6. Mana Bisa Sekali

51.3K 1K 16
                                    

"SERIUS? GEDE GA?" Caca terlihat penasaran nan riang.

Adhya sontak merasakan wajahnya panas. Dasar Caca! Si polos m*sum!

"Gu-gue itu apa.. Sakit tahu," cicit Adhya agak salah tingkah.

"Serius? Aduh, Caca jadi takut begituan," ringisnya ngeri.

"Ta-tapi ada enaknya kok," balas Adhya dengan cepat dan semakin salah tingkah.

"Jadi, kak Nolan sama—"

"Ga ya! Dia tetep ngeselin, masa tadi cubit-cubit, sakit tahu!" potong Adhya kesal sekali. Dia pikir setelah pagi pertama akan berubah lebih lembut.

"Kak Nolan buaya, kok mau sih? Katanya ga akan pernah—"

"Ya tahu. Lagi gila aja makanya gitu. Jangan bahas lagi!" potong Adhya.

"Ihh asyik tahu, bahas lagi aja. Kak Nolan desah ga? Seksi ga?"

"No komen!" Adhya memilih beranjak keluar dari kamar Caca untuk mengambil minum di dapur.

Caca hanya terbahak melihat wajah Adhya yang memerah dan kini kabur itu. Sahabatnya benar-benar jadi istri sekarang.

Adhya mengibaskan tangannya, mukanya terasa panas. Langkahnya terhenti melihat tawa Nolan dan Azura.

Keduanya seperti sepasang kekasih yang menikmati waktunya memasak di dapur. Nolan dan Azura terlihat serasi.

"Misi," Adhya melanjutkan tujuannya.

"Eh, sugar." Nolan berhenti mengganggu Azura lalu nemplok memeluk Adhya dari belakang.

Adhya menepisnya dengan kesal dan juga risih, ada orang lain juga di dapur. Tak hanya itu, mereka tidak biasa begitu.

"Mau ambil apa?" Nolan menuruti mau Adhya, tidak memeluknya lagi.

"Minum." singkat Adhya, meraih dua botol air minum lalu tersenyum tipis pada Azura dan pergi tanpa pamit pada Nolan.

Adhya kesal. Entah soal Azura mencuri fokus Adit, dan sekarang akrab juga dengan suaminya. Bukan cemburu. Azura terlalu serakah di matanya.

***

"Ada, lagi tidur. Nonton film malah ketiduran," Caca duduk di samping Adit, mulai memalak kakaknya untuk membeli cemilan.

Dia dan Adhya akan maraton drama.

"Kak Nolan, Adhya nginep ya hari ini?" pintanya tetap fokus menerima uang yang diangsurkan kakaknya.

"Engga, kita pulang agak malem aja." Nolan ingin berduaan seperti tadi pagi. Mana cukup sekali. Mereka pengantin baru.

"Kan, pelit!"

"Jangan ganggu pengantin baru, nih cepet pesen makannya, ntar makin gendut kalian,"

"Nyumpahin, kita ga akan gendut!" Caca pun pergi meninggalkan dua laki-laki yang akan bermain game itu.

"Lan, tengkuk lo merah-merah di cakar kucing?"

Nolan mengulum senyum sambil memilih karakter gamenya.

"Keliatan?"

"Hm, jangan bilang Adhya KDRT?" kekeh Adit yang kini tersenyum pada Azura yang datang dengan dua minuman untuk para sahabat.

"Ra, bisa mainin bentar, mau ke Adhya dulu." Nolan tiba-tiba ingin melihat istrinya. Sudah berjam-jam dari pertemuannya di dapur tidak bertemu lagi.

***

"Dia sih tokoh utamnya, Caca yakin,"

Adhya membuka matanya perlahan, menatap Caca yang rebahan santai di sampingnya. Adhya yang menyamping menghadap Caca mengernyit agak ngantuk.

Caca berbicara dengan siapa?

Adhya menoleh, Nolan tersenyum. Adhya baru sadar dia berbantalkan lengan Nolan dan sedang di peluk.

"Ck! Ga usah peluk-peluk," gumam Adhya setengah mengantuk.

Adhya memilih ke posisi semula, mengabaikan Nolan yang malah mempererat pelukannya. Mengendus rambutnya.

"Di sini Caca jomblo ya!" tegur Caca menatap keromantisan itu.

Adhya memilih memejamkan mata lagi. Dia kelelahan. Mungkin karena melayani Nolan saat pagi hari.

Nolan tidak merespon Caca, dia menonton sambil memeluk Adhya yang tidak bergerak lagi, mendengkur halus.

"Jangan mainin Adhya ya! Apalagi udah kak Nolan tidurin," Caca menatap Nolan sungguh-sungguh.

"Adhya cerita?" Nolan menatap Caca.

"Jelas, kita sahabatan, Adhya tipe yang susah mendem sendiri."

"Enak ga katanya?"

"Ga, kak Nolan kecil," jawab Caca mengejeknya, bercanda namun Nolan sepertinya menganggap serius.

Nolan terkekeh memeluk gemas Adhya. Dia akan membuktikan lagi nanti. Miliknya tidaklah kecil.

***

"Udah jam 1 pagi, kenapa ga nginep aja sih?! Bisakan tidur sekamar sama kak Adit," dumel Adhya dengan wajah berpaling kesal ke arah jendela mobil.

Nolan mengulum senyum, mencolek dagu Adhya sekilas dengan usilnya. "Ga peka jadi istri." lalu mencubit lengannya gemas.

Adhya memekik kesal, memang tidak terlalu sakit tapi tetap saja menyebalkan. Dari dulu pasti ada momen dia di cubit.

"Gue tahu gue gemesin tapi—"

"Ke Adit kakak, ke suami sendiri kok engga." potong Nolan.

Adhya berdecak kesal dan kembali berpaling. "Adit emang pantes dihormatin, lo engga! Nyebelin! Dari dulu selalu nyebelin!" cerocosnya tak berjeda.

Nolan tertawa pelan lalu mengulum senyum. "Ga akan nyebelin lagi kok," bujuknya sambil mencolek paha Adhya yang tidak tertutup roknya.

Adhya memukul tangan nakal itu.

"Kita ga bisa nginep." Nolan mulai menjelaskan dan menjedanya sebentar. "Kita itu pengantin baru, masa cuma sekali," lalu mengulum senyum melirik wajah Adhya yang berbalik menatapnya kaget.

"Ngelakuin lagi?" pekiknya.

"Emangnya ada yang cuma sekali seumur hidup?" Nolan pura-pura kaget lalu tertawa pelan, begitu menyebalkan.

"Ishh! Nanti aja tahun depan!" ketusnya.

Nolan terbahak. "Kita pulang kan ada alasannya, ga mungkin tahun depan, tapi kalau 20 menit ke depan, pasti bisa." lalu berkedip genit.

Ingin sekali Adhya menggetok kepala buaya satu itu.

Musuh Seranjang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang