Memori Nostalgia

1 1 0
                                    

Tujuh ratus lima puluh kilometer dari wilayah Centurion, Howard tengah berdiri mematung di hadapan makam Rose. Dia ingin menenangkan hatinya yang kacau sembari mengenang kembali momen-momen nostalgia yang indah bersama dengan perempuan itu.

Setelah memastikan bahwa William baik-baik saja, Howard tidak mempunyai alasan lagi untuk berlama-lama di Centurion. Lagipula, Doctor sempat berpesan untuk segera kembali ke Rievers jika urusannya dengan William sudah selesai.

Seperti biasa, Howard membawa sebuket bunga Lily putih yang terangkai dengan sangat menawan. Dia meletakkan bunga itu di atas nisan Rose dengan khidmat. Lalu, dia bermonolog sendirian demi melepas rasa rindunya.

"Akhir-akhir ini, ada banyak hal yang terjadi, Rose. Kakakmu diserang oleh pembunuh misterius itu, tapi dia berhasil selamat untungnya. Aku semakin dekat dengan pembunuh itu. Aku berjanji akan menghabisinya dengan tanganku," ucap Howard dengan nada yang serius.

Hari ini, cuaca terasa sangat terik karena angin tidak terlalu berhembus. Howard menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul 12.10 p.m. Jam tangan itu adalah pemberian sekaligus kenang-kenangan berharga dari Rose.

Howard jadi teringat kembali senyuman gadis itu saat dia memberikan hadiah tersebut. Pada saat itu, mereka sedang menghabiskan waktu bersama di sebuah restoran yang tidak terlalu mewah.

Meskipun Rose berasal dari keluarga konglomerat, dia mempunyai sifat yang rendah hati dan selalu tampil sederhana. Dia juga gampang bersahabat dengan orang lain. Bagi gadis itu, status sosial bukanlah hal yang penting.

Pada awalnya, Howard sempat ragu untuk menjalin hubungan dengan Rose karena dia merasa tidak pantas dengan gadis tersebut. Dia hanyalah lelaki bermasalah yang suka terlibat pertarungan liar hanya demi mendapatkan uang.

Namun, Rose tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dia selalu melihat kebaikan dan kelebihan yang ada dalam diri Howard. Ketika Howard berbuat kesalahan, dia selalu menegurnya dengan cara yang lembut.

"Sepertinya, aku harus kembali ke markas. Sampai jumpa di lain waktu, Rose!" ucap Howard usai dia tersadar dari lamunan panjangnya. Ketika dia melangkah menuju ke pintu gerbang, perhatiannya tiba-tiba teralihkan oleh seorang gadis yang berada di sisi ujung pemakaman itu.

Gadis itu mengenakan pakaian yang serba hitam. Dia tertunduk lesu menatap sebuah nisan. Meskipun terlihat samar, Howard merasa bahwa dia sangat mengenal gadis itu. Dia pun mendekat ke sana secara perlahan-lahan.

"Hai!" Howard menyapa gadis itu dengan ramah. Gadis itu menoleh ke arah Howard dengan ekspresi yang sedikit terkejut. Selang beberapa detik kemudian, dia membalas sapaan itu dengan senyuman yang hangat.

"Howard? Sejak kapan kau berada di sini," balas gadis itu sembari mengusap kedua matanya yang tampak sembab.

"Aku sudah di tempat ini sekitar satu jam yang lalu. Aku ingin kembali ke markas, tetapi aku tidak sengaja melihatmu dari kejauhan. Karena itulah, aku menghampirimu kemari, Pink."

Tanpa banyak bertanya, Howard sudah tahu bahwa Pink sedang melakukan hal yang sama dengannya. Gadis itu sepertinya sedang rindu dan bernostalgia dengan masa lalu bersama kakak perempuannya.

"Menyedihkan, bukan? Aku baru menyadari bahwa aku sangat mencintai kakakku setelah dia tiada, padahal aku seringkali bersikap buruk kepada kakakku saat dia masih hidup," ujar gadis itu dengan suara yang sendu.

Howard diam sejenak sebelum dia berbicara. Dia sedang memikirkan kata-kata yang tepat untuk merespons ucapan gadis itu. Selang semenit kemudian, dia baru bersuara.

"Aku mengerti perasaanmu. Penyesalan adalah sebuah bagian dari kehidupan. Dari situ, kita bisa belajar sesuatu yang sangat penting. Aku sangat yakin kalau kakakmu juga sangat mencintaimu, Pink. Dia pasti mengharapkan yang terbaik untukmu."

Mendengar kata-kata Howard, tangisan Pink kian pecah hingga air matanya mengalir deras. Dia refleks memeluk tubuh Howard dengan sangat erat untuk menumpahkan segala kesedihan dan beban yang menumpuk di benaknya.

Howard jadi terhanyut dengan suasana. Dia menyambut pelukan itu dengan hangat sembari mengelus-elus rambut gadis itu dengan lembut. Lambat laun, tangis gadis itu mereda hingga dia bisa kembali tenang.

"Terima kasih karena kau sudah membiarkanku menangis di pelukanmu," ucap Pink dengan gurat wajah yang campur aduk antara sedih, senang, dan malu-malu.

Howard hanya tersenyum kecil melihat ekspresi gadis itu. Dia tidak pernah menduga bahwa gadis yang biasanya periang dan hiperaktif bisa berubah menjadi sosok yang melankolis seperti itu.

"Maaf, aku tidak bisa berlama-lama lagi di sini. Aku harus kembali ke markas sekarang juga. Jika kau punya waktu luang, kau bisa ikut bersamaku," ucap Howard. Gadis itu hanya mengangguk pertanda setuju.

***

Pink merasa sangat kikuk saat dia sampai di markas Fallen Star yang ada di Distrik 2. Di lain sisi, dia merasa senang dan deg-degan karena dia bisa dekat-dekat dengan Howard. Namun, ada satu masalah besar yang harus dia hadapi, yaitu Margareth.

Entah mengapa, Margareth merasa kurang nyaman dengan kehadiran Pink. Alasannya bisa ditebak dengan sangat jelas. Dia merasa cemburu karena Pink terlihat menaruh perasaan terhadap Howard.

Hal yang sama juga dialami oleh Pink. Sejak pertama kali bertatapan muka dengan Margareth, dia langsung tidak suka dengan gadis itu. Dia menganggap gadis itu sebagai saingan terberatnya dalam memperbutkan hati Howard.

"Hei, kalian berdua ini kenapa? Kalian seharusnya akur, dong!" Howard mencoba mengakrabkan mereka sebisa mungkin. Begitupula dengan Magician yang tidak tahan melihat perseteruan mereka.

"Sepertinya, aku lebih baik pulang saja ke Orchid. Aku tidak betah jika aku harus berlama-lama di sini," ucap Pink dengan ketus sembari menatap tajam ke arah Margareth.

"Iya, aku sangat senang jika kau segera pergi dari tempat ini," sahut Margareth dengan reaksi yang sama-sama tidak mengenakkan. Mereka berdua terus beradu mulut sampai-sampai telinga Howard dan Magician menjadi panas.

"Baiklah! Kalau kalian memang tidak bisa akur, aku akan mengajak Pink ke tempat Doctor biar dia disambut dengan ramah di sana," ucap Howard dengan sebuah solusi.

"Tunggu!" ujar Margareth spontan. Dia merasa bahwa ide itu sangat buruk karena itu artinya Pink bisa berdua-duaan dengan Howard tanpa sepengetahuannya.

"Ada apa lagi, Margareth?" tanya Howard.

"Ehm, aku berubah pikiran. Pink sebaiknya baik tinggal di sini ketimbang di tempat Doctor. Aku janji akan berusaha akrab dengan dia sebisa mungkin," balas Margareth dengan suara yang terdengar lebih ramah ketimbang sebelumnya.

"Bagus kalau memang begitu. Aku turut senang mendengarnya. Aku sangat yakin kalau kalian bisa menjadi sahabat yang akrab," ujar Howard sembari tertawa sedikit keras. Kedua gadis itu hanya tersenyum kecut dan berpura-pura akrab di depan Howard.

Howard kemudian memberi kode kepada Magician untuk menuju ke luar rumah. Dia ingin memberikan ruang pribadi kepada Pink dan Margareth agar mereka berdua bisa saling mengenal lebih dekat.

The Haunted GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang