Jilid Kesepuluh

121 29 12
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Ketenangan dalam keluarga didapat, kala saling mengasihi satu sama lain."

"Papa lagi ngelamunin apa hayoh?!" katanya tiba-tiba muncul di balik sofa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Papa lagi ngelamunin apa hayoh?!" katanya tiba-tiba muncul di balik sofa.

Hamzah yang tengah memegang tasbih tersentak seketika. "Apa sih, Bang ngagetin Papa aja? Baru pulang, hm?"

Hamizan langsung duduk di sisi kosong samping sang ayah. "Iya, tadi abis sidak dadakan ke salah satu restoran Papa."

"Restoran Buna kali, kapan Papa bangun resto. Nggak pernah Papa mah. Lancar-lancar aja, kan?"

"Punya Papa itu, kan yang modalin Papa, bukan Buna," ungkap Hamna yang baru saja ikut bergabung.

"Ya udah kalau nggak ada yang mau ngakuin, itu milik Allah yang kebetulan dititipkan sama Buna dan Papa, dan sekarang dikelola Hamizan. Betul?"

Hamzah menunjukkan dua jempolnya pada sang putra.

"Tasbih baru, Pa? Kok baru lihat," komentarnya.

Hamzah menunjukkan tasbih tersebut pada Hamizan. "Kamu mau? Ini sih hasil nemu, bukan beli baru."

"Nemu di mana, A?" tanya Hamna penasaran.

Belum sempat menjawab, Hamizan sudah lebih dulu menyerobot.

"Buat Hamizan atuh, Pa, bagus ada inisialnya HR pas sesuai nama, Hamizan Rasyid."

"Lho kok Papa baru ngeh ya, benar juga apa yang kamu bilang," sahutnya lalu memegang tasbih kayu tepat di inisial namanya.

"HR?" Hamna membeo dibuatnya.

Hamzah mengangguk tanpa sadar. "Aa nemu di samping makamnya Haleeza, waktu kita ziarah dua hari lalu lho, Nona."

Ingatan Hamna seolah dibawa ke masa silam. Dia masih sangat mengingat betul percakapan terakhir kali di antara dirinya dan juga Hamidah.

"Kalau boleh minta, tolong berikan nama dengan dua suku kata berawalan huruf H dan R. Supaya, nanti saya mudah mengenali putri saya."

Kalimat itu seolah memenuhi isi kepala Hamna, sangat enggan untuk beranjak walau hanya sesaat.

Menyadari keterdiaman sang istri, Hamzah pun dengan sigap duduk sisi Hamna. "Tasbih itu saya temukan bukan di dekat makam Haleeza, Na. Umur emang nggak bisa bohong, akhir-akhir ini saya mendadak jadi pelupa. Saya menemukannya di---"

"Kenapa Aa panik?"

Hamzah diam membisu.

"A, tolong jangan sembunyikan apa pun dari saya."

"Nona, saya nggak menyembunyikan apa pun dari kamu," kilahnya.

Mata Hamna tertuju pada tasbih yang tengah dipegang sang putra. "Lantas itu tasbih siapa?"

HARASTHA [ Seni Merawat Luka ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang