Bagian 14

407 46 6
                                    

Bintang bangun pagi dengan keadaan kacau, gara-gara semalam mimpi buruk dan menangis ia tak bisa lagi tidur nyenyak semalaman. Bintang memilih untuk bersiap ke sekolah, ia tak mau terlalu lama bolos sekolah dan bermalas-malasan, meski perutnya tak terlalu sakit namun tubuhnya masih begitu lemas saat ini. Namun jika ia terlalu lama tak masuk sekolah, Bintang takut akan tertinggal banyak pelajaran dan nilainya akan menurun nanti, Bintang tak mau mengecewakan Farah dan Bima apalagi jika berakhir mendapat hukuman lagi dari Bima.

Setelah mandi dan memakai seragam sekolahnya, Bintang memandangi pantulan dirinya sendiri di cermin besarnya, wajahnya nampak begitu pucat, mengerikan satu kata yang terlintas dalam pikiran Bintang saat melihat penampakan wajahnya yang sangat pucat di sertai mata yang sembab dan bahkan ada warna hitam di bawah matanya.

Bintang menghembuskan nafas panjang lalu keluar dari kamarnya, ia berniat ingin langsung pergi ke sekolahnya dan akan sarapan di kantin sekolahnya saja demi menghindari kedua kakaknya namun Bintang tak sengaja berpapasan dengan Gavin yang juga nampak sudah rapi, sepertinya Gavin ada kelas pagi hari ini.

"Loh! kok udah pake seragam aja, Bin? jangan dulu sekolah! lo masih sakit, Bin." ucap Gavin, Bintang mengulas senyum tipisnya.

"Gak papa, Kak. Gue mau sekolah aja, gue udah enakan kok."

"Tapi muka lo masih pucet gitu."

"Beneran Kak, gue udah gak papa."

Gavin membuang nafas panjang, Bintang cukup keras kepala juga rupanya.

"Ya udah, lo boleh sekolah, tapi sarapan dulu, nanti perutnya sakit lagi."

"Gue bisa sarapan di kantin sekolah, Kak."

"Gak ada penolakan Bintang!"

Gavin kemudian menarik lengan Bintang menuju meja makan membuat Bintang hanya bisa pasrah saja menuruti kakak tirinya itu. Di ruang makan terlihat Arkan yang sudah lebih dulu ada disana dan seperti biasa Arkan akan melayangkan tatapan bencinya pada Bintang membuat Bintang mengalihkan pandangannya ke arah lain asalkan tak bersitatap dengan Arkan.

"Kak Gavin ngapain sih ngajakin dia?" ketus Arkan

"Bintang harus sarapan dulu, Ar. Nanti maagnya kambuh lagi kalo telat makan mulu."

"Ya udah sih, biarin aja, ngapain sih sok peduli sama dia!"

"Ar.. udah dong, jangan kayak gini sampai kapan kamu mau bersikap ketus sama Bintang? Bintang sekarang adek kita juga, Ar."

prangg!!

Arkan membanting sendok di atas meja makan menimbulkan bunyi nyaring yang memekakan telinga, Arkan sungguh tak suka karena Gavin mulai peduli pada Bintang.

"Aku gak akan pernah bisa nerima dia, Kak!! dan elo Bintang!!" Arkan kemudian menunjuk Bintang dengan wajah penuh amarahnya, Bintang hanya menundukan kepala karena ketakutan saat ini.

"Jangan caper jadi orang! jangan kira karena Kak Gavin mau nerima lo! gue juga bakal nerima lo kayak Kak Gavin!! sampai kapanpun gue gak sudi!!"

"ARKAN!!"

Namun Arkan seolah tak mempedulikan teriakan Gavin, ia meraih ranselnya lalu pergi begitu saja dan melupakan sarapannya, Arkan muak lama-lama berada disana, sementara Bintang, entah mengapa dadanya seolah terasa sesak saat ini, Arkan begitu membencinya dan Bintang merasa bersalah karena dirinya, Gavin dan Arkan malah bertengkar seperti tadi.

"Kak.. maafin gue." lirih Bintang di sertai kedua mata yang berkaca-kaca.

"Nggak, Bin! jangan minta maaf, lo gak salah, gue yang harusnya minta maaf atas nama Arkan, dia orangnya emang keras, jadi gue harap, lo jangan masukin ke hati ya omongannya Arkan." ucap Gavin dan Bintang hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang