Robot Masa Depan

0 0 0
                                    

Sekitar dua puluh tahun yang lalu, dua mahasiswa jenius terlihat saling bersaing dengan sangat intens di dalam laboratorium robotik Institut Teknologi Hazard. Kedua mahasiswa itu bernama Neuron Smith dan Hershel Cooper. 

Pada saat itu, mereka berdua sedang sibuk memamerkan robot canggih ciptaan mereka kepada teman-temannya. Neuron menciptakan sebuah robot humanoid yang bisa melakukan sebuah tarian dengan terampil, sedangkan Cooper membuat sebuah robot gorila yang bisa meniru gerakan gorila asli.

Masing-masing beradu argumen dan mengklaim bahwa robot merekalah yang terbaik di kelas tersebut. Perdebatan mereka berdua selalu berlangsung sengit sampai teman-teman mereka bosan mendengarnya.

Saat mereka sibuk berdebat, mereka langsung ditegur oleh Profesor Albert en Fahrenheit yang menjadi dosen mereka. Dengan pemikiran yang cerdas, profesor itu langsung menyanggah argumen-argumen mereka.

“Kalian berdua masih perlu banyak belajar. Aku mengakui bahwa robot buatan kalian memang cukup bagus. Namun, robot kalian masih memiliki kelemahan di berbagai sisi. Contoh yang paling konkrit adalah kurangnya efisiensi dalam penggunaan sumber daya,” ucapnya panjang lebar. Dia kemudian mengungkapkan berbagai teori-teori ilmiah yang kompleks berdasarkan hasil penelitiannya.

Meskipun terdengar membosankan, ceramah Profesor Albert selalu menyenangkan di telinga Neuron dan Cooper. Hal itu tidaklah mengherankan karena mereka adalah maniak robot kelas berat. Mereka ingin menyerap ilmu sebanyak mungkin dari Profesor Albert.

Setiap mengajar di kelas, Profesor Albert selalu mengungkapkan cita-cita dan keyakinannya yang ambisius. Dia percaya bahwa robot adalah harapan sekaligus masa depan umat manusia. Sadar atau tidak, peradaban terus berkembang menuju ke zaman baru yang futuristik.

Meskipun demikian, penelitian tentang robot selalu mengalami tantangan yang berat di berbagai lini, contohnya adalah dana yang besar. Belum lagi, masyarakat banyak yang takut dengan ancaman robot dan AI seperti yang digambarkan dalam film-film science fiction modern.

Profesor Albert tidak menyerah begitu saja. Dia selalu mengembangkan inovasi-inovasi baru dan berbagai eksperimen. Melalui berbagai eksperimen dan penelitian, dia bisa mendapatkan data yang berharga untuk menciptakan sebuah robot yang ideal.

Usai menceramahi Neuron dan Cooper, Profesor Albert memperlihatkan sebuah robot terbarunya yang terlihat sangat canggih. Meskipun tampilannya sederhana, robot itu dilengkapi dengan sistem komputer dan chip AI yang paling mutakhir.

Robot itu bisa menerima perintah dan melakukan tugas-tugas yang cukup kompleks, seperti menghitung angka dengan teliti dan menguasai lebih dari sepuluh bahasa. Tentu saja, kemampuan robot itu masih memiliki batasan-batasan tertentu, seperti pola interaksinya yang kaku dan kurang alamiah.

“Ada hal penting yang harus kalian pahami. Kita tidak membuat robot demi kesenangan atau ambisi konyol, tetapi tujuan kita jauh lebih sakral dan universal, yaitu demi kebaikan umat manusia. Karena itulah, kalian harus memperhatikan esensi dan fungsi praktis robot yang kalian buat,” ucap Profesor Albert. Kata-kata itu sempurna menjadi penutup kelas perkuliahan pada hari itu.

Meskipun kelas telah berakhir, Neuron dan Cooper terlihat masih belum puas. Mereka berdua tetap ngotot memperdebatkan keunggulan robot mereka tanpa mengindahkan nasihat dari Profesor Albert.

***

Kecintaan Neuron terhadap robot pertama kali tumbuh saat dia melihat pameran robot gratis yang diadakan oleh Profesor Albert. Dia sangat kagum terhadap robot-robot canggih buatan profesor itu. Dia pun terinspirasi untuk menjadi ahli robotik yang hebat seperti profesor.

Tidak seperti Neuron, obsesi Cooper terhadap robot terlahir dari sebuah fantasi seorang anak kecil. Dia ingin membuat robot yang berukuran besar seperti yang tergambar dalam cerita-cerita science fiction.

Terlepas dari persaingan yang terjadi di antara Neuron dan Cooper, mereka berdua menjalin persahabatan yang sangat akrab semenjak di semester pertama. Mereka berdua mampu memahami isi pikiran satu sama lain.

Mereka juga mempunyai kesamaan karena mereka mewarisi kekuatan bintang yang mengalir di dalam tubuh mereka. Di luar rutinitas normal, mereka seringkali menjalankan aksi bersama kelompok Machine Engine yang pada saat itu masih dipimpin oleh Graham Alexander.

Jika dilihat dari latar belakang, Neuron dan Cooper berasal dari keluarga yang jauh berbeda. Neuron berasal dari keluarga yang miskin dan bermasalah, sedangkan Cooper berasal dari keluarga terdidik dan punya finansial yang bagus.

Neuron sempat bercerita kepada Cooper bahwa ibunya adalah mantan pelacur yang pernah terjun ke dunia gelap. Namun, ibunya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan itu setelah Neuron lahir ke dunia karena dia ingin merawat putranya dengan cara yang benar.

Sejak kecil, Neuron tidak pernah bertemu secara langsung dengan ayahnya. Dia hanya mengenal ayahnya melalui cerita-cerita ibunya. Menurut informasi yang dia dapat, ayahnya adalah seorang Havenstar yang gagah berani hingga ibunya takluk dan jatuh hati. 

Meskipun Neuron hidup dalam keterbatasan, dia tidak menyerah begitu saja. Dia terus belajar dan mengasah pola berpikirnya sehingga dia tumbuh menjadi anak yang cerdas. Berkat kerja kerasnya, dia bisa mengakses pendidikan gratis melalui melalui beasiswa yang diberikan oleh pemerintah. 

***

Setelah berkuliah selama tiga setengah tahun, Neuron dan Cooper pada akhirnya lulus dengan gelar cumlaude. Mereka langsung mendapatkan tawaran dari berbagai perusahaan raksasa, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Namun, mereka menolak semua tawaran tersebut karena mereka lebih memilih untuk membantu Profesor Albert. Sebelum kelulusan, profesor berusia paruh baya itu mengungkapkan sebuah permintaan khusus kepada mereka berdua.

Selama ini, Profesor Albert menganggap mereka berdua sebagai mahasiswa terbaiknya. Karena itulah, dia percaya bahwa kreatifitas dan kejeniusan mereka berdua bisa mendukung cita-citanya yang ingin dia wujudkan sejak lama.

Profesor Albert mengajak Neuron dan Cooper untuk berbicara secara privat di ruangannya. 

“Aku ingin berterima kasih karena kalian mau meluangkan waktu untuk mendengarkan permintaan egoisku. Aku benar-benar membutuhkan bantuan kalian berdua, bukan sebagai dosen dan mahasiswa, tetapi sebagai sesama mitra kerja,” ucap Profesor Albert dengan wajah yang sedikit memohon. 

“Kau tidak perlu merendah sampai seperti itu, Profesor. Kami jadi merasa tidak enak dengan Anda,” balas Neuron spontan. Jauh di lubuk hatinya, dia merasa terhormat karena dia bisa bekerja sama dengan orang yang dikaguminya.

“Ehm, aku ingin tahu. Apa yang sedang Anda rencanakan, Profesor Albert?” sahut Cooper yang merasa penasaran sejak tadi.

Profesor Albert kemudian menjelaskan sebuah masterplan yang sudah dia susun di kepalanya. Dia ingin membuat sebuah perusahaan robotik terbesar yang menyatukan perusahaan-perusahaan robotik berskala kecil di seluruh Freiheit Federation.

Selama bertahun-tahun, perusahaan-perusahaan itu bergerak secara terpisah dan hanya berorientasi pada bisnis. Menurutnya, hal tersebut menjadi hambatan besar pada inovasi dan pengembangan dunia robotik. 

Neuron dan Cooper tertegun sejenak saat dia mendengar rencana Profesor Albert. Mereka tidak menyangka bahwa profesor memikirkan ide yang sefantastis itu. Tanpa pikir panjang, mereka pun langsung menyetujui permintaan tersebut.

Selang beberapa bulan setelah pertemuan tersebut, mereka berhasil mendirikan sebuah perusahaan bernama Robotic Link yang menaungi seluruh ilmuwan-ilmuwan robotik dengan ide brilian yang selama ini tertahan karena berbagai faktor dan alasan. 

Mereka mulai mengembangkan berbagai robot baru yang berguna untuk berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, manufaktur, militer dan pertahanan negara, hingga bahkan industri hiburan. Lambat laun, masyarakat pun mulai terbiasa dengan kehadiran robot di tengah-tengah mereka. 

The Haunted GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang