Historical Fiction #4
By: Alwaysje
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
[Tamat]
Lerajee tidak pernah meminta untuk dilahirkan sebagai setengah pribumi.
Ketika semua orang hanya memandangnya sebagai anak iblis sebab namanya yang disematkan oleh...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Part ini akan panjang banget. dibaca perlahan, jangan buru-buru hehe selamat membaca! >>>>>
Surat kabar lebih dari lembaran kertas yang berisi kabar. Melihat semakin maraknya propaganda yang disalurkan melalui surat kabar lokal. Nama-nama penulisnya yang disamarkan, bahkan lebih buruknya gerakan-gerakan semacam itu mulai digaungkan melalui buku, lukisan, bahkan pidato berkedok khotbah agama.
Kile Roell sadar, ia berjalan hampir tanpa jarak dengan mereka yang menentang pemerintah Hindia Belanda. Kejadian beberapa bulan lalu, adalah bukti bahwa Kile tidak bisa salah langkah untuk kesekian kalinya.
Sekali saja, berita tentang namanya dimuat dalam surat kabar, Kile tidak ingin membiarkan hal semacam itu lagi.
Saat Karel datang dan mengatakan jika berkas-berkas perpindahannya ke gedung asisten residen sudah selesai. Kile menatap Karel dalam diam, ia menghisap cerutu di tangannya, matanya memandang pada halaman yang sedang ditata ulang sesuai perintahnya. Terik begini, ia langsung meminta salah satu pekerjanya untuk mendekat, memerintahkan mereka berhenti sementara dan memulai kembali ketika sore tiba.
"Aku berubah pikiran," ucap Kile.
Karel mengernyit. "Bagaimana?"
"Aku akan kembali menjabat sebagai Controleur."
"Tapi tuan Asisten Residen sudah merekomendasikan anda dan disetujui oleh Residen."
Kile diam. Memandang para pekerjanya yang mulai meninggalkan halaman dan berjalan membungkuk serta tersenyum berterima kasih padanya. Mengingatkannya pada masanya menjabat dulu. Persis setiap ia melakukan pemeriksaan ke wilayah pedesaan, para petani bersikap sama persis.
Ia mengabaikan protes asistennya, tapi alih-alih kembali memprotes, Karel mendesah dan akan menyampaikan keinginan Kile kepada pemerintah nanti.
Bukan hanya itu, Kile mungkin juga haris kembali menarik simpati pribumi untuk mempercayainya sebagai Kontrolir. Pekerjaannya bukan tentang pada siapa ia bekerja, tapi apa yang menjadi tugas utamanya. Jelas, Kile sudah berpengalaman selama belasan tahun di bidang ini, mulai dari sebagai pegawai biasa sampai ia menjabat. Kembali adalah keputusan terbaik, menurutnya.
"Meneer sudah yakin?"
"Ja, sangat yakin."
Kile berbalik masuk ke dalam rumahnya. Ia juga memerintahkan pekerja wanita untuk menyiapkan minuman dan makan siang untuk semua orang yang bekerja. Hal itu tidak luput dari perhatian Karel. Seperti menjadi sebuah kebiasaan. Kile selama menjabat selalu menghentikan pekerjaan para pribumi di siang hari. Setiap ditanya apa alasannya, Kile akan bilang ia ingin melihat hasil pekerjaan mereka tanpa terganggu pemandangannya. Nyatanya, Kile lebih manusiawi daripada tuan-tuan yang mempekerjakan para pribumi itu.
Reaksi tadi, saat mereka pergi menjauhi pekerjaan dan bisa berteduh sembari berbincang dengan wajah penuh kelegaan. Sudah lama pula Karel tidak melihatnya. Laki-laki itu tersenyum dan kembali melanjutkan pekerjaannya, yaitu membatalkan proses perpindahan tuannya.