49. Saksi Mata

195 8 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Jika kamu mau berkorban demi Orang Tersayang. Itulah Cinta sejati. Bukan hanya tentang perasaan melainkan tentang pengorbanan"
~Zayan Ar-Rasyid

**********

Zayan memasuki Ruangan Putih penuh dengan alat medis itu. Langkahnya terhenti kala melihat Wanita yang dicintainya terbaring lemah dengan alat-alat medis yang melekat ditubuhnya.

Ia terduduk di Kursi samping Brankar Istrinya. Menggenggam erat tangan Zahra yang dingin. Menciumi nya berkali-kali. Berharap sang empu bangun dari komanya.

"Assalamu'alaikum Humaira nya Mas"

"Maaf ya Humaira. Mas baru bisa menemani. Kemarin Dokter tidak memberi izin"

"Mas akan selalu menunggumu sampai Humaira sadar. Jangan terlalu lama tidurnya ya Humaira"

Zayan menunduk. Menghapus buliran air mata yang dengan lancang turun.

"Maafkan Mas ya. Gara-gara Mas, Humaira jadi Seperti ini. Andai saja Mas menyusul Humaira"

"Astaghfirullah"lirihnya.

Dirinya sadar bahwa ia sudah Khilaf. Dengan berandai-andai jika ada dirinya mungkin Istrinya tidak seperti ini.

Tapi? Apa boleh buat?

Kita hanya Manusia biasa. Mau berharap sebesar apapun jika sudah Takdir, Kita bisa apa? Cukup Jalani dengan Ikhlas dan Sabar.

Yakinlah, Allah pasti akan memberikan Takdir yang terindah.

Ceklek

Pintu terbuka. Menampilkan Sosok Wanita Paruh baya yang telah melahirkannya, Umi.

"Assalamu'alaikum"salam Umi sembari menutup Pintu Ruangan itu.

"Waa'laikumsalam"

Zayan mendekat ke arah Umi nya. Lalu mencium punggung tangan Umi nya.

"Sudah makan Mas?"tanya Umi.

Zayan menggeleng.

"Umi bawakan Makanan Kesukaan Zay. Dimakan yah"ujar Umi sembari menyodorkan Tote bag kearah Zayan.

Zayan menerima Tote bag itu.

"Umi yang memasak?"

Umi mengangguk, lalu duduk di Sofa Ruangan itu.

Zayan menyusul sang Umi. Duduk di Sofa sembari memegang Kotak Makan berisikan Ayam goreng madu.

"Umi... Suapin"rengek Zayan yang cosplay menjadi anak kecil.

Umi terkekeh atas tingkah Putra keduanya. Mengelus rahang tegas anaknya lalu berucap.

"Anak Umi meskipun sudah besar tapi akan Umi anggap kalian versi kecil"

"Sini Umi suapin"

Zayan berbinar. Memberikan Kotak Makan kepada Umi nya.

"Berdo'a dulu"titah Umi.

Zayan mengangguk.

Umi pun mulai menyuapi Zayan.

"Ya Allah, sedih sekali melihat Zay begitu terpuruk atas kejadian yang menimpa Zahra"batin Umi.

**********

Hari-hari Zayan lalui hanya untuk menemani Zahra.

Ustadz Wildan lah yang menggantikan Dirinya di Pembangunan Kelas 'Ulya.

ZAYRA: Antara Rasa Dan Cinta[end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang