"Caca ga papa, cuma kapok minum aja sampai tiduran di toilet," Caca terlihat tenang, walau hati dan pikirannya takut.
Caca berpikir dia kotor karena di sentuh om-om. Dia merasa sakit sekali dibagian pusatnya. Suara bocil, tingkah agak bocil tapi dia paham soal begitu.
"Maafin ya, Ca. Sampe harus ngerasain minuman dan mabuk," Adhya memeluk Caca.
Caca balas memeluk, dia tidak enak hati karena berbohong pada Adhya. Dia belum berani, takut Adhya semakin merasa bersalah padahal tidak salah.
"Salah Caca, Adhya. Kalian udah ancam, Caca ga dengerin," tatapan Caca meredup. Dia menyesal, padahal menurut pada Adhya saja saat itu.
"Emang salah Caca!" Adit menyahut.
"Kak Adit juga salah, malah ke kak Azura bukan ke Caca." ceplosnya jujur.
Azura terdiam tak enak hati. Cemas dan perasaan tidak bisa dijelaskan kembali muncul namun dengan cepat Azura kendalikan.
"Maaf, ya, Caca." Azura tersenyum tipis menyesal.
Caca diam bingung, dia keceplosan. Semua gara-gara Adit.
Kini Adit juga cemas, Azura memang terlihat baik-baik saja. Tapi sungguh, dia begitu rapuh. Seperti akan pecah hanya dengan sekali sentuh.
"Mau makan?" Adit mengusap kepala Azura.
Adhya melihat interaksi hangat itu. Adit memang sangat perhatian, memperlakukan perempuan dengan baik.
"Jangan ngarep." bisik Nolan sambil memasukan jemarinya ke jaket yang di pakai Adhya untuk mengusap punggungnya.
Adhya menatap Nolan kesal. Dia masih tidak percaya bisa bercinta di asal tempat. Di club lagi. Rasanya dia jadi nakal.
"Kita pamit, dah mau pagi.." Nolan mendekati Azura. "Pulang ya, ra. Kamu harus sehat, makan yang banyak.. Katanya semalem kalian gagal makan, jangan lupa makan," lanjutnya sambil pamit.
***
"Nolan.."
"Ga usah cemburu," Nolan tersenyum sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Adhya.
Adhya refleks mundur sambil mendorong pipi Nolan agar menjauh. "Dih, apa sih!" kesalnya.
"Kenapa? Soal Azura, dia bener-bener sahabat kita, hidup dia berat, mental dia ga baik-baik aja,"
"Gue ga mau tahu! Gue ga cemburu! Gue mau tanya, bu-bukan itu," padahal Adhya memang kepo soal Azura tapi sudah di tuduh cemburu membuatnya jadi mundur lagi.
"Terus?"
"Dah ga mood, minggir!" Adhya menyingkirkan Nolan yang condong padanya. Dia beranjak dari duduk walau kesulitan karena Nolan membelitnya.
"Kemana, sugar?" suaranya begitu lembut memikat, senyumnya begitu manis membuatnya tampan.
"Ha~ kencing," jawabnya singkat dan malas.
"Kalau bohong itu yang bener," Nolan tertawa pelan, membuatnya kian bersinar terang ketampanannya. "Beberapa menit yang lalu baru beres pipiskan," Nolan menariknya kuat sampai punggung Adhya menabrak di dadanya.
Adhya menghela nafas pasrah, merutuki kebodohannya. Membiarkan Nolan cekikikan menyebalkan seraya beberapa kali mengecupi tengkuk, bahu dan cupingnya.
Adhya diam. Hanya beberapa kali suara kecupan terdengar yang beradu dengan suara televisi.
"Masih kepikiran soal Caca?" Nolan melepaskan Adhya yang langsung berpindah duduk dengan nyaman di sampingnya.
"Jelas. Ada bercak merah di sini," Adhya menunjuk tulang selangkanya.