.

"Ayo sarapan dulu, Bin. Gue mau anterin Arkan soalnya motornya lagi di bengkel. Lo bareng aja, Bin."

Bintang terdiam sejenak mendengar tawaran Gavin, bukan apa, tapi tentu Bintang tahu betul bahwa Arkan sangat tak menyukai kehadirannya.

"Gue naik taxi online aja, Kak. Kayak biasa."

"Udah, gak ada penolakan, kalau lo nolak karena ada Arkan. Lo tenang aja, kan ada gue. Gue jamin Arkan gak akan macem-macem sama lo selama ada gue."

Mendengar itu, Bintang lantas tersenyum tipis dan mengangguk pelan sebagai jawaban. Ia tak mau mengecewakan Gavin yang begitu baik padanya.

Bintang kemudian mengikuti langkah Gavin ke ruang makan, disana nampak sudah ada Arkan yang duduk terlebih dahulu sembari memainkan ponselnya. Bintang lebih memilih duduk di sebelah Gavin, hanya ada mereka bertiga di meja makan itu karena Farrah dan Bima pergi ke Jepang sejak kemarin.

"Ar, Bintang ikut sama kita, gak papa kan?"

Bintang bisa melihat Arkan yang menatap Gavin dengan tatapan dinginnya lalu pemuda itu nampak acuh dan kembali memainkan ponselnya.

"Terserah! tapi dia duduk di belakang, gue duduk di depan di sebelah lo, Kak."

Gavin tersenyum mendengarnya, meski dengan nada yang ketus dan tak bersahabat namun Arkan tak menolak keinginannya. Ketiganya pun memulai sarapan dengan diam sampai tiba-tiba suara batuk Bintang menghentikan kegiatan Gavin dan Arkan. Gavin menyerahkan air minum pada Bintang karena anak itu nampak seperti tersedak sembari menutup mulutnya bahkan kedua mata Bintang nampak merah dan berair saat ini.

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang