Jeju Island

1.4K 136 23
                                    

Jaemin urung bicara dengan orang tuanya dua hari setelah pertemuannya dengan keluarga Haechan karena mereka mendadak terbang ke Aussie. Tidak, bukan mendadak sebenarnya, ibunya yang baru mengabari semalam sebelum berangkat. Mereka akan di sana selama 1 minggu, dan Jaemin harus menunggu untuk itu.

Tiba akal, tiba masa. Kadangkala liburan mendadak justru lebih baik daripada liburan yang direncanakan, agar dapat terealisasikan. Iya, keputusan mendadak Haechan membawa mereka di tempat ini.

Pulau Jeju.

Mereka akan disana selama 5 hari lamanya.

Liburan mendadak membawa mereka pada pulau Jeju yang menjadi tempat persembunyian Haechan beberapa tahun lalu. Sengaja, Haechan ingin ajak Jaemin ke rumah tempatnya tinggal sewaktu mengandung sampai usia Woojin satu tahun.

Rumah sederhana 1 lantai dekat pantai, dengan dominasi cat tembok warna khaki. Haechan ini sepertinya menyukai halaman luas, karena yang Jaemin lihat, pekarangan di rumah itu juga cukup luas namun tidak sebesar halaman rumahnya di perbatasan kota. Oh! Tapi kalau dibandingkan, halaman belakang rumah orang tua Haechan dengan rumahnya di perbatasan kota, jelas rumah orangtuanya lebih luas 2 kali lipat.

"Kamu tinggal disini sejak 3 tahun lalu?" Jaemin bertanya sambil memutar tubuhnya, menyisir seluruh sudut ruangan yang bisa ditangkap mata.

"Iya. Full disini sampe Woojin usianya satu tahun, terus pindah lagi ke Seoul. Sekarang mininal sebulan sekali kesini." sedangkan yang disebut namanya oleh sang yaya sekarang masih tidur pulas di stroller bayi.

"Kamu tinggal sendiri?" ia beralih menatap Haechan sekarang.

"Enggak, sama Renjun."

"Pantesan dia nampar aku, ternyata dia yang nemenin kamu."

Haechan tak lagi menjawab, hanya sebuah tawa kecil yang diberikan sebagai tanggapan. Memang benar apa kata Jaemin. Karena Renjun tahu dan lihat semua perkembangan kehamilannya—yang jelas tak mudah— sampai sekarang.

Haechan masih berdiri di belakang stroller, matanya menukik tanya saat Jaemin berjalan ke arahnya.

Lalu yang dia dapat selanjutnya adalah pelukan.

"Maaf."

Seulas senyum terukir di bibir manis si kesayangan, tapi Jaemin tak bisa lihat sebab wajahnya tersembunyi di dada bidang kekasihnya. "Hmm.. Kamu udah sering bilang itu, jadi stop minta maaf, Jaemin. Aku nggakpapa. Let's live here and now, tomorrow until forever."

"Let's live together, I'll be with you even in the afterlife."

"Papa~" suara lain menginterupsi, pelukan lepas otomatis dan Jaemin bawa diri menghadap si kecil dalam stroller. Tangan putih nan gemas itu kucek matanya selayaknya seorang yang baru bangun tidur, wajahnya mengerut sebab kantuk yang masih ada.

Jaemin sedikit membungkuk di depan stroller, agar anaknya bisa lihat dirinya. "Iya, sayang? Masih ngantuk, hmm?" tangan yang lebih besar usap lembut pelipis si kecil sebelum ambil gendong sang anak yang sudah rentangkan tangan ingin peluk sang ayah.

Woojin dalam gendongan tak beri jawab, hanya atur posisi nyaman untuk kembali sambut lelap yang masih tersisa. Undang kekehan kecil dari orang tuanya.

Haechan lalu maju beberapa langkah untuk kecup punggung leher si kecil. Sementara Jaemin curi kecup pucuk kepala si manis ketika dia menunduk beri cium sang anak.

"Aku mandi dulu. Anaknya nanti tidurin di kasur aja, ini aku mau siapin tempat tidurnya sebelum mandi."

"Oke, yaya."

Semicolon [NAHYUCK] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang