31. Izin Menikah

20.5K 765 8
                                    

"Caca ga waras!" gumam Caca sambil menjambak rambutnya sendiri. Dia duduk merenung di atas kasur.

Kemarin Ciko tidak melanjutkannya. Mereka kembali berpakaian. Lebih tepatnya Ciko memakaikan lagi pakaiannya.

Caca kemarin mengangguk mengiyakan untuk Ciko menikahinya tanpa menunggu 3 bulan.

"Nikah?" lirih Caca berdebar. Dia gelisah sampai jika tidur selalu saja terbangun. Dia sudah terlanjur mengiyakan.

Bahkan Ciko langsung pergi untuk mengurusnya, dia langsung sibuk dengan seseorang di balik ponsel.

Caca menutup mulutnya. Melotot kaget dengan pemikirannya. "Caca ketemu orang tua kak Ciko dong? Dan kak Adit harus tahukan ya.." Caca mencari ponselnya dengan segera.

Caca segera mengetik pesan, bertanya sibuk atau tidak. Hingga Adit membalas tidak, dia sedang libur bekerja katanya.

Caca menelan ludah gugup. "Bilang langsung keintinya aja," gumamnya.

Caca tersentak pelan saat bel berbunyi. Apa itu Adit? Atau Ciko?

Caca menyimpan ponselnya lalu membuka pintu. Ternyata Ciko dengan satu kantong plastik berisi makanan.

Caca tersenyum agak tersipu.

"Lagi apa?" tanya Ciko seraya melangkah masuk ke dalam dan Caca menutup pintu.

"La-lagi kirim pesan ke kak Adit, apa itu eum boleh kasih tahu? Apa Caca sama kak Ciko seriusan mau nikah?" Caca mengekor dengan jemari bertautan gugup.

Ciko menyimpan barang bawaan lalu berbalik menatap Caca. Mereka berdiri saling berhadapan, Caca mendongak menatap Ciko.

Ciko mengusap pipi yang bersemu itu sekilas. "Serius, udah bilang ke orang tua." jawabnya.

Caca menelan ludah. Apa orang tua Ciko setuju? Caca merasa tidak percaya diri. Dia jadi gelisah.

Ciko mengusap bibir Caca yang oleh siempunya digigit gugup. Dia jadi salah fokus dibuatnya.

"Mereka ga jahat, mereka baik. Kamu butuh sosok orang tua? Mereka akan jadi orang tua kamu."

Caca menundukan tatapan, tiba-tiba tersentuh dan mulai berkaca-kaca. Ciko raih lembut kepalanya, dia usap-usap dengan sayang.

Caca malah tidak bisa menghentikan tangisan harunya.

"Nanti pusing. Udah." Ciko mengurai, membingkai wajah Caca, menyeka air matanya yang sempat jatuh.

Caca menatap Ciko lekat, semoga dia tidak akan sakit memberikannya kepercayaan.

"Makasih, kak Ciko." Caca tahu, perbuatan Ciko sangat membuatnya marah, sempat membencinya. Tapi usaha dalam menebus semuanya sungguh membuat Caca terharu.

Ciko tidak lepas tanggung jawab walau Caca tidak tahu niat yang sesungguhnya apa. Caca hanya akan percaya.

"Hm?" Ciko hanya tersenyum dan memeluk kepala Caca lagi, mengusapnya.

Caca merasa nyaman?

***

"Kak Adit.." bisik Caca panik, dia meraih sepatu Ciko dan mendorong Ciko ke kamarnya. Ciko dengan tenang mengikuti ingin Caca.

Musuh Seranjang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang