Adhya berjalan beriringan dengan Caca dan Mba Dela, menuju kantin untuk makan siang. Adhya terlihat berbinar senang.
Mungkin karena bisa bekerja di bidangnya, dengan mudah tanpa harus melewati sesi wawancara dan sebagainya.
Sungguh zaman yang tidak adil. Adhya tahu itu tapi dia tidak bisa berhenti, ini mimpi dari lama. Dia hanya akan bekerja dengan baik sebagai gantinya.
"Dah nikah ya, udah cukup umurnya kok," Dela tersenyum ramah. Dia rekan kerja paling ramah yang Adhya sukai.
Semoga semua orang di sini tidak ada yang mengenalinya yang sempat viral. Semoga setiap harinya setenang ini walau pekerjaan kian menumpuk.
"Nanti kalau ada yang ga ngerti bilang ke Caca, atau mba Dela.. Dulu Caca juga di bantu sama mba Dela.." terang Caca.
Adhya mengangguk. Mereka pun mulai meraih piring, mengambil beberapa sendok nasi dan lauk pauk yang berjajar.
"Hari ini banyak yang enak," ujar Caca. "Oh, mungkin hari senin," kekehnya.
Adhya tidak terlalu peduli, makan apapun dia suka. Dari pagi dia gugup, membuatnya banyak berpikir sampai selapar ini.
***
Adhya terus makan, semua orang juga sama sambil berbincang membahas apapun.
"Boleh duduk?" izin Andi dengan tersenyum ramah.
"O-oh silahkan," Adhya balas tersenyum. Dia kenal juga pada sosok maskulin namun ramah itu.
Entah kenapa, Adhya merasa melihat tingkah Nolan dari diri Andi dan Caca pun memberitahu kalau Andi memang versi Nolan di sini.
"Enak ya makanan hari ini," ujar Andi basa-basi.
"Iya, mas An.." sahut Caca lalu tersenyum, dia ingin diperhatikan juga. Dan menjaga Adhya dari pria sejenis Nolan lagi. Untuk Nolan dia kecolongan. Tapi tak apa, mereka sudah sah menikah.
"Gimana hari ini kerjaan, Ca? Udah biasakan?" Andi mengaduk makanannya.
"Berat, mas An.. Makin banyak kesalahan, tapi udah bisa aku atasi." jawabnya.
"Kamu gimana? Hari pertama kerjanya? Nyaman?" Andi beralih pada Adhya.
"Nyaman, mas." lalu tersenyum. "Ada Caca dan Mba Dela yang bantu," lanjutnya.
Dela hanya makan, menatap ketiganya sesekali lalu membalas dengan senyuman tipis saat namanya terpanggil.
"Bagus, kalau butuh bantuan aku siap bantu,"
"Makas—sebentar," Adhya merogoh jas kerjanya saat ponselnya berdering.
Nama Nolan tertera, dia lupa jika istirahat akan melakukan panggilan telepon. Memang dasar Nolan, kok jadi aneh dan ingin berperan sebagai suami sungguhan, mana membahas soal selingkuh yang membuat Adhya merinding pagi-pagi.
"Hallo," Adhya tidak beranjak, dia hanya keluar dari obrolan.
Caca, Dela dan Andi terus berbincang tentang apapun.
"Kenapa ga telepon?"
"Emang harus?"
Hening sesaat di sebrang sana. "Lo mau di pecat ya karena udah durhaka sama suami," kekeh Nolan. "Gue gabut di rumah, uang bulanan semua bisnis udah masuk, mau jalan nanti?" tawarnya.
Adhya mendengus dalam hati, siapa suruh bergaya pengangguran. "Boleh," jawabnya.
"Gimana kerjanya?" Nolan rebahan dengan hanya menggunakan boxer.
"Berjalan baik, banyak di bantu Caca sama mba Dela.." jawabnya sambil melanjutkan makannya.
"Lembut banget ya suara lo kalau di ponsel, bikin ngaceng aja," kekeh Nolan sambil mengintip celananya yang mengembung.