19. Obsesi Dan Paniknya Nolan Adit

28.5K 891 21
                                    

"Dit, dia udah balik lagi ke sini," Azura terlihat cemas. "Zahra kasih ini," ponselnya dia berikan pada Adit.

Adit lihat foto sosok laki-laki yang tak asing. Dulu mereka bersahabat. Tapi karena kesalah pahaman saat SMA membuat mereka tidak dekat lagi dan juga dia pergi meninggalkan negara ini untuk kuliah.

"Ciko ga akan sentuh kamu lagi, Azura. Makanya kita harus nikah," Adit menyerahkan ponsel itu pada Azura lagi.

"Dit, aku ga sehat. Aku sakit, kamu pasti muak sama mood aku yang naik turun, aku gila, Adit." lirihnya.

"Ra! Semua orang punya beban, punya tekanan, punya masalah yang bahkan lebih dari kamu. Terus mereka apa? Mereka semua itu gila? Aku juga gila? Aku juga punya masalah, kamu pasti sembuh, jangan terus berpikir buruk tentang apapun, Ra. Semua orang ga ada yang tahu pasti tentang masa depan."

Azura terisak. "Semua orang sakitin aku, aku pasti hancur kalau kamu sakitin, Adit. Aku ga akan sanggup, lebih baik kita begini.." lirihnya.

"Aku ga bebas, Ra. Aku ga bisa jaga kamu 24 jam,"

Azura menerima pelukan Adit tanpa menolak. Dia selalu butuh itu agar tetap waras.

"Aku takut, tentang semua hal. Aku ga mau kamu kesulitan urus aku," tangisnya semakin pecah.

"Mau kesulitan atau engga. Aku mau kamu, Ra. Aku mau jaga kamu selama aku hidup. Aku butuh kamu." Adit terus berusaha meyakinkan Azura agar mau dia nikahi. 

***

"And, lo inget cewek waktu di club itu?" tanya Rio yang baru saja duduk di samping Andi yang sedang merokok.

"Yang mana?"

"Yang bocil ketutup make up,"

"Oh hm, kenapa?"

"Gue liat dia di rumah sakit, periksa kandungan. Jangan-jangan dia—"

"Apapun itu bukan urusan. Jangan dibahas." potong Andi. Dia malas jika memang terjadi, dia tidak ingin terlibat.

"Bajingan!" Rio terbahak. "Bantuin kek, dia—"

"Gue bilang jangan bahas!" Andi menatap Rio tajam penuh keseriusan. "Gue baru pindah lagi ke sini, jangan bikin gue pukul lo, yo.." lanjutnya.

"Ck! Sensitif amat," Rio tidak membahas hal itu lagi. Dia mencoba membahas hal lain.

Andi menghabiskan rokoknya lalu pergi untuk turun ke lautan manusia yang tengah berpesta tanpa peduli apapun itu. Begitu bebas. 

***

"Aduh, Maaf-maaf.." Caca menatap sosok yang menabraknya tidak sengaja.

Adhya yang di samping Caca membantunya berdiri. Untung tidak jatuh sampai membahayakan kandungannya.

Adhya menatap kesal pria angkuh menyeramkan itu. Sungguh tidak hati-hati.

"Apa? Dia yang nabrak!" pria itu menatap Adhya tajam. Di sini dia tidak salah, lebih tepatnya tidak akan mau minta maaf sekali pun salah.

Di sini dia orang penting.

"Iya, Adhya. Caca yang ceroboh, ayoo.. Maaf ya, pak." Caca menyeret Adhya. "Bisa aja dia orang penting, Adhya! Orang penting itu ga mau ngalah, mending kita minta maaf terus pergi," celoteh Caca.

Adhya menatap pria itu kesal. "Siapa sih dia, main ke kantor orang," gumamnya.

"Bisa aja klien, makanya jangan di ladenin," Caca menatap kakinya yang terasa berdenyut sakit. Sepertinya keseleo.

Musuh Seranjang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang