"Gue berangkat sekarang, katanya Caca belum beli sarapan, lo mau sekalian di pesenin?" Adhya menatap Nolan yang masih telungkup dengan tubuh polos, membuat pipi Adhya samar merona.
Dasar Nolan tidak tahu malu! Tapi bagus sih, Nolan indah dipandang.
"Sini," dengan suara serak Nolan mengkode Adhya untuk mendekat seraya membalik tubuhnya menjadi terlentang.
Adhya mencoba fokus walau tidak bisa untuk tidak menatap benda itu. Pipi Adhya bertambah merah.
"Apa?" Adhya duduk menyamping, membiarkan perutnya di belit Nolan. "Kalau gue tinggal lo ke club?" tanya Adhya yang langsung dia sesali.
"Gue maksudnya itu bukan cemburu, larang atau apapun. Kalau pun jajan ya terserah tapi gue ga akan mau lagi karena takut lo bawa penyakit," tambah Adhya dengan agak salah tingkah.
Nolan tersenyum dengan masih terpejam. "Tenang aja, gue ga kepikiran ke sana. Gue cuma mau nemenin Adit, Azura di rawat lagi." lalu membuka mata menatap Adhya.
"Apa? Jadi semalem kak Adit telepon soal itu? Kak Azura kenapa?"
"Gue juga mau di panggil kakak,"
"Fokus! Kak Azura kenapa?"
Senyum Nolan luntur, berganti cemas terhadap mental sahabatnya itu. "Dia coba bunuh diri lagi," jawabnya.
"Apa? Lagi?"
"Makanya kita sebagai manusia normal ngalah aja ya, kalau pun lo sama Caca kurang suka, pura-pura suka aja, dia banyak luka dari kecil, dia sakit yang susah banget obatnya,"
Adhya merasa iba, dia tidak tahu soal itu. Dia dan Caca hanya kesal dengan tingkahnya yang bagai gadis polos yang memikat dua pria sahabatnya seperti di novel yang pernah Adhya baca. Betapa bermuka dua.
"Adit mau nikahin Azura karena hal ini, kita mau ngobrol hari ini, jadi lo jaga Caca sama bayinya, pelan-pelan tanya siapa ayahnya, gue akan bungkam."
Adhya mengangguk.
"Dan satu lagi. Meskipun ga sibuk, gue ga akan jajan, Adhya. Cek aja ponsel. Gue ganti nomor, cuma lo, Azura sama Caca. Cewek-cewek yang gue kenal di club atau instagram udah ga ada." Nolan mengecup pipi Adhya.
Hari ini Adhya cantik, mungkin karena akan keluar jadi sedikit dandan.
"Besok cepet pulangnya, gue jemput pagi," Nolan ndusel di perut Adhya membuat Adhya menahannya karena geli.
"Gue kerja, sore aja."
"Ck! Lama," Nolan menyelinap masuk ke dalam rok yang di pakai Adhya.
"Caca belum sarapan, Nolan!" Adhya beranjak menghentikan. Semalam sudah banyak Nolan menerima jatahnya.
Dengan lesu Nolan pasrah. Adhya menarik selimut hingga seperut Nolan. Dia malu sendiri melihatnya.
"Jadi penting Caca dari gue?"
Adhya mengangguk.
"Ck! Jujur amat, sini cium lagi!" kesal Nolan.
Adhya menjulurkan lidah mengejek namun tetap patuh mendekat, membiarkan wajahnya di kecup.
"Eum.. Bau jigong!" kekeh Adhya padahal bohong.
***
"Uang nyimpen? Kartu gue liat di nakas," ujar Nolan sebelum Adhya turun menuju apartemen Caca.
Apartemen kecil yang menurut Nolan lumayan. Ada penjaga di bawah.
"Ada, bawa 3 ratus, cukup kok. Kita bukan mau belanja," jelasnya sambil melepaskan sabuk pengaman. "Gue turun," pamitnya.