Nolan terlihat bergembira, menari dengan para wanita yang seksi dan nakal. Dia biarkan tubuhnya di sentuh atau bergesekan dengan mereka.
Wajah tampan Nolan dengan kesan bad boy handsome itu anehnya begitu diminati wanita-wanita di dalam club.
Padahal sudah banyak gosip beredar, betapa nakal, playboy dan banyaknya hati wanita yang dipatahkan olehnya. Tapi, sepertinya semua gosip itu tidak menjauhkannya.
Nolan melepas kaca mata gayanya lalu berkedip pada wanita cantik yang terus memepetnya itu.
Tanda dia tertarik untuk bercumbu dengannya.
Wanita itu terlihat senang, pasrah saja saat Nolan tarik menuju tempat yang lebih privat. Keduanya terus bercumbu, saling tumpang tindih di sofa.
Hanya sebatas itu. Membuat wanitanya pelepasan tanpa penyatuan. Kenapa? Nolan itu pilih-pilih jika akan berc*nta.
Hanya wanita yang menurutnya tidak jijik maka akan dia perlakukan bagai ratu hingga pagi menyapa.
Wanita itu terengah di atas sofa dengan tanpa penghalang apapun.
Nolan tersenyum manis nan memikat. "Sayangnya, kamu belum beruntung malam ini, baby.." lalu beranjak dari atasnya.
"Nolan, serius?" wanita itu menatap sayu, sudah sangat ingin.
Nolan tidak merespon, dia meneguk segelas alkohol lalu pergi untuk mencari kesenangan lagi namun langkahnya terhenti saat mendapat panggilan suara dari seseorang.
"Serius? Oke." Nolan bergegas pergi dari club itu, membayar seseorang untuk mengantarkannya ke tempat tujuan.
Nolan meneguk air putih, mencoba sadar dari pengaruh alkohol.
***
"Dia ga mau gue paksa pun," Adit terlihat kesal menatap sahabat perempuannya yang kini terisak dengan memar di beberapa bagian tubuhnya yang terlihat.
"Ayah lo gila!" Nolan meraih lengan Azura dan memotretnya dengan paksa. "Lo bawa dia, Dit!" perintahnya.
"Kalau lo mau kita bertiga temenan, nurut! Semua demi kebaikan lo! Ayah lo udah candu alkohol, gila!" tambah Nolan.
Azura tidak bisa lagi menolak jika itu urusannya dengan Nolan. Jiwanya selalu tunduk pada satu sahabatnya itu.
"Kita—"
"Lo masih mabuk, tunggu di sini, temen adik gue mau bawa baju, kasihin di meja. Abis itu lo nyusul ke kantor polisi. Bawa kuncinya," Adit menggendong Azura yang kacau.
Nolan tidak membantah. Dia menurut saja. Dia menunggu sambil menghilangkan bau alkohol dan menyadarkan diri juga.
Nolan tak perlu izin, dia masuk ke kamar Adit untuk meminjam pakaianya.
***
"Meresahkan, pak. Dosanya bukan buat mereka tapi satu kampung. Lebih baik anak kota itu terus di kota," Yeti berseru kesal.
"Iya, sabar bu. Kita akan usut," pak Lukman terlihat sabar.
"Ga sekali dua kali, ada perempuan datang dan lama di dalam bahkan nginep, banyak saksinya kok pak," Hartuti menyahut, dia juga salah satu saksi itu.
"Kita pastikan dengan baik-baik, jangan dengan emosi," Lukman terus menenangkan warganya dengan sabar.
"Mereka hanya anak pindahan, orang tua tidak jelas karena ga pulang-pulang.." seru Fadla kesal karena kampungnya jadi tercemar.
"Di sini bukan negara bebas!" seru yang lain membuat keadaan kembali bising dan saling mengompori.
Mereka sudah tidak bisa sabar lagi. Terlalu banyak saksi.