Jilid Keduapuluh Satu

102 25 4
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Mau serapat apa pun ditutupi, jika Allah sudah menghendaki pasti akan terbongkar sendiri."

"Sudah sampai di mana penyelidikan kamu, Zam?" todong Hamzah saat memasuki kamar sang putra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sudah sampai di mana penyelidikan kamu, Zam?" todong Hamzah saat memasuki kamar sang putra.

Tanpa persetujuan Hamzah langsung mematikan speaker mini milik Hazami yang tengah menyala dengan cukup kencang. Lagu-lagu khas sunda dari sang idola harus dihentikan secara paksa, padahal dia tengah asik menikmati setiap alunannya.

"Stuck di tempat," jawabnya santai.

"Kenapa bisa kayak gitu? Azam curang sama Papa, padahal Papa udah memenuhi permintaan Azam."

"Kok diungkit sih, nggak ikhlas banget kayaknya bikin anak sendiri seneng!"

Helaan napas meluncur bebas begitu saja. "Bukannya mengungkit tapi Azam, kan udah komit mau bantu Papa. Terus nyatanya sekarang apa?"

"Azam nggak ada bibit jadi detektif, lagian susah banget ngorek informasi soal Teh Astha. Kelewat misterius orangnya."

"Usaha lebih keras lagi atuh, Zam," bujuknya.

"Kenapa nggak Papa sendiri aja yang usaha? Kenapa harus melibatkan Azam?"

"Tanpa kamu suruh pun Papa sudah melakukannya, tapi Papa nggak bisa seleluasa kamu atuh. Khawatir akan timbul fitnah kalau Papa terlalu bar-bar mendekati Harastha, ada hati yang harus Papa jaga. Papa nggak mau ada yang salah paham, apalagi kalau sampai ketangkap basah Buna," jelasnya.

"Main cantik dong, Pa."

Hamzah berdecak pelan. "Mau serapat apa pun, pasti akan ketahuan. Papa nggak mau ambil risiko, cukup sekali aja Papa nekat ajak Harastha ketemuan. Nggak lagi-lagi deh."

Mata Hazami membulat seketika. "Papa diam-diam ketemuan sama perempuan lain di belakang Buna? Wahhh, parah!"

Disentilnya kening sang putra. "Jangan suudzan dulu bisa nggak? Azam, kan tahu beberapa waktu lalu restonya Buna mau launching menu baru. Nah, Papa menawarkan kerja sama pada Harastha untuk memotret menu-menu tersebut. Ya, sekalian menggali informasi, tapi hasilnya nihil."

"Dasar tukang modus!" semburnya.

Hamzah geleng-geleng kepala. Si bungsu satu ini memang tipikal orang yang ceplas-ceplos, apa yang bersarang di kepala sudah pasti dikeluarkan tanpa pernah dipikir ulang.

"Ketemuannya juga di tempat umum, Zam. Kamu jangan mikir yang enggak-enggak."

"Dihh, orang Azam mikirnya yang iya-iya juga."

"Iya-iya gimana maksud kamu?"

Hazami malah mengedikkan bahunya acuh tak acuh.

"Menurut Azam dugaan Papa terkait Teh Astha yang merupakan kembaran Bang Hamizan itu nggak mendasar. Hanya sebatas praduga yang tak beralasan, feeling itu kadang meleset, Pa. Dan lagi ni ya, Azam sedikit sanksi sama pengakuan Papa. Kalau memang Bang Hamizan punya kembaran, kenapa harus dipisahkan? Kenapa juga Papa nggak kasih tahu kita dari sejak dulu. Ini kesannya Papa main rahasia-rahasian, Azam malah curiga kalau Teh Astha itu anak dari perempuan simpanan Papa."

HARASTHA [ Seni Merawat Luka ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang