"Ke tempat Adit dulu," Nolan mengecup sekilas bibir Adhya.
"Soal pak Ciko?"
"Nanti ceritanya." Nolan membuka tutup botol air minum dan meminumnya beberapa teguk.
"Oke, hati-hati." setelahnya Adhya malu sendiri dengan ucapannya.
Mendengar itu jelas Nolan menarik lengan Adhya hingga menghadapnya dan urung turun. "Apa? Hati-hati?" tanyanya mengulum senyum geli.
Adhya mendatarkan wajahnya. "Ga usah mulai, udah seneng belakangan ini ga nyebelin! kurangin jatah ya?" ancamnya.
Nolan malah cengengesan. "Jangan dong, nanti dede gemesnya ga terwujud," kekehnya.
"Dasar si paling ngebet, udah sana!" Adhya menarik lengannya yang dicekal namun Nolan malah mengulum senyum tanpa ingin melepaskannya.
"Ck! Lepas ga?!" amuknya namun berakhir terkekeh geli plus kesal. "Nolan ih! Lepas,"
"Sini dulu, kasih hadiah dulu buat mulut yang perhatian itu." Nolan melumatnya gemas.
Adhya hanya pasrah dan terpejam menerimanya dengan sesekali membalas.
"Udah, lanjut nanti. Hati-hati juga, jangan buka pintu sembarangan!"
Adhya mengangguk saja, buru-buru turun juga karena jantungnya berdebar dan membuatnya tersipu.
"Nyebelin banget! Kenapa juga harus deg-degan!" Adhya mencoba menepis itu. Menakutkan sekalis rasa yang baru dia rasakan itu.
***
"Caca pulang ya mba Dela, untung Adhya udah duluan. Kalau nunggu urusan Caca yang mendadak lembur di hari kerja gini bisa-bisa Adhya ketiduran." kekehnya.
"Hati-hati ya, Ca. Mba pulang nunggu di jemput, sekalian anter Ina.. Jadi ga bisa anter kamu,"
"Kak Adit yang jemput, mba. Tenang aja," Caca meraih tas dan barang-barangnya.
"Oke. Mba lanjut kerja,"
Beres makan malam penyambutan, tiba-tiba ada kabar kesalahan. Caca dan timnya jelas harus menyelesaikan semuanya karena besok akan di pakai presentasi.
Caca meminum air yang sisa sedikit. Tubuhnya lumayan kelelahan, untung mual tidak terlalu parah.
Caca masuk ke dalam lift, matanya menangkap pria berjas yang mendekat dan ikut masuk. Itu bossnya.
Caca menegang. Mundur hingga berdiri di pojokan.
"Lembur?" Ciko menoleh pada Caca.
Tatapannya membuat Caca susah sekali bernafas. "Anu.. Iya, pak. Ada sedikit kesalahan, ta-tapi sudah selesai." jawabnya tergagap.
"Ceroboh!"
Caca melotot samar. "Mohon ma-maaf, ke depannya kami akan semakin—"
"Pulang naik apa?" tanya Ciko dingin sekali, membuat Caca menelan ludah ketakutan.
"Ka-kakak, di jemput kakak," jawabnya mencicit gugup.
Tidak ada lagi suara. Hingga lampu lift mulai error. Guncangan juga terasa. Ciko refleks menangkap Caca agak panik.
"Ada apa ya?" Caca memucat gugup hingga lampu di dalam lift mati.
"Jongkok untuk jaga-jaga," perintah Ciko.
Keduanya berjongkok saling berdekatan. Lift mulai berhenti terguncang.
Caca hanya terpejam, membiarkan Ciko bertindak meminta bantuan atau apapun itu. Jantungnya terlalu berdebar.