Part 1

3.4K 129 3
                                    

Kim Deukpal, 47 tahun. Mimpinya adalah masuk perguruan tinggi.

Ini adalah hari musim dingin dengan curah hujan yang stabil.  Di sebuah hanok dengan taman kolam, seorang pelajar mempersiapkan diri untuk ujian CSAT dengan semangat membara. Walaupun dia seorang pelajar yang lebih tua, namun antusiasnya sama dengan yang lebih muda, dia memaksa pensilnya dengan keras dan lebih keras lagi untuk menyelesaikan soal matematika. 

Tato naga panjang di lengannya berkedip-kedip dengan setiap soal matematika. Meskipun musim dingin, seluruh tubuh naga itu hidup setiap kali otot-ototnya bergerak di bawah baju lengan pendeknya. Sang guru, yang mengkhususkan diri dalam membimbing remaja, kini berkeringat dingin. Dia mencoba untuk tidak membuat kontak mata dengan naga yang melotot di lengan itu.

Ketika dia menyelesaikan soal terakhir di kertas soal dengan pen merah, dia meletakkan buku itu.

"... Kelas hari ini sampai disini. Kau mengerjakannya dengan baik."

"Baik, Pak. Anda juga melakukannya dengan baik."

Pelajar yang datang terlambat, Kim Dukyeol, membungkuk dan menutup buku kumpulan soal. CSAT Matematika khusus 1. Halaman buku soal dihitamkan dan diberi tanda merah saat pelajar membuat kemajuan.

Ruangan itu besar, dan Kim Deukpal mengikuti sang guru saat dia mengemasi tasnya dan bangun.

"Aku sangat khawatir dengan nilai matematikaku."

Sebagai orang Korea yang bangga, Deukpal merasa yakin dengan Bahasa Korea dan sejarah Korea. Walaupun matematika adalah salah satu mata pelajaran terlemahnya, sama dengan Bahasa Inggris, yang membuat nilai rata-ratanya turun.

Kim Deukpal hanya menyatakan keprihatinannya tentang nilai dari sudut pandang seorang pelajar, tapi sang guru meraba-raba wajahnya yang mulai pucat.

"Baik, itu, um, itulah yang dimaksud dengan matematika. Siswa yang aktif juga berjuang untuk meningkatkan nilai mereka karena dasar-dasarnya sangat penting. Anda mengikuti ujian kualifikasi dan mengikuti saya dengan baik. Ah...! Bukan berarti saya menyepelekan ujian kualifikasi...!"

Kim Deukpal membuka pintu kanan jendela kertas, meninggalkan guru yang membuat alasan tergesa-gesa untuk mengabaikannya karena telah lulus ujian kualifikasi. Pria berjas hitam berbaris disisi kiri dan kanan pintu membungkuk 90 derajat. Membuat sang guru lebih gugup dari yang seharusnya.

"Ini dia! Hyung-nim!"

Pria-pria itu bertepuk tangan dengan keras, Kim Deukpal melangkah ke samping memberi jalan untuk gurunya keluar.

"Guru akan pulang. Tolong antarkan beliau."

"Baik!"

Kim Deukpal menyuruh gurunya untuk bergerak lebih cepat, dan sang guru memeluk tasnya denga erat seperti akan mati. Walaupun dia menerima persyaratan untuk mengajar di Daechi-dong, tu terlalu keras untuk dosen seperti dia yang hidup sebagai seorang warga biasa yang harus tenang di sarang para gangster yang memplester tubuh mereka dengan bekas pisau dan tato.

Seorang gangster dibawah Kim Deukpal dan biasa dipanggil dongsaeng menghilang bersama sang guru (lebih ke digeret menurut pandangan sang guru).  Bukannya kembali ke ruangannya, Deukpal pindah ke ruangan terbuka di taman. Dengan tangan disaku celana, dari punggungnya Kim Deukpal merasa kesepian saat dia memandang ke arah taman.

Taman yang hancur setelah embun beku di bulan Desember.  Wisteria dengan cabang-cabang kecil dann bebatuan taman yang gelam memberikan kesan muram. Walaupun, taman musim dingin berada di puncaknya pada hari bersalju, bukan hujan seperti hari ini.

Ketika salju putih berkumpul di sela-sela cabang, itu terlihat menakjubkan seperti bunga sakura di musim semi.  Ini sama seperti bulan sebelumnya, di bulan November, ketika Kim Deukpal mengambil tes SAT, ketika hawa dingin yang tiba-tiba menyebabkan selimut salju turun.

[BL] I, A Gangster, Became a High School Student-조폭인 내가 고등학생이 되었습니다Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang