Semua telah berkumpul. Di ruangan tertutup itu, udara berat menelisik ke seluruh bagian ruangan. Jarak diantara perorangan seolah diliputi duri, angin terasa begitu tajam sehingga membekukan mulut mereka. Ya, tidak ada yang berani memulai pembicaraan itu.
Terlihat ujung mata mereka saling mengintip satu sama lain. Seolah mereka akan diterkam jika salah berbicara. Padahal, mereka hanya khawatir memulai topik bicara kali ini saja.
Melihat orang orang disekitarnya tampak tidak ingin membuka mulut, Helena akhirnya memberanikan diri untuk memecah sunyi dalam pertemuan ini."Jadi, sebenarnya apa yang ingin kalian dengar?"
Masih tersisa hening, kepala kepala disana tengah memilah hal yang akan keluar dari mulut mereka. Tentu mereka tidak boleh salah ambil kata.
"Helena, kau.. baik baik saja? "tanya Afertian memastikan kondisi adiknya.
"Bisakah langsung ke intinya saja?" balas Helena dingin.
"Baik.."
"Jadi, putriku, bisakah kau menceritakan kronologi kematian Yang Mulia Putra Mahkota?" kali ini Duke yang bertanya.
Terlihat dihadapan Helena, orang orang seperti memastikan apakah sekarang adalah waktu yang tepat membicarakan hal itu. Sekarang, perhatian berpusat pada gadis ini.Menunggu sang gadis memberanikan diri untuk menceritakan kejadian yang begitu tragis dalam hidupnya.
"Saya akan." jawab Helena tegas lantas mulai menceritakan kisah pertemuan terakhirnya dengan sang pangeran.
"Begitu saya tersadar, ujung pedang itu menembus tubuh Yang Mulia.."ucap Helena masih melanjutkan ceritanya.
Masih dalam kondisi tenang, Helena terus melanjutkan ceritanya. Sesekali terlihat kerut diantara kedua alis sang kakak, takut takut adiknya menangis. Orang orang terdekatnya juga sudah mulai khawatir Helena tidak kuat melanjutkannya. Namun, Helena dengan kuatnya mematahkan kekhawatiran orang orang disekitarnya."Begitulah bagaimana Yang Mulia menutup matanya untuk selamanya.." selesai akhirnya cerita yang terasa begitu pilu, bahkan untuk direka ulang.
Sepersekian detik, terasa hening kembali mengisi. Seolah memberi ruang bagi sang gadis untuk menenangkan hati dan pikirannya. Orang orang disana, seolah mengerti dan memberikan beberapa detik itu kepada Helena.
Di ruangan yang kini semakin sesak itu, mentari masih menyinari sudut sudut terlupakan bahkan oleh Sang Cahaya. Suara burung yang terbang lalu lalang disekitar mansion juga terdengar menyelimuti sunyi yang masih berlangsung.
"Lalu, bagaimana dengan Federic? "tanya Luke yang akhirnya angkat suara memecah kesunyian itu.
"Ah, sebelumnya. Ayahanda belum memperkenalkannya. Dia, kaki tangan mendiang Yang Mulia Putra Mahkota. Juga, kakak dari Nova.." jelas Duke saat melihat putrinya merasa asing dengan kehadiran Luke.
"Orang itu, sepertinya pergi dengan sihir?" jawab Helena sembari berfikir juga.
"dia, benar benar bisa menggunakan sihir? hm?" gumam Luke yang juga heran.
"lady yakin itu sihir?" sambung Luke sambil tatap si bungsu Cather. "menurutku itu memang sihir, dia tiba tiba menghilang dari hadapanku", jelas Helena.Semua orang disana termasuk Putri Aerisha yang turut hadir, ikut berfikir. Bahkan, Luke yang sedari kecil bersamanya pun tidak tahu menahu tentang kemampuan sihir yang digunakan Federic.
"Tapi, kenapa ayahanda dan kakak tiba tiba kembali?"tanya Helena tiba tiba.
"Ah, ini titah Pangeran kedua. Katanya bisa jadi Kerajaan Howard berencana menyerang ibu kota. Karena posisi baginda kaisar juga sedang rentan"jawab Luke.
"Lalu, bagaimana keadaan di medan tempur?" kali ini Putri Aerisha yang bertanya.
"sejauh ini masih stagnan. Tidak ada kemajuan.." jawab Luke singkat.
Ruangan itu, Kembali diisi oleh keheningan yang tidak diketahui asalnya. Setiap orang terlihat memikirkan kekhawatiran yang berbeda. Ada yang memikirkan nasib kekaisaran ini, ada yang memikirkan kabar para ksatria yang berjuang di medan perang, ada pula yang memikirkan alasan pengkhianatan orang itu. Namun, dibalik semua kekhawatiran itu, ada yang memiliki tujuannya sendiri.
"Ayahanda, saya punya permintaan.."ucap Helena yang tiba tiba berdiri, memecah sunyi tak berakhir itu.
"Apa yang kau inginkan, Helena?"tanya Duke bingung dengan tingkah putrinya disaat seperti ini pula didepan orang banyak."Bisakah agar pengkhianat itu, menjadi bagianku?" ucap Helena yang bahkan mengejutkan Putri Aerisha.
"Mohon maaf Lady, itu bukan tindakan yang bisa anda lakukan.."ucap Luke menginterupsi pembicaraan ayah-anak mereka.
"Benar nak, lagipula bagaimana kamu yang seorang gadis menghadapi ksatria sehebat itu? Ayah bukannya melarang mu balas dendam, tapi apa yang bisa kau lakukan sebagai seorang gadis?"jelas Duke.
"Aku tidak berniat menangkapnya kok, bisakah kalian biarkan aku yang mengadilinya sendiri?", pinta Helena yang masih berharap.
"Helena, jangan menodai tanganmu," ucap sang kakak dengan lembut, berharap adiknya berubah pikiran.
Sang adik tampak tidak berkutik dengan kekhawatiran kakaknya. Ia menunggu balasan dari ayahandanya.
"Baiklah, tapi kamu harus Bersama kakakmu, bagaimana?"ucap Duke.
"Baiklah, Ayahanda.."
"Kalau seperti ini tidak apa kan, Luke?" tanya Duke pada Luke yang nampak tidak puas.
"Ah, baiklah Tuan Duke"jawab Luke dengan setengah terpaksa.
Begitulah bagaimana rapat hari ini berakhir dengan tenang. Orang orang yang menghadiri rapat itu pun telah kembali ke ruangan nya masing masing, termasuk Helena.
****
Dikamar nan luas itu, seorang gadis terlihat masih memegang secarik kertas ditangannya dari sang pangeran yang sudah tidak dapat ia temui kembali. Namun, kali ini, wajahnya sudah tidak menampakkan kesedihan lagi.
Tak lama, terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar tersebut. Begitu pintu tersebut terbuka, seorang gadis kecil berlari kedalam pelukan Helena yang sudah berdiri tak jauh di depan pintu.
"Kak Lena!! Akhirnya kau mau berbicara dengankuu!"rengek anak kecil itu.
"Apa maksud anda Tuan Putri.."timpal Helena masih dengan tampang dinginnya.
Setelah beberapa saat berpelukan, mereka pun menghabiskan secangkir teh bersama. Terlihat senyum bahagia di wajah Tuan Putri itu karena dapat menemui kembali teman kesayangan nya, Helena.
"Jadi, ada apa kau memanggilku, kak?"tanya Tuan Putri tanpa basa basi sembari meneguk teh nya.
Helena terdiam, bagaimana bisa putri sekecil itu mengetahui maksud terselubungnya. Mereka memang berteman, Tuan Putri juga bukannya bermaksud menekan Helena, hanya penasaran.
"Jangan khawatir kak, katakan saja.."sambung Putri Aerisha.
"Hm, Tuan Putri.."
"Bisakah anda mengajari saya sihir?" tanya Helena terus terang.
Sepersekian detik senyum di wajah Tuan Putri itu memudar, seolah tidak pernah menyangka perkataan itu akan keluar dari seorang Helena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Helena:The Fading Light
Historical FictionHelena, putri satu satunya Duke cather yang sangat ia sayangi. bagaimana tidak? kelahiran nya sudah seperti cahaya bagi keluarga ini. seorang lady yang sangat misterius dikarenakan keberadaannya tidak banyak diketahui orang luar. Ya, kehidupan gadis...