23. Bertemu, Berdamai Dan Bersembunyi

22.6K 943 28
                                    

Karena tidak kunjung hamil, mungkin karena Adhya tidak fokus dan kelelahan bekerja maka Nolan menyiapkan tiket honeymoon. Tapi semua batal.

Sudah dua hari Adhya masih marah tentang yang menimpa Caca. Dan Nolan tidak memaksanya untuk pulang.

Dia dan Adit memilih untuk menyelesaikan urusan dengan Ciko walau berakhir adu tinju lagi karena berani mengancam dengan video yang Ciko simpan.

Ciko sungguh matang mempersiapkan semuanya. Adit dan Nolan sampai kebobolan begini.

"Apa lo balas dendam lewat Caca? Dia ga salah apapun!" Adit mencoba duduk tenang walau tangan terkepal.

"Kalian salah paham," Ciko meraih segelas air putih lalu meneguknya sedikit sampai amis darah sempat dia cecap sekilas.

Sudut bibirnya kembali berdarah.

"Kalau gitu jelasin!" Nolan terlihat kesal. "Demi apapun, Caca ga berhak—"

"Sekarang maupun dulu kalian salah!" potong Ciko dengan menatap keduanya tajam penuh amarah.

Dulu bukan masalah Azura. Ciko akui, dia tertarik dengan kecantikannya yang bagai bunga cantik walau rapuh. Rasanya ingin dia lindungi.

"Lo bilang, Azura cocok sama Adit. Dia akan lebih bisa jaga Azura agar tetap waras! Dan lo inget hari itu bilang apa lagi?" Ciko menatap Adit dengan tajam.

Adit dan Nolan menunggu dengan tangan terkepal. Ketiganya begitu penuh dengan kemarahan.

"Gue harus fokus ke Azura. Berhenti deketin Caca, adik gue ga akan gue kasih ke kalian. Ga cocok juga,"

Dari situ Adit dan Nolan ingat. Ciko yang berdiri dengan emosi. Dia meneriaki Nolan dan Adit seolah lebih baik darinya padahal Nolan yang terburuk.

Ciko tersinggung, apalagi dia juga menyukai Caca. Adik manis Adit yang selalu dia lihat berinteraksi dengan Adit.

"Lo tersinggung atau suka Caca?" Nolan menatapnya penuh selidik. 

***

Caca terlihat diam, dia akan membuat surat mengundurkan diri. Ditemani Adhya di sampingnya.

"Tenang aja, uang Nolan ga akan habis kalau cuma bantu lo, Ca. Jangan dipaksa kerja, dia sendiri yang sebar gosip di kantor,"

Caca mengangguk pelan. "Iya, Adhya. Kelak uang pinjemnya pasti Caca ganti." yakinnya.

"Iya terserah. Pokoknya jangan pergi kerja, dia gila. Gue yakin malam itu lo ga cuma mabuk," Adhya jadi kesal plus sedih.

Caca menunduk layu. Dia sungguh tidak ingat sedikit pun. Saat terjaga hanya tubuh yang terasa remuk.

Musuh kakaknya memang jahat.

"Kamu gimana? Kok jadi ikut marah ke kak Nolan, dia ga salah loh, Adhya." Caca menatap Adhya yang kini menghela nafas panjang.

"Kesel aja, Ca."

"Baikan sana, Caca jadi ga enak karena bikin kalian gini. Bukannya kak Nolan nyiapin honeymoon ya? Pergi aja, jangan jadiin Caca alasan, Adhya."

"Tapi, Ca.."

"Kalian lagi proses mau punya anakan? Pergi, Adhya.. Biar nanti anak Caca ada temen," Caca tersenyum. "Serius, Caca dah gede, udah bisa jaga diri.." yakinnya walau dalam hati sedih.

Dia hanya memiliki Adit, dan kini Adit memiliki urusannya sendiri. Tapi tak apa, sudah waktunya dia jaga diri. Tuhan juga memberinya anak. Mungkin untuk jadi teman sepinya.

"Nih, pegang kartu ini.. Sandinya 100124," Adhya akan menuruti mau Caca, jangan sampai Caca terbebani. 

***

Musuh Seranjang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang